Senin, 21 September 2015

(Novel) Gw Bilang Cinta - (9)



SEMBILAN
              Gerbang sekolah telah terbentang lebar dengan mang kumis penjaga sekolah yang setia berdiri disisi pos satpam, menebar senyum pede, walau giginya sudah ada yang pensiun dari sana. Senyum yang selalu menyambut beraneka ekspresi anak-anak. Walaupun beberapa anak ada yang tak suka, bukan itu motifasi mang kumis untuk tersenyum, dan bukan karena alasan mereka hingga ia tak menebar senyummnya. Ia punya prinsip sendiri, seperti pagi ini, tatkala langkah ketiga sahabat ini keluar dari dalam mobil.
              “Ass mang.” Sapa Zora menarik senyum, sembari membawa bungkusan plastik hitam. Shila dan Zihan mengangguk tersenyum, begitu melihat wajah itu memberikan senyumnya.
              ‘Mang, nih sarapan buat mang kumis, thanks ya selalu memberikan kami senyum…” Shila kembali menarik senyumnya begitu bingkisan yang diamanahkan kedirinya tadi ia serahkan kepada Mang kumis.
              “Napa Lo nggak ngasi` sendiri?”
              “Jangan bawel, oke?” Senyum Zora. Shila melototkan matanya, Zora hanya menggidikkan bahu cuek.
              “Mang, boleh Zora nanya, mewakili siswa disini?” Zora langsung angkat bicara. Persis wartawan yang tengah mewawancarai narasumber penting.
              “Boleh, tapi neng seperti anggota legislative aja, yang terjun kelapangan, memantau sekeliling..” Geli Mang kumis setengah bercanda.
              “Yah, agar aman dan damai mang..” Celetuk Zihan memperbaiki letak tas selempangnya yang melorot karena tarikan jilbabnya.
              “Iya neng, kalau tipe pemerintah seperti neng, bakal aman nih, selalu investigasi, melihat kondisi sekeliling, persis khalifah Umar Bin Khattab..” Ucap mang Kumis lagi, mulai merambah pada pembicaraan politik Khalifah Umar Bin Khattab. Zora mangut-mangut mendengarnya, begitu juga Zihan yang langsung mengangkat dua jempolnya, untuk mang Kumis.
              “Kembali ke topik mang, Zora hanya pengen tahu, kenapa sih mang PEDE banget ngasih pelayanan senyum walau ledekan banyak?”
              “Sedekah neng..” Mang Kumis menjawab sportif. Zihan mengangguk, mengajukan jempol kearah Zora yang terlihat mangut-mangut faham untuk kedua kalinya.
              “Contohnya gini nih..” Ucap Shila, menarik pipi Zora yang meringis. Shila tertawa kecil, mendahului menuju kelas, tentunya setelah pamit kepada mang Kumis yang tertawa lepas melihat tingkah dan reaksi Zora yang mengusap dua pipinya perih.
              “Shila…..” Kejarnya, Shila terus melangkah diikuti Zihan yang hanya bisa tersenyum segar, menyaksikan warna ukhuwah yang kian berpendar, dari detik menuju menit, hingga hari menuju minggu. Ada kebaikan yang terus hadir, bermunculan menjadi sketsa bermakna, berharap pelajaran yang ditemui dapat menjadi sumbu menuju pribadi yang lebih baik, dengan menjunjung nilai-nilai moral, terlebih Agama yang hanif ini. Selalu belajar mengenal ajaran agama secara continue tanpa pernah merasa cukup, karena begitu banyak hikmah yang ada, dan harus selalu dicari sebagai sumber energy, memberikan warna yang dapat menghalau futur tatkala hadir, menjadi benalu pada hati.
              “Sorry…” Bisik Shila duduk dibangkunya, tatkala melewati bangku Zora. Zora mengangguk kecil, toh ia tak menganggap semua serius, Zora tahu sifat Shila, selalu penuh rasa bersalah tatkala melakukan aksinya. Peka, itulah namanya.
              “Oke, sampai disini untuk hari ini, setelah ini pengurus acara talkshow jurnalistik bisa berkumpul di ruang osis, untuk pemfixan randown acara, sekaligus penentuan MCnya.” Tutup Bu Sarah selaku penanggung jawab bagian jurnalistik.
              “Yuk..” Ajak Shila begitu bu Sarah keluar membawa aneka jenis buku-buku sastra dan bahasa dengan langkah lebar nan berwibawa miliknya.
              “Langsung? Memangnya Lo nggak laper? Tuh cacing-cacing kremi pada demo…” Geli Zora, menunjuk perut Shila.
              “Oke, selepas dari kantin, kita langsung hang out ke ruang Osis. Lagian, Bu Sarah mungkin juga tengah snack..” Putus Zihan dengan husnuzzonnya yang selalu mengedepankan pikiran positifnya. “Itu cirri orang yang sehat Shila..” Katanya saat suatu ketika Ashila protes, seperti halnya protes tatkala ada insiden dirinya di drop out beberapa bulan lalu.
              “Meraka sayang Anti, makanya pake istilah ngerjain..”
              “Tapi, kenapa sih Lo selalu aja berfikiran baik, ke mereka, padahal jelas-jelas mereka itu..”
              “Husnuzzon Honey…Inilah cirri orang yang sehat..”
              “What?”
              “Sehat bathin maksud Ane, selalu mengedepankan pikiran positif dari pada prasangka yang bisa menghadirkan sifat-sifat aneh..”
Ashila tersenyum mengenang semua, dan semua kini menjadi memori yang tak terlupakan, belajar dari sebuah peristiwa, yang pada akhirnya banyak mengajarkan Shila sesuatu yang lebih bermanfaat.
(GBC)
              Satu persatu siswa yang tergabung dalam susunan kepanitian talk show yang akan diadakan dua hari kedepan, mulai datang memenuhi ruang Osis, termasuk Shila, Zora dan Zihan yang mengambil duduk disisi barat, dekat jendela yang tatkala mata memutar kesana akan langsung melihat lapangan basket.
              “Disini taqdir kita dimulai bukan?” Bisik Shila pada Zihan yang baru saja mengeluarkan TTSnya. Ia hanya mengangguk kecil.
              “Taqdir yang membawa Anti selalu menggangap Rizq adalah…”
              “Stop, itu masa lalu, sekarang Gue nggak berfikir dia patung lagi kok..”
              “Jadi selama ini anti sama Ri…”
BEP! Mulut Zihan ditutup begitu saja oleh Zora. Zihan megap-megap dibuatnya, Shila terkikik geli, mendapati reaksi Zora yang berlebihan.
              “Jangan menghakimi hati dunk, ntar keburu kabur deh kelap-kelip VMJnya..” Ledek Zora cuek, mengeluarkan buku juga bolpoin dari kantungnya.
              “Sttt!” Mata Shila melotot, tanda yang dihafal keduanya tatkala Shila merasa nggak nyaman dengan pembicaraan tersebut.
              “Sorry…”
              “Afwan..” Kedunya mengangkat tangan juga menarik senyum, sebagai tanda perdamaian yang dihaturkan. Shila mengangguk, beralih menatap pintu yang telah dimasuki Bu Sarah.
              Rapat pun dimulai…
(GBC)
              Keputusan Rapat talk show jurnalistik yang akan diadakan, ternyata hanya berselang beberapa hari menuju masa UN, Ashila sendiri mendapatkan amanah menjadi host acara tersebut. Duo sahabatnya menjadi tim sukses acara bagian regstrasi. Mengenai anak-anak kelas 3, Acara jurnalistik tidak mengharuskan mereka hadir. Mereka dipinta untuk serius jelang persiapan UN nanti.
              “Yah, nggak bakal ketemu deh ama Keis..dia kan bakal bertempur abis-abisan..” Ucap Zora merasa menang tanpa kehadiran tokoh antagonis disekolah Real Generation yang sempat membuatnya meradang. Shila hanya menarik senyum kecil, mengitari sekeliling dengan pandangan yang dapat ia jangkau. Zora menyikutnya pelan.
              “Lo napa cin? Nyari siapa sih? Kita kan disini…” Kedip mata Zora, menggoda.
              “Azura..” Ucap Shila, karena memang ia juga tengah mencari Azura selain tokoh penting yang lain, yang menjadi penyelamatnya beberapa bulan lalu dari drop out yang mendadak mampir.
