Rabu, 30 September 2015

Pst…besok kiamat!





Jika aku mengatakan “besok kiamat…” Apa aku layak dipercaya? Atau apakah pernyataanku membuat dunia heboh, atau penduduknya was-was setiap detik, menit, dan jamnya? Aku tak tahu pasti. Tapi yang kutahu media begitu hebat bahkan lebih hebat dibandingkan Tuhan. Media mampu menciptakan “sensasi” maha dasyat hingga urusan perkara penting sepenting kiamat mampu diprediksi.
Masih ingat banget dengan ramalan suku maya beberapa tahun silam akan kiamat yang akan terjadi. Wesh!...seperti anak panah yang di lepaskan, bermula dari ramalan yang muncul di media maka dunia heboh. Bahkan beberapa negera mempersiapkan bekalnya, khawatir kiamat akan mengambil kesenangannya ^6^ atau semua semakin diperparah dengan munculnya film yang berisi tentang kiamat.
Aku ikut menyaksikan pertunjukan media yang super heboh, dengan film yang kokon katanya memberikan rasa takut pada golongan manusia. Justru bulan September yang menurut pendapat dan lagi-lagi di”telurkan” oleh media akan kiamat, sudah kuhitung mundur..tapi, kata siapa kiamat? Itu kata media. Lalu apa kata Allah?
Artinya: (Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran- lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.
Al anbiya 104
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat.” (Luqman 34)
“Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: ‘Bilakah terjadinya?’ Katakanlah: ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba.’ Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui’.” (Al-A’raaf: 187).
Kiamat itu rahasia Allah Swt. Bukan milik manusia juga makhluk lain. Kalau cirri-cirinya memang sudah terjadi yang akan semakin mendekatkan kita pada hari itu, KIAMAT. Tapi bukan September atau bulan lainnya yang seenaknya saja di buat. Kiamat itu pasti, sangat pasti….tapi kepastiannya bukan dan tak harus ditanyakan pada ramalan apapun, atau omongan siapapun selagi dia bertitle manusia dan hamba Allah.
Jadi kalau aku berbisik “besok kiamat” percaya kagak?
Kalau tidak berarti kita semua percaya bahwa kiamat rahasia Allah! jadi jangan pernah ketelan ama gossip yang muncul tentang perkara KIAMAT lagi, ya!.

Selasa, 29 September 2015

Aku dan benda 14 inci itu




MIMPIKU terhalang karena tak memiliki sarana saat ingin memindahkan naksah dari buku untuk diketik menjadi naskah utuh. Itu terjadi disaat jelang semester akhir saat dimana gemuruh pada dadaku akan harapan-impian-dan cintaku akan naskahku tumbuh. Tumbuh greget justru saat-saat jelang penyusunan skripsi.
Aku menyadari kekurangan orangtuaku untuk dapat memberikan sesuatu “mesin tik, computer atau laptop” hanya akan berhenti dianganku. Sebab yang pernah kubilang orang tuaku bukan lah bertitle borju dengan dompet tebal, dengan semua hal yang kami butuhkan ada saat meminta. Orang tuaku boleh tak borju, tapi insyaAllah mereka “borju” untuk urusan akhirat.
Allah swt selalu punya rencana indah. Di tempat kuliah yang kebetulan saat itu aku menjadi pengurus BEM diberikan ruang dimana disanalah terletak benda 14 inci itu. Hitam dengan tuts-tutsnya yang berbunyi kencang. But dari sinilah seberkas harap yang masih tersisa bersinar terang. Aku mendapat restu untuk menggunakan computer BEM untuk menyambung mimpiku. Jadilah saat teman-teman pulang aku akan bertahan di kantor hingga jelang maghrib, atau jika libur kuliah aku akan tetap datang untuk menuntaskan semuanya. Tuts computer yang keras ini akhirnya membuatku berhasil merangkum sebuah novel mini epic pertamaku yang terbit berkala di halaman bulletin FIQ.
Ternyata batasku dengan si computer hanya beberapa pekan. Semua dikarenakan pergantian kepengurusan BEM. Aku dan teman-teman harus menyudahi masa jabatan karena memang harus sepenuhnya focus pada pengajuan proposal skripsi
Allah punya rencana indah lagi. Aku dipertemukan dengan seorang ibu yang kami sebut UMMI. Beliau punya mimpi yang sama denganku dalam dunia literasi. Beliau penjelajah mimpi yang penuh konsep. Beliaulah yang pertama kali mengajakku duet menyelesaikan novelette “Karena Cinta tak Melupakanmu”. Jika beliau sedang keluar kota atau akan melakukan perjalanan aku dipinta untuk menggunakan laptop beliau untuk melanjutkan gelegak mimpiku yang terus tumbuh. Bersama beliau kami pernah launching RUMAHKATA yang memfasilitasi santri yang ingin membaca dengan konsep ruang yang apik ditata dengan teman yang mencintai dunia teater. Laptop ini akhirnya menjadi teman suka-dukaku mewujudkan naskahku menjadi lebih cantik dan manis. Tak lagi berbentuk tulisan tangan yang besar-kecil dan tanpa warna tip x. (akh…rindu masa itu).
Namun lagi-lagi jodohku dengan sang laptop hanya sebentar, dikarenakan desakan rasa tak enak karena harus meminjam terus kepada beliau, meski beliau tidak mempermasalahkan. Lalu…akupun memutuskan berpisah dengan sang laptop.
Setelah itu aku dan teman-teman nyaris disibukkan dengan urusan kuliah yang semakin menuntut keseriusan. Hingga tahap bolak-balik bimbingan dengan dosen pembimbing. Tapi tetap…meski kuliah dengan kesibukannya berjalan, aku tetap berharap mimpiku menemukan muaranya kembali, hingga aku dapat tuntas menyelesaikannya.
Allah lagi-lagi menyapaku penuh cinta lewat teman kuliah yang juga keluarga jauhku. Ia mendapatkan laptop untuk kemudahan skripsinya dari suaminya. Jadilah dia meminjamkan aku laptopnya selama beberapa hari hingga naskahku selesai kuketik..

