Sabtu, 19 September 2015

(Novel) Gw Bilang Cinta - (3)



TIGA
              “kenapa bengong lagi?”. Tegur Zihan. mengibas-ngibaskan tangannya tepat di depan hidung Shila. Ashila menarik napas, melanjutkan lipatan mukena yang belum sempurna. Memasukkan mukena itu kembali pada tasnya.
              “Maaf”. Senyum Ashila beralih mengenakan kaos kakinya.
              “Kalau Aku temenin gimana?” tawar Zihan tulus dengan senyum. Ashila diam sejenak menatap mata bening Zihan. Sejenak dengan fikirnya, menimbang tawaran itu. Beberapa menit kemudian, Ashila  menggelengkan kepalanya tanda penolakan
              “Aku sendiri aja dech, Aku nggak mau menyibukkan kamu dengan tugas yang sudah menjadi amanah bagiku….”
              “Aku punya alasan, kenapa harus nemenin kamu…,” Tegas Zihan.
              “Tapi…”
              “Aku sahabat kamu, bukan siapa-siapa. Oke?….” Gemintang pada mata Zihan mengerjap. Ashila tak kuasa memudarkan gemintang itu meski satu cahaya saja. Pada akhirnya…
              “Hm, Oke…jika begitu.” Senyum Ashila akhirnya. Menarik kembali ucapan penolakannya. Shila tahu Zihan ingin membantunya agar semua dapat diselesaikan dengan baik, sesuai dengan deadline yang sudah disepakti. 
              “Zihan, itu…” Ashila menahan ucapannya.
              “Apa?”
              Ashila menggeleng. Tadinya ia ingin menanyakan alasan apa yang membuat Zihan tergerak untuk menemaninya mewawancarai Rizq. Ashila penasaran. Ya Ashila sangat penasaran dengan alasan itu, tapi Ashila tak ingin jawab itu sekarang. Ia akan mencari apa alasan itu sendiri, jika tebakan Ashila benar, mungkin jawaban itu adalah hal prinsip. Hm….Ashila menarik napas kecil pada Zihan yang mengkerutkan dahinya.
              “Nggak apa kok.” Geleng Ashila begitu mendapati tatap mata Zihan mengintrogasinya.
              “Serius?”
              “Duarius!” canda Ashila tertawa, melangkah beriringan kembali menuju kelas.
              “Aku tahu, kamu penasaran apa yang menjadi alasanku Shila…seperti tahunya Aku tentang kamu yang punya rasa penasaran tinggi akan sesuatu. kamu akan lebih mengerti jika menemukannya sendiri, tanpa harus menyimpulkan dari jawabanku. Maaf….” Langkah keduanya pun semakin dekat dengan pintu kelas 1 IPA. Tampak keriuhan dari dalam ruangnya.
              “Yee…Lo dari mana aja Girl`s?” sapa Zora menyodorkan dua minuman segar lengkap dengan kue basahnya. Sepertinya ia baru saja kembali dari kantin. Memberikan hak pada si kampung tengah miliknya. hehehe
              “Tumben Lo baik…” Ledek Shila mengulum senyum. “Yaah, memang dasarnya gue baik, kalli…” Zora membalas dengan pukulan kecil pada lengan Shila.
              “Kesambet apa sih?” Goda Zihan tak mau kalah, mengingat gosip yang beredar entah bersumber dari mana mengenai Zora yang ditaksir anak kelas III Bahasa. Zora menghembuskan nafasnya, memberikan klarifikasi.
              “Ini bukan karena siapa-siapa, apalagi karena gosip murahan dan tak bertanggung jawab itu. Ini murni karena Gue sayang Lo berdua yang belom sempat ngisi kampung tengah selepas rapat tadi..…” Ucap Zora membela diri akan gosip santer up to date di lingkungan skull.
              “Thank`s baby….” Mata Shila mengedip, manis.
              “Gue belum selesai ngomong say…”
              Zihan dan Ashila terkikik geli meihat tampang Zora yang kesal.
              “Lo berdua makhluq paling tega sedunia!” Serunya tiba-tiba.
              “Loch kok?” keduanya membeliakkan mata, memutar tubuh serentak. “Makhluq paling tega? Yang benar aja, Emang letak teganya dimana?” batin keduanya saling bertatapan.
              “Maksudnya?”