              “Allah, jika bisa, aku ingin bersua dengannya sejenak, sejenak mengutarakan maaf atas suudzon juga terimakasih karena kepeduliannya pada sesama..” Bisik Shila melangkah diapit duo sahabatnya yang asyik dengan fikiran masing-masing. Shila dengan bathin mengharap bersua Rizq, Zora yang asyik menyimak nasyid Maherzain ‘Thank you Allah”. Dan Zihan yang komat-kamit mengulang hafalannya.
              “Ayo naik, ngapain bengong disitu?” Setengah berteriak, Zora mengeluarkan kepalanya dari mobil, demi melihat Zihan yang tetap diluar dengan mata mengarah pada gedung SMA arah kelas 3 IPA.
              Zora mengikuti arah wajah Shila, lalu melirik Zihan yang hanya menggidikkan bahu, seolah enggan memberikan komentarnya, karena lebih tertari pada TTS ilmiah yang berada didepan matanya.
              “Shila, kalau Lo mau cari Rizq, bukan disini, sana!, selesaikan urusan hati Lo, Gue tunggu . okey?” Kerling mata Zora menggoda.
              “Maksud Lo?” Tatap mata Shila kini beralih, diikuti langkahnya yang mulai membuka pintu mobil.
              “Jujur deh, bukan nyari Azura khan?”
              “Terserah Lo deh..” Pendek Shila memberikan jawaban. Zihan memberikan deheman khasnya disertai wejangan singkat yang membungkam mulut Zora. Taat banget!
              “Ehm…. Berfikir positif membuat otak fresh loh..” Ucapnya tanpa mengalihkan matanya dari TTS. Serius, bukan berarti Zihan melupakan atau tak tahu apa yang tengah menjadi perbincangan Zora yang mulai masuk kezona nyebelinnya. Yah Zihan masih bisa menggunakan indera pendengarannya dengan baik, sesuai amanah Allah atas pendengarannya, yang kelak akan dimintai pertanggung jawabannya pula.
              “Yap, ustadzah Zihan…” Angguk Zora, menatap Zihan dari kaca mobil. Zihan mengangguk disertai tanda bolpoinnya yang terangkat.
              “Aamin…” Bathinnya pelan, mulai kembali sibuk dengan pekerjaannya. Zora pun mengemudikan mobilnya segera, keluar dari area parkir.
              Satu yang menjadi fikiran Shila, ia merasa masih berhutang budi dengan Rizq, atas aksinya dan teman-temannya, aksi yang berbuntut penarikan DOnya dahulu. Sebuah kisah dimana  maindset  seorang Shila berubah pada Rizq yang dulu pernah membuatnya dan kedua shohibnya menjadi orang yang antipati jika harus berurusan dengan Rizq, apapun bentuknya.
              “Shila. Gue akan bantu Lo, but Lo ngomong dunk, klo diam bengong gitu, gimana mau ngebantunya..” Zora angkat bicara, berubah menjadi bijak dengan karakternya yang jauh dari nyebelin bin ngeselinnya. Zihan mengangguk, mulai menutup TTSnya, fokus pada Shila yang berubah diam sejenak, diam berfikir bagaimana ia harus menyampaikan rasa terimakasihnya.
              “Ayo dunk Ukh, anti ngomong ama kita…” Angguk Zihan memberikan kesempatan pada Shila. Shila menghela nafasnya sejenak, lalu melemparkan senyumnya.
              “Lo aneh deh berdua, emang Gue kenapa? Gue sekarang mikirin acara talkshow besok, bukan apa-apa..”
              “Serius?”
              “Yakin?”
              “Yah…”
              “Klo Lo punya urusan yang harus dituntaskan bareng Rizq, kita bantu gih, lagian kita juga punya kepentingan sama dia…” Ucap Zora sesekali menoleh ke Shila, juga fokus pada jalan raya, menuju rumah Shila yang memang ramai, maklum wilayah rumah Shila termasuk kompleks yang ramai dengan kendaraan juga anak-anak SD yang berkaliaran.
              “InsyaAllah..”
              “Yah, begitu dunk, kapanpun, kita tetap ada untuk Lo..” Ucap Zora menyakinkan, menepuk bahu Shila, begitu pula Zihan. Simpul ukhuwah itupun kini kembali menjadi simpul yang semakin kuat, saling memberikan bantuan satu sama lain, membantu mengeluarkan diri dari permasalahan apapun itu, selagi bisa tertangani dengan pikiran-pikiran cerdas mereka.            uKhuwah, memang selalu indah kapanpun. (Setuju?)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar