Minggu, 13 September 2015

Saling mengingatkan, itu indah




KEEGOISAN kadang menjadi rajanya diri. Terkadang kita memiliknya, saya maupun teman-teman semua. Saya belajar banyak dari bagaimana bersikap dan menyikapi sesuatu dari sebuah permasalahan yang ada. Saya dengan karakter saya yang begini adanya, akhirnya mencoba melepaskan maaf, dan legowo akan sesuatu. Memang pada akhirnya ada perasaan yang berbeda, merasa kalah atau apalah itu. Dari sebuah kasus sederhana yang bermula dari incident sudut pandang/persepsi dari sebuah kata. Pada akhirnya saya mengingat sebuah pesan yang pernah disampaikan kesaya, titipan pesan lisan dari seorang ummi “Mengalah tidak lantas membuatmu disebut kalah, dek…”.
Yaah…
Ngalah bukan berarti kalah. Saya sepakat. Tapi, untuk skala berat yang membuat jiwa terguncang atau membawa petaka bagi jiwa, maka perkatan ini, rumus ini saya rasa tidak tepat disematkan pada semua masalah. Masalah untuk kata ini memilki tempatnya sendiri. Tapi, kasus sederhana ini membuat saya belajar tentang bagaimana bersikap pada sesuatu, dan bagaimana mengambil sikap dari sesuatu yang berimbas tersebut. Olehnya apresiasi atas legowonya diri saya untuk memberikan ucapan terimakasih ternyata luar biasa,
Bukan hanya untuk diri saya, sayapun berterimakasih pada saudara seiman-seaqidah yang mau saling menguatkan-mengingatkan dalam kebaikan-mengupgrade diri menjadi lebih baik-lebih berhati-hati-lebih beretika. Saya mengucapkan terimakasih karena saya dapat belajar makna baru tentang kata meski saya seorang guru bahasa, ternyata saya harus belajar lebih giat lagi dalam semua disiplin ilmu. Meski saya tak lantas bertemu wajah-berjabat tangan, maka lewat catatan kecil ini saya berharap esok atau nanti saya dapat bertemu, bertatap muka, bercerita, bertukar pengalaman. Saya mencintai mereka karena Allah Swt.
Menyadari proses belajar ini, saya merasakan sangat luar biasa efek dari legowo memberikan maaf-meminta maaf-merelakan-melepaskan. Memang ternyata kita harus belajar bagaimana bisa lebih baik dari setiap harinya ‘hari ini harus lebih baik dari kemarin” “sikap hari ini harus lebih dari kemarin” dan berbagai intisari pesan lainnya dari Rasulullah Saw lainnya semua adalah kebaikan yang harus diselami, bukan sekedar dibaca tanpa dipikirkan sama sekali. Ternyata saling mengingatkan itu, indah…kawan…
Indah mengikuti sunnah, indah mengikuti semua cara bersikap seperti yang diajarkan agama ini. Semua indah! Saat lisan mudah menyampaikan maaf, maka ada sesuatu dari diri yang lepas, terbang…sebab kita belajar untuk bijak, belajar untuk mengakui bahwa kita manusia-banyak khilafnya-dan harus banyak belajar. Kita bukan manusia hebat hanya karena tahu beberapa kaidah Islam-hafal beberapa surah dalam Al-Qur`an. Kita tidak hebat hanya karena itu, justru saya merasa hebat, saat keegoisan saya mampu lepas, terbang, hilang jauh dari diri saya, agar paket hawa nafsu saya tak lagi mencengram saya erat. Maka salah satu jalannya adalah mampu menyampaikan maaf saat salah, dan mampu memberikan maaf meski terasa menyakitkan. Itulah yang hebat-sangat hebat. Dan kehebatan itu akan semakin komplit saat beberapa hafalan surah, dan kaidah Islam mampu menjadi penopangnya-bukan sekedar hiasan pada diri, saat berkenalan akan terucap “kenalkan, saya hafidzoh/hafidz” atau “saya guru adab-hafal ushul fiqh..” dan lainnya. Mereka tak perlu tahu siapa kita, yang mereka harus tahu adalah kita adalah manusia pembelajar yang tak perlu berbangga dengan ilmu kita yang sedikit-berbangga dengan kesombongan kita.
Saat kita dapat saling mengingatkan sesungguhnya kita sedang mengikat simpul menguatkan sesama Muslim. Bukankah dikatakan muslim yang baik adalah muslim yang bisa memberikan manfaat bagi sesama? Bukankah seorang muslim dengan muslim lainnya diibaratkan sebagai bangunan? Maka tanpa sadar saat kita mengingatkan saudara kita, kita tengah menguatkan agama ini, sahabat?

Catatan akhir pecan di desaku good-them

Tidak ada komentar:

Posting Komentar