Aku dan benda 14 inci itu
MIMPIKU terhalang karena tak memiliki sarana saat ingin memindahkan naksah dari buku untuk diketik menjadi naskah utuh. Itu terjadi disaat jelang semester akhir saat dimana gemuruh pada dadaku akan harapan-impian-dan cintaku akan naskahku tumbuh. Tumbuh greget justru saat-saat jelang penyusunan skripsi. Aku menyadari kekurangan orangtuaku untuk dapat memberikan sesuatu “mesin tik, computer atau laptop” hanya akan berhenti dianganku. Sebab yang pernah kubilang orang tuaku bukan lah bertitle borju dengan dompet tebal, dengan semua hal yang kami butuhkan ada saat meminta. Orang tuaku boleh tak borju, tapi insyaAllah mereka “borju” untuk urusan akhirat. Allah swt selalu punya rencana indah. Di tempat kuliah yang kebetulan saat itu aku menjadi pengurus BEM diberikan ruang dimana disanalah terletak benda 14 inci itu. Hitam dengan tuts-tutsnya yang berbunyi kencang. But dari sinilah seberkas harap yang masih tersisa bersinar terang. Aku mendapat restu untuk menggunakan computer BEM...