Alhamdulillah…
Mimpiku dengan novelku yang dipenuhi catatan sejarah panjangpun selesai. Kebanggaan itu hadir, memompa semangatku tumbuh tinggi dengan pondasi yang luar biasa. Setelah akhirnya naskahku sudah diketik rapi aku berazzam untum focus pada perkualiahan hingga akhir.
Catatanku tentang benda-benada ukuran 14 inci itu tetap akan menjadi kenangan terindah mewujudkan mimpi yang ternyata membutuhkan kerjakeras-kerja nyata-kerja ikhlas. Terlebih aku adalah orang yang harus bertanggungjawab untuk membuatnya selesai. Dan Alhamdulillah aku berhasil melewati rintangan itu satu demi satu.
“jika impian-mimpi itu kau miliki, pegang ia erat-perjuangkan ia penuh cinta. Insyaallah dengan sendirinya sang impian akan menemukan jalannya, seperti air yang menemukan arahnya kemana ia harus mengalir”
Semangat! Wahai pemilik impian!

Kostakhwat29sept2015

Senin, 28 September 2015

Belajar dispilin dari shalat




DISIPLIN itu sederhana, sangking sederhananya hanya orang tertentu yang dapat hidup diatur dengan kedisiplinan. Banyak artikel yang menuliskan tentang manfaat disiplin dalam segala hal dapat memberikan efek yang sangat baik dalam pekerjaan apapun. Bahkan beberapa Negara menerapkan kedispilinan adalah hal yang sangat penting dalam tatanan negaranya. Sebutlah Negara itu Jepang, dengan luas wilayah yang tak sebesar Indonesia, tak strategis Indonesia, juga sangat berpotensi akan bencana dibandingkan Indonesia. Tapi, lihatlah, diantara dua Negara ini malah justru Jepanglah negera Asia yang pertama kali masuk dalam jajaran Negara maju, bukan Indonesia. Padahal Indonesia punya banyak plus yang seharusnya bisa menempatkanyya sebagai Negara Maju.
Jepang luar biasa disipilin bahkan Negara ini menerapkan disiplin dimulai dari budaya antre. Antre adalah kebiasaan yang luar biasa melatih kesabaran. Bayangkan sosok kita yang antre dikasir pembayaran saat belanja bulanan. Setiap beberepa detik, mata kita akan mengamati orang yang berada di depan kita, melihat daftar belanjanya yang memenuhi troli, saat tak sabar maka kita pasti akan bergeser, pindah mencari antrean yang lebih sedikit. Benar? Yup! Saya pelaku dari orang yang tak sabar saat antre. Nah, ternyata bedanya kita dengan Jepang adalah, Jepang lebih dini diusia dini sudah mengajarkan kedisiplinan pada generasinya. Sedangkan kita belajar disiplin sambil lalu saja, bukan menjadi hal penting.
Terlepas dari itu, Jepang dan Indonesia memiliki plus-minusnya masing-masing. Sudah pasti punya cara bagaimana membawa penduduknya menjadi Negara yang memiliki harga diri dimata dunia. Benar? ^_*
Kita tinggalkan Jepang dengan budayanya, kita tinggalkan Indonesia dengan kebiasaannya.
Dalam Islam ada sesuatu yang menjadi rutinitas wajib bagi seorang Muslim/muslimah yang harus didirikan beberapa kali dalam sehari. Rutinitas yang merupakan wujud cinta hamba pada penciptanya. Rutinitas yang kelak merupakan amalan pertama yang akan ditanyakan dalam “List” pertanggungjawaban.
Apa itu? Shalat!
Shalat wajib dilakukan dalam 5 waktu berbeda. Bahkan diantara waktu-waktu ini ada waktu dimana  lelah seseorang, malas seseorang hadir hingga membuat enggan/lalai dari kewajiban ini. Lalu apa hubungan antara disiplin dan shalat?