              “Lo berdua dari dhuha kan? Ko nggak ngajak-ngajak Gue?….” Protesnya kenceng. “Alamak! Ini yang dibilang tega?” keduanya membatin kembali.
              “Sorry, tadi kita berdua pada lupa. Lagian kamunya sih nggak nongol-nongol juga. Emang kamu darimana?” kali ini Ashila melemparkan tanyanya sekaligus menyelidik.
              “Gue….” Zora menggigit bibirnya, berfikir!
              “Hayoo…tega sapa coba?” celetuk Zihan menuju bangku di depan sekolah, Duduk  disana melahap snack dari Zora yang tengah mencibirkan bibir mengikuti langkah kedua sahabatnya. Ashila mengerling kearah Zihan melihat wajah menekuk milik Zora yang manyun kehilangan Mood.
              “Oke dech, ntar kalau kita mau shalat dhuha kita berdua miscall….” Ucap Ashila menepuk bahu Zora. Zora mencibirkan bibirnya. Sungguh! Inilah gunanya sahabat…saling berlomba bukan hanya dalam urusan akademik, tapi juga untuk urusan akhirat!
              Setuju? ^_*
              Ashila dan Zihan setuju bin sepakat. Kini yang terdengar hanyalah tawa, berderai penuh cinta.
(GBC)
              Ashila tenggah asik di depan Komputer membuat format pertanyaannya untuk Rizq. Katanya sih untuk jaga-jaga, siapa tahu aja Rizq ogah untuk diwawancarai langsung. Jadi selepas shalat dzuhur di musolla, Shila segera mengambil waktu makan siang untuk menyelesaikan amanahnya. Tepat jam 01:00 nanti pelajaran berikutnya akan masuk, maka jaminan menyelesaikannya ketika harus ditunda akan semakin tak jelas. Mengerjakan di rumah bukanlah solusi. Bagi Shila ketika di rumah, ia hanya ingin menghabiskan waktu bersama bunda, menemani bunda.
              “Lo disini?” sapa Zora disusul Zihan, melongokkan kepalanya pada tulisan dilayar computer yang hampir selesai.
              “Untuk Rizq?” sela Zihan bertanya, sembari menarik kursi, lalu duduk disisi kanan Ashila, Tak lupa menyodorkan menu lunch
              “Untuk kamu…”
              “Kita dah izin kok mo lunch ama Lo disini…” Zora bersuara, memutuskan kebingungan Ashila yang nampak dari alisnya yang bertaut aneh.
              “Yap! Nih pedoman untuk dia, al~nya Gue ragu….”
              “Oke…sedia payung sebelom hujan!” simpul Zora mengajak keduanya untuk lunch. Ada senyum ukhuwah pada wajah ketiganya.
              Ashila ainnazwa, gadis energic dengan mata bulletnya ini, menyukai dunia jurnalistik dengan segudang mimpi-mimpinya yang adakalanya membuat semua orang ragu, tentang apakah ia bakal meraih semua itu. Namun satu yang akan Ashila pegang, ia akan terus bermimpi, karena bermula dari mimpilah ada penemuan-penemuan fenomenal….inilah yang ia pegang! Dia percaya Allah akan menyimpan semua dan akan memenuhinya jika waktunya tepat. Yah itulah Ashila dengan mimpinya. Memberikan apa yang dibutuhkan, bukan apa yang diinginkan.
              Ashila suka memakai celana training dipadu baju kaos dua warna dan jilbab manis menutupi mahkotanya. Yang berbau sains pun menjadi daftar menu tetapnya! Dan dia adalah gadis yang memegang hal-hal prinsip dalam hidupnya! Dia mantan atlit basket yang mundur karena satu alasan dimasa seragam putih biru dulu.
              Zihan Raisya, gadis kalem dengan segala kemisteriusan yang mengantar Ashila dan Zora menemukan satu persatu puzzle-puzle kehidupan yang lebih bermakna, tentang kehidupan dan warna-warninya. Wajahnya oval dengan hidung bangirnya. Ia perpaduan Arab-sunda tulen, punya jiwa penyayang yang hebat! Dia juga memiliki daftar menu tetap seperti Ashila. Sama-sama suka sains. Bergabung di club jurnalistik yang sama dengan Ashila. Diam-diam dia adalah gadis yang mahir dalam tae kwon do! so hati-hati jika bertemu dengannya jika berniat tidak baik. Yakinlah ia akan beraksi jika melihat itu dengan pukulan mematikan miliknya.
