Selasa, 29 September 2015

Aku dan benda 14 inci itu




MIMPIKU terhalang karena tak memiliki sarana saat ingin memindahkan naksah dari buku untuk diketik menjadi naskah utuh. Itu terjadi disaat jelang semester akhir saat dimana gemuruh pada dadaku akan harapan-impian-dan cintaku akan naskahku tumbuh. Tumbuh greget justru saat-saat jelang penyusunan skripsi.
Aku menyadari kekurangan orangtuaku untuk dapat memberikan sesuatu “mesin tik, computer atau laptop” hanya akan berhenti dianganku. Sebab yang pernah kubilang orang tuaku bukan lah bertitle borju dengan dompet tebal, dengan semua hal yang kami butuhkan ada saat meminta. Orang tuaku boleh tak borju, tapi insyaAllah mereka “borju” untuk urusan akhirat.
Allah swt selalu punya rencana indah. Di tempat kuliah yang kebetulan saat itu aku menjadi pengurus BEM diberikan ruang dimana disanalah terletak benda 14 inci itu. Hitam dengan tuts-tutsnya yang berbunyi kencang. But dari sinilah seberkas harap yang masih tersisa bersinar terang. Aku mendapat restu untuk menggunakan computer BEM untuk menyambung mimpiku. Jadilah saat teman-teman pulang aku akan bertahan di kantor hingga jelang maghrib, atau jika libur kuliah aku akan tetap datang untuk menuntaskan semuanya. Tuts computer yang keras ini akhirnya membuatku berhasil merangkum sebuah novel mini epic pertamaku yang terbit berkala di halaman bulletin FIQ.
Ternyata batasku dengan si computer hanya beberapa pekan. Semua dikarenakan pergantian kepengurusan BEM. Aku dan teman-teman harus menyudahi masa jabatan karena memang harus sepenuhnya focus pada pengajuan proposal skripsi
Allah punya rencana indah lagi. Aku dipertemukan dengan seorang ibu yang kami sebut UMMI. Beliau punya mimpi yang sama denganku dalam dunia literasi. Beliau penjelajah mimpi yang penuh konsep. Beliaulah yang pertama kali mengajakku duet menyelesaikan novelette “Karena Cinta tak Melupakanmu”. Jika beliau sedang keluar kota atau akan melakukan perjalanan aku dipinta untuk menggunakan laptop beliau untuk melanjutkan gelegak mimpiku yang terus tumbuh. Bersama beliau kami pernah launching RUMAHKATA yang memfasilitasi santri yang ingin membaca dengan konsep ruang yang apik ditata dengan teman yang mencintai dunia teater. Laptop ini akhirnya menjadi teman suka-dukaku mewujudkan naskahku menjadi lebih cantik dan manis. Tak lagi berbentuk tulisan tangan yang besar-kecil dan tanpa warna tip x. (akh…rindu masa itu).
Namun lagi-lagi jodohku dengan sang laptop hanya sebentar, dikarenakan desakan rasa tak enak karena harus meminjam terus kepada beliau, meski beliau tidak mempermasalahkan. Lalu…akupun memutuskan berpisah dengan sang laptop.
Setelah itu aku dan teman-teman nyaris disibukkan dengan urusan kuliah yang semakin menuntut keseriusan. Hingga tahap bolak-balik bimbingan dengan dosen pembimbing. Tapi tetap…meski kuliah dengan kesibukannya berjalan, aku tetap berharap mimpiku menemukan muaranya kembali, hingga aku dapat tuntas menyelesaikannya.
Allah lagi-lagi menyapaku penuh cinta lewat teman kuliah yang juga keluarga jauhku. Ia mendapatkan laptop untuk kemudahan skripsinya dari suaminya. Jadilah dia meminjamkan aku laptopnya selama beberapa hari hingga naskahku selesai kuketik..

Alhamdulillah…
Mimpiku dengan novelku yang dipenuhi catatan sejarah panjangpun selesai. Kebanggaan itu hadir, memompa semangatku tumbuh tinggi dengan pondasi yang luar biasa. Setelah akhirnya naskahku sudah diketik rapi aku berazzam untum focus pada perkualiahan hingga akhir.
Catatanku tentang benda-benada ukuran 14 inci itu tetap akan menjadi kenangan terindah mewujudkan mimpi yang ternyata membutuhkan kerjakeras-kerja nyata-kerja ikhlas. Terlebih aku adalah orang yang harus bertanggungjawab untuk membuatnya selesai. Dan Alhamdulillah aku berhasil melewati rintangan itu satu demi satu.
“jika impian-mimpi itu kau miliki, pegang ia erat-perjuangkan ia penuh cinta. Insyaallah dengan sendirinya sang impian akan menemukan jalannya, seperti air yang menemukan arahnya kemana ia harus mengalir”
Semangat! Wahai pemilik impian!

Kostakhwat29sept2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar