Senin, 31 Agustus 2015

Galaunya hati berharap pada manusia...




Ups!
Hari ini lagi-lagi wajah akhwat manis itu (kata orang begitu) kehilangan moodnya alias menjelma menjadi akhwat moody yang menyebalkan bagi sebagian orang tak terkecuali dirinya. Lihatlah, ia uring-uringan hanya karena menemukan jawaban tak puas dari atasannya yang super sibuk dengan urusannya yang menurutnya nggak kelar-kelar.
Pada akhirnya ia menarik kesimpulan sendiri…”Berharap pada Manusia buat stress! Berharap ama Allah Swt, nggak ada matinya!”
Ia merasakan itu, sakitnya hati saat apa yang ia harapkan hanya tetap pada angka “nol”, tidak berubah meski maju-mundur ia bertemu, menantang dua bola mata. Sebab ia malu dengan segala janji “kampanye” yang pernah disuarakan meski lewat bahasa iklan di radio atau bahasa slogan di brosur yang totally semua menjanjikan sesuatu yang belum ada gambarnya. Saat confirm sekalipun, mereka menolak saat sang akhwat bilang “jualannya keren’. Mereka bilang “niat”.
Hehe…sang akhwat ternyata egois! Tetap ngotot dengan memberikan batas waktu…
“Yaa udahlah…..berharap ama manusia pasti galau!” kata sisi hatinya.
“Tapi ini kan memang hak anak-anak itu dapat pengajar berkualitas…”
“But…datangi Allah Swt coba…ajukan proposal, do`a…dst..jamin deh segera tuh solusi segar datang. Nggak pakai sakit, galau, marah, emosi, dst…” sisi hatinya tersenyum.
‘Serius begitu?”
“Ya…”
“Boleh aku kabur dulu?’
“apa itu bagian solusi?”
(geleng kepala)
“Kalau gitu, jalani aja dulu…” #lirikMpudiseberangsana…(hello, assalamu alaikum..^_^)

Kamis, 27 Agustus 2015

Karena Cinta tak Melupakanmu (4)



EMPAT
“Ki-ta di-ma-na?”
Aku menatap wajah Cinta, mencoba menarik senyum meski hambar. Bagaimanapun juga pertanyaannya barusan menunjukkan bahwa alzemir telah membuatnya bingung, bahkan lupa kembali dalam bilangan menit.
Aku memapahnya memasuki pekarangan rumah mungil, sederhana milik kami. Masih terasa kenangan disetiap sudut rumah ini, kenangan yang hanya bias menjadi reminder bagiku, tidak bagi Cinta.
Tes!
Aku sukses membuat cinta menoleh, menatap airnmataku yang jatuh di atas punggung tangannya yang bersih. Bibirnya sedikit bergerak, dengan mata gemintangnya yang sorotnya mulai redup.
Aku cengeng bukan?
“A-ir?” Tanyanya pelan.
Cepat aku menghapus airmata yang menggenangi hingga mencipta kabur pada pandanganku. Aku mencoba mengalihkannya pada pertanyaannya tadi.
“Ini rumah kita. Ada aku juga kamu…”
Nafas cinta berhembus keluar, melewati sisi kanan kepalaku. Rambutnku sedikit bereaksi karenanya.
“Mas, biar saya yang bawa…”Suster Rita muncul, memberikan ruang bagiku, menumpahkan semua airmata di musolla kompleks yang tak jauh dari rumah. Disanalah aku bersujud memohon kekuatan agar pundakku tetap mampu memegang amanah ini, menemani cinta hingga nanti, merawat cinta kami hingga nanti.
“Saya tahu anda akan lelah nantinya. Tapi mereka, pasien alzemeir butuh orang hebat untuk mengerti keadaan mereka, kondisi mereka. Tetap buatlah reminder setiap hari buat ibu Nirwana Wangi..”
          Harapan…
          Inilah yang kubawa keluar musolla dengan utuh. Harapan yang kugantungkan hanya padaNya untuk semua hal yang akan kuhadapi ke depan. Tentang kesabaran yang wajib kumiliki agar tetap selalu dapat mendampingi cinta.
          “Mas, Cinta sudah tidur”
          “Terimakasih Sus..”
Suster Rita pamit kebelakang. Aku melafal basmalah, masuk ke kamar kami. Suster Rita benar. Cinta sedang terlelap dengan wajah babynya. Tak kutemukan ada penyakit dari raut wajahnya. Dia masih seperti cinta yang dulu. Menggemaskan dan selalu kantung rindu buatnya terisi penuh. Kukecup keningnya dengan bismillah, sebelum akhirnya aku meninggalkannya untuk menemui dokter Ehsan seperti janjiku padanya tadi.
Kutitipkan cinta pada Suster Rita untuk tak jauh darinya, agar saat ia terbangun ia tak panic hingga terjadi sesuatu padanya.
          “Sus, sediakan buah buat cinta ya. Seperti biasa dia suka apel.”
***
          “Obat yang saya berikan rutin diberikan?” Dokter Ehsan bertanya padaku, sesaat setelah beliau menunjukkan hasil diagnose akhir cinta.
          “Ya dok..”
          “Fungsi obat itu hanya menghambat lajunya perkembangan alzemeir. Kemungkinan untuk normal kembali sedikit kemungkinannya untuk bahasa kedokteran. Tapi untuk bahasa keyakinan sesuai pemahaman kita, tidak ada yang mustahil bagi Allah untuk menyembuhkan segala penyakit. Allah yang memberi, insyaallah jika Allah berkenan Allah juga yang akan mengangkatnya” Dokter Ehsan memberikanku motivasi panjang pada sharing seasion kali ini.
          “Bagaimana dengan anda?” aku menghela nafas, membalas pertanyaan dokter Ehsan. “Alhamdulillah stabil dok..”
          “Itu penting! Jangan sampai pasien alzemeir panic atau ketakutan. Sebisanya tetap tenang menghadapi mereka. ini berat, namun saya yakin ini amanah buat anda.., hari ini saya berikan obat Rivastigne, galantamine, dan donepezil[1] berikan sesuai yang saya sarankan..”
          “Dok, kata suster Rita saat cinta di asrama dia sering sekali mengalami insomnia. Katanya efek samping obat-obat ini. Apa itu tidak menimbulkan bahaya pada pasien?”
          “Seperti yang saya bilang, obat ini menghambat lajunya saja. Sudah pasti punya efek samping. Selain insomnia, ada saat dimana pasien akan terdengar mengeluh sakit kepala, kram pada otot, mungkin juga diare, mual, dan rasa lelah yang panjang..”
          “Sebenarnya yang ampuh bukan obat ini.”
Alisku bertaut, mata elangku lurus menatap dokter Ehsan. Mungkinkah kekinian telah menemukan obat baru yang lebih baik? Pikirku.
          “Yang ampuh itu, do`a anda dan keluarga…”
          Jawaban dokter Ehsan kuaminkan. Sebab memang apa yang beliau katakana semua benar. Saatnya bergantung pada manusia diturunkan kadarnya, lalu naikkan kadar berharap padaNya.
          “Oh ya, dok…untuk shalat cinta tak pernah lupa bahkan akan waktu-waktunya. Dan satu lagi…dia akan mengingatku cepat saat mendengar satu surah yang pernah kami baca..” aku menyampaikan semua yang nyaris terlupa pada dokter Ehsan. Ada gema takbir pada suara dokter Ehsan saat aku menyampaikannya.
          “Ini bukan karena obat…ini karena Allah! Kerjanya Allah. Bukan obat-obatan ini! Jadi, tugas anda saat ini mengawasi, mendampingi istri”
Dokter Ehsan menjabat tanganku akrab, sebelum aku beralih menuju pulang. Hari ini dan esok, cinta adalah prioritas bagiku, amanah bagiku. Aku melangkah menuju parker sambil mengaktifkan HP yang sengaja ku nonaktifkan selama sharing. Saat kubuka, SMS ata nama Suster Rita muncul pertama kali.
Mas Bayu, ibu datang
Membacanya aku yakin inilah masa ujianku berikutnya.


[1] biasanya digunakan untuk menangani penyakit Alzheimer dengan tingkat gejala awal hingga menengah

Berapa gajimu?




Hari yang membahagiakan bagi seorang karyawan (biasa)nya ada di awal bulan dalam setiap bulannya. Bukan karena mendapatkan hadiah besar atau jalan-jalan plesiran ke luar negeri. Itu karena isi ATM yang tadinya minim angka tiba-tiba menjadi angka maksimal. Atau bagi yang tak punya ATM tiba-tiba memperoleh amplop cokelat dan dompetpun berisi tebal.
Yaah…manusiawi-lah itu saya kira. Namanya juga hidup, semua pasti membutuhkan uang untuk menunjang kebutuhan primer maupun sekunder. Namun terkadang uang itu hanya sekedar mampir di dompet.ATM, tiba-tiba sudah beralih kepemilikan karena ini-itu.
Suatu ketika saya pernah ngobrol santai di angkot bersama satu orang ibu. Bercerita ringan tentang “apa sih rezeki itu?”

“Kadang kita menyimpan uang yang banyak, tiba-tiba saudara kita atau yang lain butuh. Maka uang yang kita simpanpun beralih menjadi milik mereka..”
“itu karena uang itu bukan milik kita, bukan rezeki kita..jadi usahlah disesali..”
Saya tersenyum kala itu. Membenarkan sepenuhnya apa kata sang ibu.
“Konsep saya sederhana bu. Yang saya minta bukan berapa banyak uang yang harus saya miliki, tapi yang saya minta adalah ketika saya butuh apapun, insyaAllah selalu ada..butuh-ada”

“Disanalah saya belajar indahnya bersyukur…”

          Terkadang justru kita dihadapkan pada pertanyaan “Stt, berapa gajimu?” sepenting itukah gaji kita untuk diketahui orang?
Tidak salah sih…tapi pentingkah untuk diketahui?

Menurut saya bukan itu yang penting. Yang penting adalah seberapa besar syukur terucap saat mendapatkan kisaran gaji itu. Dalam setiap gaji yang kita peroleh, ada ha mereka disana untuk diinfakkan, disedekahkan. Jadi jika menemukan orang yang membutuhkan maka berilah sesuai kemampuan. Jikapun tidak, maka sampaikan penolakan secara halus.

Intinya yang penting bukan pertanyaan “berapa gajimu,” tapi berapa besar syukurmu?”


Kamp-timur, 28august2015

Pentingnya komunitas




Mood memang selalu maju-mundur. Olehnya mood sebagai penulis memang harus tetap dijaga agar benar-benar mampu teratasi. Salah satunya adalah dengan bergabungnya seorang penulis pada sebuah komunitas yang juga berada dijalur yang sama. Apa fungsinya?
Fungsi komunitas mampu menstabilkan mood saya kira. Sebab motivasi akan terus hadir saat kita membaca setiap oretan mereka. alih-alih kita akan terpacu untuk dapat (juga) produktif meski hanya satu tulisan atau beberapa kalimat dalam sehari. Bukan hanya menjadi pembaca saja, tapi juga menjadikan komunitas sebagai tempatnya belajar-tempatnya share. Mengapa?
Sebab kualitas seorang penulis dilihat bukan hanya produktifnya dia melahirkan sebuah karya, tapi juga bagaimana seorang penulis mampu men”cerdaskan” dirinya dalam olah kata-. Tak berpuas diri hanya karena sudah (merasa) berhasil menulis beberapa judul artikel, esai dll.
Penulis harus kaya. Kaya imaji, kaya kreatifitas, kaya akan teman-sahabat-kaya akan komunitas. Tak susah menemukan komunitas menulis saat ini. Banyak komunitas yang ramai berbicara tentang genre kepenulisan-melahirkan karya sastra untuk Indonesia, baik yang memang serius menekuni lalu menjadikannya sebagai prioritas atau hanya karena hoby dalam merangkai kata menjadi bahasa yang bermakna.
Kehadiran komunitas inilah yang saya katakan penting untuk produktifnya seorang penulis. Sebab motivasinya akan lebih banyak hadir justru dari mereka, rekan seprofesi, selain tentunya factor diri yang juga besar pengaruhnya *next kita akan bahas masalah ini
Pada komunitas pulalah, kemajuan kita akan bertambah. Mungkin saling membedah karya yang akhirnya memberikan saran berlimpah. Disana kitapun mampu menuangkan ide-segar, saling bertukar kisah-cerita.

Karbugh, 27august20158.21pm