              Zora Zivanka Zahir, gadis tomboy dengan rambut lurus dibiarkan terurai. Dia adalah atlit basket yang lihai, kapten basket putri  yang baik, namun bisa berubah galak jika berhubungan dengan dua sahabatnya. Matanya bulat dengan alis yang tebal….mahir mengutak-ngatik benda-benda elektronik! Daftar menu tetapnya pun sama dengan kedua sahabatnya. Sains!. Itulah Zora yang terkadang betah berlama-lama duduk dengan buku-buku sains berderet di depannya, menunggu sentuhan tangan lembut juga komat-kamit mulutnya. Sains seperti kerupuk baginya. yah, Zora dengan segala keunikannya.
              “Kapan mulai wawancaranya?” Tanya Zihan sembari membuka tutup botol minumnya. Meneguknya pelan, menunggu jawaban Ashila.
              “Secepatnya dah…al~nya aku nggak mau cap lelet ada dinamaku.”
              “Sip! Gue dukung Girl`s!” toas Zora berdiri sigap, merangkul keduanya. Sungguh, indahnya persahabatan itu dimulai disini, dari tiga manusia yang Allah pertemukan bermula dari korban MOS!
              “Oke deh, Gue balik ke kelas dulu bareng Zihan. Ntar kalau Lo butuh cari aja kita berdua…” ucap Zora menuju pintu. Ashila mengangguk mantap mengacungkan jempolnya. Ashila tinggal menyelesaikan satu tahap lagi untuk pedoman wawancaranya. Setelah itu baru ashila mencetak pedomannya segera.
              Karena Ashila sudah membuat agenda, begitu bubar sekolah ia akan segera mencari Rizq, menuntaskan amanahnya!. Amanah yang akan ia pertanggung jawabkan di depan personil tim mading sekolah. Yah…bukankah semua yang terlewat akan dimintai tanggung jawabnya? Seperti umur kita?setuju?!
              “Sip! Selesai!” soraknya menunggu hasil print terakhir. Begitu hasilnya selesai, ia segera melesat menuju kelas 3 IPA, mencari Rizq.
              “Rizqnya keluar tuh!” jawab teman sekelasnya tersenyum ramah.
              “Sepertinya ke lapangan basket!” celetuk yang lainnya. Ramah!. Karena keramahan yang lain inilah, terbersit Tanya pada benak Ashila “apa hanya Rizq ya yang angkuh?”. Batinnya tersenyum, pamit menuju lapangan basket dengan geraknya yang gesit. Tiba di depan kelasnya, Ashila ingat Zihan akan menemaninya menemui Rizq. Langkah itupun berputar 180 derajat, kembali ke kelas.
              “Gimana Girl? Dah selesai?”
              “Gimana Say? Jadi?” dua pertanyaan ini pun menggempur Ashila. Satu butuh anggukan dan satu butuh pengakuan!. Setelah menjawab keduanya, Ashila segera mengutarakan maksudnya.
              “Hm…sorry ya, kali ini Gue nggak bisa nemenin, al~nya Gue punya kerjaan penting dari pelatih basket! Ancur dah Shila….” Ini kata Zora dengan raut wajah penyesalan karena menolak ajakan Ashila. Ashila tersenyum, lantas menepuk bahunya keras.
              BUK! “ Ama aku mah santai aja kalli!” ucap Ashila, beralih ke Zihan yang mengerling berdiri, melangkah menuju pintu.
              “Yuk! Buruan sebelum mangsanya lari.” Ucapnya asal. Ashila segera meninggalkan Zora menyusul langkah Zihan yang sudah hilang dibalik dinding (emang hantu?).”
              Lapangan basket yang menjadi tujuan Zihan dan Ashila ada di belakang sekolah yang berseberangan dengan gedung serbaguna. Keduanya masuk lewat pintu samping, langsung menuju titik, dimana Rizq sang jawara tenggah mengambil ancang-ancang menembak bola menuju keranjang yang tergantung beberapa kaki dan beberapa meter darinya. Letih itu jelas disana, lewat peluhnya yang bermunculan, keluar dari dahi, begitupula punggung bajunya yang basah. ternyata seorang atlit itu begitu ya? Latihan dan latihan untuk hasil yang terbaik. Terlepas dari itu semua, jika tak sejalan dengan apa yang akan dituju, itulah takdir.
              “Shoot…………..”
              “Yes! Kita menang!”. Tepuk Tasya pada pundak Shila, begitu Shila berhasil memasukkan bola terakhir ke dalam keranjang yang menambah point bagi sekolahnya.
              “Alhamdulillah…kalli,,”. Senyum Shila, menghempaskan tubuhnya di kursi pinggir lapangan basket, begitu satu persatu penonton dari sekolahnya juga lawan meninggalkan lapangan.
              “Haus? Neh….” Sodor Tasya padanya. Ashila menyambut botol mineral tersebut dan meneguknya lancar.
              “Besok pertandingan. Kamu siap?”.
              “InsyaAllah…”. Angguk Shila, berdiri mengambil tas dan menyelempangkannya pada bahu kanan. Pergi menuju gerbang. Shila ingin istirahat.
              Keesokan harinya dengan senyum merekah indah pada sudut bibirnya, Ashila pamit pada bunda, dengan mencium kedua pipi bunda penuh cinta.
              “Do`ain ya Bun….biar Shila selalu sehat. He…he..”. Tawanya ringan. Bunda mengangguk pasti, mengantar langkah Shila menuju sekolah. Bunda tak tahu jika Shila akan bertanding hari ini.
              Ashila tiba di sekolah dalam keadaan lapangan basket full, sampai-sampai setiap sudut lapangan tak terlihat karena ditutupi dengan siswa-siswa yang hadir untuk memberikan semangat pada masing-masing Tim.
              “Shil, dah siap?” Tanya Tasya menghampiri Ashila, menyodorkan handuk kecilnya.
              “InsyaAllah Ya…” Ucap Ashila memimpin langkah menuju lapangan. Tasya mengiringi dengan was-was yang tiba-tiba muncul.
              Beberapa menit menunggu kesiapan masing-masing tim, akhirnya olimpiade dibuka. Ashila dan teman-teman mulai bergerak menuju tengah lapangan, saling menautkan tangan memberikan suntikan semangat.
              “Bismillah!” Koor seluruhnya, melibatkan Allah dalam segala kondisi dan tindakan apapun. Pertandingan pun dimulai dengan baik.
              “Ayo Shill…..”
              “Horeeeeeeeee.” Teriakan dukungan mulai riuh terdengar, dan bertambah riuh begitu Ashila dan teman-teman mampu memberikan nilai kembali dengan lemparan jitu dan drible yang oke.
              Pertandingan terus berlanjut, detak jam terus berputar tanpa henti, terus dan terus, sampai akhirnya tiba dimenit-menit terakhir. Bola kini berada di bawah penguasaan Ashila. Ashila bersiap melempar bola ke keranjang, ia melompat pelan, namun saat itulah, kram kuat pada persendian kakinya membuat ia terjatuh.
              BRUK!
              Tubuh Ashila terhempas. Bola mengelinding, namun sempat diambil alih oleh yang lain dan pada menit-menit tatkala lemparan itu mendekati keranjang, antara kekhawatiran teman-teman juga pendukung skull, Ashila pingsan bersamaan dengan lemparan Diandra yang tepat masuk ke keranjang yang membuat skull khatulistiwa unggul dari lawan.
              “Ashila, Alhamdulillah kita menang..” Peluk Tasya juga Diandra yang mengukir senyum pada bibir Ashila disela sakit yang terasa pada kakinya, di UKS saat Shila tersadar dari “istirahatnya”. Dan  kini senyum itupun mengukir, menyaksikan perjuangan seorang Rizq.
              “Shila, mau nunggu sampai kapan?” Senggol Zihan, membuat ingatan Shila buyar seketika, kembali focus pada tokoh antagonis di depannya.
              “Ehm!” deheman ini membuat konsentrasi Rizq hancur. Bola yang sedari tadi selalu masuk keranjang kini melesat, membentur bibir keranjang dan menggelinding persis mengarah menuju Shila dan Zihan. Menyentuh sepatu kets Zihan.