Esensi shalat selain merupakan wujud cinta-penghambaan kepada Allah Swt-wujud kesyukuran, sesungguhnya ia memberikan pelajaran bagi yang (mau) belajar akan banyak hal. Shalat melatih dispilin seseorang. Bayangkan! Shalatlah yang membuat seseorang harus bangun lebih awal dishubuh hari, bahkan sebelumnya dijam dini hari saat sebagian masih terlelap. Dan ini bukan perkara mudah, meski menurut sebagian orang dipilin itu mudah. Bangun tepat waktu di jam 04.45 untuk shubuh, tak semua mampu melakukannya. Jika pun melakukannya bisa jadi molor beberapa menit. Mereka yang tepat dalam pola waktu di sepanjang 5 waktu shalat sesuangguhnya mereka adalah orang yang dispilin-komitmen-sabar.
Saya saja berusaha untuk tepatwaktu-dispilin dengan latihan shalat ditepat waktu sangat tertatih-tatih mengikuti ritmenya, terkadang masih molor beberepa menit. Perkara waktu shalat bukan manusia yang menetapkan, tapi langsung Allah swt yang memberikan titahNya. Bukan buatan manusia yang dituding oleh beberapa orang diluar sana. Shalat merupakan perkara penting antara hamba dan penciptanya. Shalat memberikan didikan yang luar biasa, saat ingin serius mempelajarinya.
Jika kita sudah mampu mendisiplinkan shalat kita dengan ketepatan waktu, insyaAllah kita akan menemukan diri kita memiliki komitmen-kesabaran untuk disiplin dalam segala hal. Sebagai tahap Awal, yuk kita latihan tepat waktu dalam shalat kita selama seminggu kedepan. Jika berhasil tingkatkan menjadi 2 pekan, selenjutkanya 3 pekan, empat pecan dan seterusnya hingga ia menjadi kebiasaan yang bukan lagi dianggap sesuatu/rutinitas yang membosankan bahkan menciptakan kemalasan.
Kost pelangi #atasnamacinta29sept2015

Minggu, 27 September 2015

Passion such as favorite fruit

Beda redaksi kalimat maka beda pula apa yang akan menjadi pandangan orang lain.
Selalu menarik saat menyampaikan tentang passion. Beda rasa tentunya saat kita menyampaikan sesuatu yang bukan bidangnya kita, dan tidak dikuasai baik oleh kita. Saat kita menyampaikan sesuatu yang menjadi passion kita maka gemuruh cinta pada dada, detak jantung gegap-gempita, bahkan rona pada wajah pun luar biasa. 

Bagiku, passionku luar biasa, aku menikmatinya seperti aku menikmati lumernya cokelat, rintik hujan dan aroma tanah kering, bahkan seperti aku sedang mengigit perlahan-lahan buah kesukaanku. that simple! sebab ada cinta saat aku menbicarakannya-menceritakannya. Tak pernah lelah rasanya untuk terus menjadikannya topik paling keren saat bersama siapapun, termasuk siswaku di ruang kelas bahasa.

Suatu ketika aku melakukan percobaan sederhana tentang deteksi rasaku tentang passionku dengan pekerjaan yang kugeluti saat ini sebagai pendidik di sebuah sekolah swasta yang full day.
ternyata berbeda saat aku bercerita tentang dunia pendidikan-mengajar-berteman spidol, papan tulis dengan saat aku berteman laptop dan buku-buku, bahkan berselancar dalam dunia digital yang luas untuk sekedar menulis satu judul tulisan sederhana atau menyelesaikan deadline halaman novel yang selalu tertunda.

Detaknya berbeda,
gemuruhnya berbeda,
semangatnya berbeda..
semua berbeda...

Dan ini jelas kutemukan pada detak rasaku.

Ini tentang passion, yang kupercaya menjadi pemicu semangatku menjalani hari.
ini murni tentang kesyukuranku atas amanah "talenta' yang Allah berikan
ini murni bahwa aku lebih bahagia berada disini,

Terkadang aku mengkungkapnya sederhana...
sesederhana judul tulisanku hari ini.

so,
apa passion yang menggerakkanmu?
yang kau cintai, bahkan selalu ingin kau lakukan?

Kamp-Thim 28sept2015


Apa kabar generasi?




Bukan pemandangan biasa kukira, saat aku menyaksikan wajah polos dengan seragam sekolah menghampiri setiap pejalan kaki, pengguna jalan kendaraan roda dua atau empat saat lampu merah dengan membawa botol minuman meminta uang/sumbangan, menjaja Koran, atau malah duduk di jembatan penyeberangan duduk memelas dengan tangan menengadah. Bukan hal biasa.
Sore ini aku menemukan generasi-generasi ini berkeliling meminta uang pada orang-orang yang terjebak lampu merah. Tiga anak kecil usia SD yang seharusnya tidak berfikir keras mencari biaya hidup, atau mereka bukan usia yang layak untuk dipekerjakan. Mereka seharusnya duduk belajar-membekali diri untuk masa depan. Tapi, bagaimana kalau hidup mengharuskan mereka ada disepanjang jalan?. Aku percaya segala sesuatu pasti ada solusinya, termasuk tentang generasi kita ini.
Olehnya aku sangat mengapresiasi usaha seorang teman dan mereka yang peduli akan nasib generasi dengan mempersiapkan rumah singgah, membekali mereka dengan nilai agama-akademik-bahkan berwirausaha. Salah satunya dengan berjualan Koran atau makanan ringan. Mereka diajarkan untuk berusaha bukan malah justru mengandalkan kemampuan-kesehatannya hanya untuk meminta belas kasih orang-orang yang lewat disana. Rumah singgah ini memberikan mereka banyak hal, termasuk bagaimana mengajarkan mereka untuk hidup sehat dan teratur dalam hidup. Dan ini adalah bagian solusi, diantara solusi-solusi lainnya yang harus dipersiapkan. Bukan hanya dari mereka yang terpanggil, tapi juga pemerintah kita, agar kelak angka pengangguran dapat diselesaikan dengan bijak.
Suatu ketika aku iseng bertanya pada dua saudara kecil di jembatan penyeberangan di dekat Mall, Bertanya saat sang adik kecil menyodorkan tangan meminta sesuatu dariku.
“Adiknya sekolah?”
“Iya…” Ia mengangguk malu, melirik abangnya di tangga sebelah. Aku mengikuti arah matanya.
“Jadi setelah sekolah, langsung kesini?”
“Iya….” Jawabnya lagi. Jujur!
“Disuruh?”
“Iya…” Mengangguk cepat
Awalnya aku tak ingin berprasangka dengan orangtuanya, tapi next dari obrolan itu berlanjut, yang membuatku mengurut dada. Dua bersaudara itu ternyata ada karena disuruh harus berada disana oleh orang tuanya.
Salahkah?
Salah…menurut saya, sebab tanggungjawab orang tua bukan untuk menjadikan anak/generasinya sebagai barang komoditinya dalam mencari nafkah. Emang rezeki setiap anak sudah digariskan, tapi bukan ini caranya dengan menanamkan belaskasih orang lain sejak dini. Salah!
Pernah dilain kesempatan, saat melewati jembatan penyebrangan kembali, aku menemukan anak usia tanggung dengan wajah cemong, kaki seperti (maaf) cacat duduk meminta uang. Satu persatu orang yang lewat memberikan dalam bentuk kertas atau koin. Aku ikut memberikan karena kondisi sang anak yang memang harus dibantu kukira(saat itu).
Ajaibnya sorenya saat aku berada diterminal, aku bertemu dengan wajahnya yang sumringah membawa kantung plastic hitam, lalu berlari lincah naik ke atas angkot yang kutumpangi. (saat itu aku belum memiliki kendaraan)
Otakku cepat mengingat.
“Anak ini? Oh ya! Jembatan!”
Angkot melaju meninggalkan terminal, lalu saat berhenti di penyebrangan jembatan penyebrangan ia melompat turun, siap beraksi!
Tinggallah aku yang menggeleng-gelengkan kepala.
Jika begini, bolehkah aku bertanya? Pertanyaan sederhana buat diriku “Apa kabar generasi?”
Kedepan,
bukan generasi ini yang kita harapkan tumbuh bukan? Yang kita harapkan adalah generasi yang mau berkerja keras, tanpa harus meminta belaskasih orang lain.
Bukan generasi yang hidup dari hasil meminta, tapi dari hasil kerjanya
Bukan generasi yang bisanya memberikan kesan negative, tapi positif
Bukan generasi yang kehadirannya menjadi sampah masyarakat tapi mereka yang berguna dimasyarakat.

Terlepas darimana latar belakangnya, bisa karena hiduplah yang mengharuskan mereka untuk bertahan dengan cara seperti itu, atau karena alasan lainnya. Terlepas dari semua alasan itu, aku hanya berharap next generasi yang tumbuh dinegeri ini adalah generasi emas yang mampu membawa Indonesia lebih berwibawa dimata dunia.

Kostbirulangit27sept2015