              Ashila tersenyum memungut bola, memutarnya dengan jari telunjuknya. Ashila sejenak lupa akan tujuannya begitu menemukan bola basket Rizq tadi. Ashila ingat saat-saat dirinya aktif dalam club basket sekolahnya dulu, hingga tanpa sadar mengeluarkan ciri khasnya sendiri, reflex tanpa ia ketahui juga. Sebegitu berartikah basket  untuknya?.
              Sebelum melemparkan bola menuju keranjang, Ashila pasti akan melakukan gerakan itu, untuk memancing konsentrasinya, lalu bergerak gesit melemparnya masuk ke arah keranjang basket! Rizq  yang melihat itu memicingkan mata, melangkah menuju Ashila yang santai berjinjit dengan gerakan cantiknya, memasukkan bola ke arah keranjang. Shoot! bola itu masuk dengan putaran yang cantik.
              Rizq menghentikan langkahnya, mengikuti bola yang melayang menuju ke keranjang. Lemparan itu tepat memasuki keranjang. Sempurna!. Ada senyum cantik pada sudut bibir Ashila. Ashila baru sadar ketika teguran Rizq datang dengan suaranya yang menusuk.
              “Mau pamer keunggulan?” Tatapnya dingin.
              “Hm…kirain Lo udah pergi Boy…sorry, bukan bermaksud untuk pamer keunggulan, tapi hanya untuk mengenang masa-masa “emas” dulu…” jawab Ashila cuek, dengan bahasa yang berubah menjadi “Lo-Gue”, menyodorkan walkmannya to the poin ingin membuka wawancara. Tapi….
              “Untuk apa?”
              “Buletin RG boy!”
              “Tentang?” Tanyanya sportif. Ashila melirik Zihan.
              “Kemenangan tim basket sekolah!” balas Ashila tak kalah sportif, mengimbangi Rizq. Profesional seorang Ashila sebagai tiem bulletin kini mulai tampak. Yah, Ashila berfikir setiap pekerjaan apapun, harus dihadapi dengan professional dan totalitas yang baik. Setuju?
              “Kalau Gue nggak mau?”. Jawab Rizq, pelan namun menyentak pada telinga Ashila. Ashila menarik senyum sinis, membalas ucapan Rizq, sekedar untuk mengimbangi.
              “Gue nggak rugi! Lagian apa susahnya sih, kan hanya sekedar menjawab doang!” Pancing Ashila dengan tangan menimang-nimang angket juga walkman.
              “Hm….”
              “Ya udah, kalau Lo ngerasa malu menjawab pertanyaan Gue, Gue tinggal nih walkman plus pedoman wawancara yang telah Gue buat, lagian sepertinya felling Gue bener neh….”
              “Maksud Lo?” Tatapnya penasaran akan maksud omongan Ashila barusan. Ashila menghembuskan nafasnya kuat, sebelum memberikan jawaban.
              “Lo bakal nolak boy! Semoga penolakan ini bukan karena gengsi!” menohok dan tajam kata-kata ini menukik tajam kearah hati Rizq. Rizq menahan diri dengan mengepalkan tangannya kuat. Ashila melihat itu menautkan alisnya seperti biasa. Jawaban atas herannya!
              “Sorry boy!” senyum Ashila, menyodorkan 2 benda yang ia sebutkan tadi. Rizq enggan mengambilnya. Ketika dua benda itu telah menyentuh tangannya, benda itu jatuh mulus…tak apa dengan pedomannya, tapi vatal untuk walkmannya.
BRUK!
Mata Ashila mendelik, begitu pula Rizq…sama-sama tersentak!
              “Hei…”
              “Sorry.” Jawab pendek Ashila menggidikkan bahu, mengambil langkah meninggalkan Rizq yang bertambah kesal.
              “Lo sengaja ya?”.
              Mulut Ashila menganga. “Sengaja? Duh, nggak niatan banget! Apa salah? Khan Gue menghindari tangan Gue bersentuhan ama dia..”. Bathin hati Ashila terus melangkah. Zihan menatap Ashila dengan tatapan tanya yang besar.
              “Shila ….”
              “Itung-itung nih politik balas budi…he..he…” geli Ashila terus melangkah. Cuek dengan apa yang menjadi tanya Zihan juga mungkin Rizq. Dengan ekor matanya, Ashila melihat Rizq mengambil walkman itu, membawanya beserta pedoman wawancaranya. Ada gerutu kecil terlahir dari lisannya.
              “Hm…ternyata…?” Ashila tersenyum menang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar