Senin, 21 September 2015

(Novel) Gw Bilang Cinta - selesai



Selesai
              09:00 pagi, tatkala masuk areal parkir Real Generation, semua akan langsung tahu, apa perhelatan yang akan diadakan didalam sana, diaula yang sekelilingnya dipenuhi pohon pinus juga pepohonan rindang serba hijau. Alami. Pada dinding bangunan lantai dua, sebuah spanduk besar terpampang jelas. Spanduk yang menggambarkan akan perhelatan akbar itu.
              “Silahkan bubuhkan signaturenya disini ibu, bapak…” Ucap Zihan lembut dengan senyum yang terus menerus di setorkan. Zora yang berdiri disampingnya sampai bete berat karena bibir juga wajahnya kaku dituntut untuk senyum dan senyum.
              “Han, Gue capek senyum mulu…” Bisiknya membuat Zihan mencubit paha Zora dari bawah.
              “Apaan sih….”
              “Ini nih personality plus, membahagiakan siapapun, jangan milih dunk! Emang Lo mau pake senyum hanya untuk cowok doang, atau orang-orang yang respek ama Lo?” Balas Zihan ketika beberapa tamu terakhir sudah melangkah mendekati aula.
              “Nggak gitu juga kale….” Protes Zora memainkan bibirnya. Jika seperti itu ia teringat Shila yang selalu mengatakan buncis tatkala wajahnya tertekuk bête dan nyaris tanpa senyum. “Buncis! Emang lo napa betah banget sih betenya…?” Tanyanya dengan senyum, dengan tangan yang refleks mencubit kedua pipi Zora tanpa ampun hingga merah itupun menjadi Nampak pada wajahnya.
              “Melamun lagi? Kemarin yang eror Shila, sekarang kok jadi anti sih?’” Introgasi Zihan, memutar kursinya, menghadap Zora yang hanya memewekkan bibirnya.
              “Kangen Shila,masuk yuk…” Tariknya tiba-tiba. Zihan menggeleng, menunjuk buku tamu, juga pintu masuk menuju aula yang kini tengah kembali didatangi dua tamu yang tak lagi asing.
              “Eh tuh kan tante yang yesterday-yesterday ketemu dibutik, bareng om itu juga..” Bisik Zihan dengan bahasa inggris yang nyeleneh, menunjuk arah pintu gerbang dimana keduanya muncul. Zora memutar arah kepalanya, mengangguk cepat.
              “Assalamu`alaikum tante, om…”Senyumnya lebar. Sampai Zihan terkikik geli melihatnya.
              “Acaranya kapan?”
              “Dah mau dimulai sepertinya, tapi arasumbernya lom datang tante, om…”
              “Oh, thanks ya atas infonya..” Senyum sang Tante dengan wajah manisnya, ada yang beda pada tampilannya dengan yang kemarin. Hari ini ia berjilbab anggun, sekilas ada kemiripan dengan Ashila, yah 11, 12 lah…
              “Syukron..”
              “You are welcome…” Balas Zora mengiringi langah keduanya. Selepas keduanya masuk, zihan juga Zora menyusul masuk kedalam.
              “Liat nggak tante Rein itu, mirip Shila kita?” Bisik Zora pada telinga Zihan, memperhatikan tante Rein yang duduk dengan Om Alif.
              “Anti, seperti kenal banget sih?”
              “Ini juga Gue liat dibuku tamu honey, makanya tau namanya..” Protesnya dengan mata terus memandang kearah tante Rein juga Om Alif.
              “Ya iyalah, memang setiap manusia yang diciptakan Allah punya qarin kan?” Ucap Zihan meluruskan, tapi tetap juga matanya selingkuh kearah tante Rein, seperti Zora, melupakan sejenak wajah sang MC manis dengan balutan jilbab coklat yummynya, lengkap dengan mayones pad senyumnya yang merekah sempurna yang siap membuka acara dengan gayanya yang keren.
              Acara pun dibuka dengan baik oleh Shila dengan gaya bak aristocrat dengan nada bicara layaknya host terkenal dunia dengan senyum yang tak sedikitpun hilang dari sana. Ia nyaris terlihat seperti seorang putri dengan ratusan mata yang kini hanya tertuju padanya, tak terkecuali sepasang mata elang milik Rizq yang ternyata hadir karena ketertarikannya akan acara ini.
              “Antum kenapa Akh?” Tanya Zaldy menyikut lengan Rizq yang duduk dengan mensidekapkan tangannya pada dadanya, yang disana juga terselip bulletin terbaru RG yang ternyata waktu terbitnya dimajukan untuk menyemarakkan acara talkshow.
              “Oh, nggak, Gue hanya liat MC yang sudah menulis hasil wawancara Gue dengan sempurna, seperti dirinya yang berusaha sempurna diatas panggung.”
              “Yah, orang yang menyadarkan Ana akan sebuah keputusan berharga tanpa plin-plan. “Antum pemimpin ROHIS, ngapain pake ragu memutuskan sesuatu? Pertimbangkan dengan matang tanpa menyakitkan kedua belah  pihak, terlebih Allah karena Antum menjalankan amanah dengan cara abu-abu, nggak pede dengan keputusan sendiri. Antum berhak makanya dapat kepercayaan seperti itu” Sengit Shila ketika bertemu di koridor antara kelas III Ipa dengan ruang OSIS, sehabis Rapat tentang acara Talkshow.
              “Hebat…” Angguk Rizq, membuka profil bulletin RG yang menampilkan dirinya, dengan seragam basket bersama timnya.
              “Real Generation , memang bukan sekolah unggulan, namun ia mampu menunjukkan sinarnya, mencoba menjadi yang terbaik dari  hari kehari. Semua dibuktikan dengan kerja keras yang ada, sebagai penguat tiem, seperti kemenangan olimpiade basket yang akan menambah prasasti sejarah RG, oleh mereka generasi nyata dari RG yang mampu menunjukkan bahwa mereka mampu menjadi pesaing.
              Rizq sebagai kapten mampu membawa RG dengan baik dalam masa kepemimpinannya, tentunya senua berjalan seimbang antara usaha, doa juga tawakkalnya.
              Untuk kalian, semangat ya! Be strong!
              Tulis Shila pada paragraph pertama, membuat Rizq menarik senyum tipisnya, teringat masa-masa peloncoan MOS dulu yang benar-benar menguras energinya, emosinya atas sikap Shila yang open mount tanpa henti tatkala ada yang nggak beres dengan keputusannya yang kala itu terjadi karena dorongan emosi yang sangat.
              “RG bangga punya dia…” Bisik Zaldy, menatap panggung yang kini telah memasuki puncak acara, bedah buku.
              “Oke, inilah saat yang ditunggu, narasumber kita mba reinsyaron akan mengajak kita semua masuk pada dunia katanya. Mari kita sambut Mba Reinsyaron!..” Ucap Shila, mengitari ruangan dengan pandangan mata bulatnya, mencari narasumber yang ia sebutkan, begitu Reinsyaron naik panggung, Shila bengong sesaat.
              “Sekilas kok mirip Gue ya?” Bathinya sejenak, tapi setelah itu ia menggidikkan bahunya, nggak ambil pusing. Kan setiap orang punya tujuh kembaran. Fikirnya menuju belakang panggung.
                        “Buku ini hadir sebenarnya murni untuk menghibur diri saya juga kakak sulung saya yang lama tak menemui anaknya yang seusia kalian semua, hari ini. “Nyayian rindu” dipersembahkan untuk dia, yang kami rindukan..” Ucap mba Rein, menatap wajah Shila yang muncul kembali membawa satu botol air mineral, lalu beralih pada penonton siswa-siswa RG, juga om Alif yang ia maksudkan yang terlihat mengangguk dengan mata berkaca dibalik kacamata berframe coklat miliknya.
              Om Alif terus mengikuti acara itu, sampai ia tersentak begitu memperhatikan wajah Shila yang tersenyum di sisi panggung, memang wajah itu nyata mirip Rein, seperti analisis Zora. Pelan Om Alif berdiri, melangkah menuju keluar dari tempat Acara, mendekati kepala Yayasan Real Generation yang menyambut jabat tangannya hangat.
              “Boleh saya Tanya tentang latar belakang MC hari ini?” To the point Om Alif melemparkan pertanyaan, yang membuat wajah kepala Yayasan heran.
              “Memangnya ada apa dengan Ashila?” Tanyanya menatap wajah Om Alif yang terlihat menarik napas dalam, sebelum memberikan keterangan.
              “Dia mengingatkan saya pada putri saya…”
              “Nama lengkapnya Ashila Ainnazwa, putri dari pemilik butik Ainnazwa, Bunda Fathiyah Chairis Ainnazwa.” Lengkap kepala Yayasan memberikan keterangan.
              “Anak berbakat yang menjadi ikon RG sebenarnya, suka debat juga orasi..”
              “Chairis?”
              “Yah…” Angguk kepala ketua yayasan, yang sentak mengingatkan Om Alif dengan wajah Bunda yang cantik penuh wibawa.
              “Terimakasih Informasinya Pak…”
              “Sama-sama Pak…”
              Om Alif kembali ketempat duduknya, memperhatikan Shila yang asyik dengan obrolan pentingnya bersama panitia lain.
              “Rein, dia putri Airis..” SMS singkat ini Om Alif kirimkan pada mba Rein yang tengah mempresentasikan bukunya. Mba Rein yang membaca isi singkat SMS itu tersentak sejenak, lalu kembali normal mengingat ia tengah berada didalam sebuah acara resmi sekolah.
              Subhanallah….
              Alhamdulillah….
              AllahuAkbar….
              Bisik hati Mba Rein, begitu Shila muncul kembali dihadapannya, memeluknya hangat, dengan senyum optimisnya yang membuat Mba Rein terharu.
              “Syukron Shila…” Peluknya hangat, lama sekali. Shila adalah anak yang menginspirasinya untuk berhijab, sejak bertemu sekilas di Bandara soekarno saat Shila menjalani studi banding ke luar Jakarta, di area parkir bandara beberapa tahun yang lalu. Sebuah pertemuan awal yang merupakan takdir, bukan kebetulan. Dan kini, Shila didepannya berdiri tegak dengan menebar senyum, tak mengerti makna air mata yang keluar dari dua mata cantik mba Rein yang menatapnya haru. Ada apa ini? Bathin Shila kembali melempar senyum, memeluk Mba rein sebelum turun kembali dari panggung, berbaur dengan teman-teman sesama panitia yang lain.
              “Semangat Tante!...” Bisik Shila melepas pelukan Mba Rein, melanjutkan kembali tugasnya hingga tuntas. Berusaha memberikan yang terbaik semampu dirinya. Maka bagaimana hasil akhirnya, Shila serahkan semua pada penilaian Allah saja, karena Allahlah yang akan mengirimkan jawaban itu dari lisan mereka, teman-teman sesama panitia juga civitas akademika Sekolah Real Generation.
(GBC)
              Acara talk show jurnalistik berjalan lancar dengan apa yang telah Ashila dan yang lain agendakan. Mulus dan mengasikkan. Sepekan setelahnya, ujian nasional diadakan untuk kelas 3 IPA dan BAHASA. Otomatis kegiatan belajar sekolah diliburkan, dan sejak itulah, Ashila tidak pernah bersua kembali dengan Rizq dan teman-temannya yang lain, namun Shila mendapatkan kejutan, perhatian penuh dari Mba Rein juga Om Alif yang selalu muncul disekolah disaat-saat Shila rehat dari kesibukan sekolah yang bejibun untuknya. Persiapan perpisahan anak-anak kelas 3, persiapan ujian sekolah, kenaikan kelas dan banyak lagi.
              “Shila…” Mba Rein muncul dengan Om Alif ketika kepala Shila benar-benar full peningnya.
              “Wah Mba, Om.. kebetulan neh, Shila lagi error berat…” Celetuk Shila, membuat bibir Zora maju beberapa senti, begitupula Zihan yang hanya melirik sebentar, melanjutkan mengotak-atik rumus buatannya yang belum kelar sedari tadi.
              “Benar nih mba, ngerjain math dah banyak, apalagi IPA, tapi aneh ya, otaknya tetap mumet and loading dengan rumus-rumus ini. Sedari tadi Gue ajak maem juga masih bête mulu, sampai ngantuk neh liat moodnya yang hancur berantakan..”
              “Lagi futur Om, Mba, biasa banyak jobnya..” Pungkas Zihan, menutup bukunya, memperbaiki letak duduknya. Zihan tiba-tiba pengen tahu sedikit tentang Mba Rein juga Om Alif.
              “Mba, lama-lama Mba Rein benar-benar seperti duplicate nih sama Shila, memangnya Mba nggak liat ya? Tuh, alisnya aja mirip Om Alif, menyatu dengan alis sebelahnya..” Tunjuk Zihan pada wajah Shila yang memasang wajah betenya yang nyebelin.
              “Ya iyalah mirip, yang mendesainkan sama, sang maestro tak ada duanya, Allah Swt the best!” Ucap Shila, yang sejujurnya juga heran, kenapa dirinya begitu mirip dengan wajah Mba Rein juga gaya bicara Om Alif. “Jangan-jangan Gue? Ah, mimpi apa Gue, ngebayangin mereka family dari ayah yang nggak pernah muncul buat Gue? Huf… Bathin Shila, menatap wajah Om Alif yang sudah berumur, ditaksir umur Om Alif sekitar 47 atau diatas dari itu, hm…cocok dipanggil ayah..Bathin shila lagi, Shila terus memikirkan itu dengan otak kirinya yang difungsikan penuh. Sampai, nama Bunda tertera dilayar SE miliknya.
              “Ass Bunda sayang…”
              “Woah, gini nih kerjanya Bunda, belum fit benar dah mau sidak ke Bandung, memangnya kenapa sih Bun?”
              “Khan bisa nanti Bun, sama-sama Shila setelah ujian, libur bareng Zora juga Zihan..”
              “Serius nih Bun?”
              “Oke, Shila setuju, abis ujian. Key bunda sayang?”
              “Sip! Waalaikum salam bunda…”
              Shila menutup handphonenya pelan, diiringi senyum yang muncul sempurna, membuat Zora manyun begitupula Zihan. Keduanya tahu, seperti apapun bad moodnya bila mendengar suara bunda, seketika semua bebannya pergi, say good by untuknya, liat aja tuh, wajahnya dah normal kembali.
              “Cie yang baru denger suara bunda, semangat neh…”
              “Yaiah Gue semangat, Gue hanya punya Bunda dan Lo berdua”. Ungkap Shila menarik senyum. Om Alif juga mba Rein hanya bisa saling pandang.
(GBC)
              “Ya… sekolah jadi beda, nggak ada makhluq-makhluq tuh.” Ucap Zora begitu memasuki gerbang sekolah setelah liburan. Ashila menghela nafas. Ada satu yang belum pernah ia sampaikan pada Rizq. Satu ucapan yang mewakili semua. Ucapan terimakasih atas pertolongannya perihal skors beberapa bulan lalu. Dan helaan itu memancing dua kepala yang sedari tadi melongok bak kucing  menatapnya.
              “Anti kenapa say?”
              “Gue baik-baik aja! Key? Hanya lega karena sekolah dah masuk kembali, dan kita bertiga dah nggak duduk dikelas 2 lagi…” alihnya dengan kerlip bintang cemerlang pada matanya. Ketika matanya beralih kedepan, didepan kelas barunya, Azura dan kawan-kawan telah siap dengan spanduknya.
“WELCOME TO CLASS 2 IPA FREN!” sambut sorak Azura dan yang lain, membawa spanduk kreasi dadakan. Beserta kertas warna-warni yang disemburkan kepada ketiganya. Sungguh indah fren! Dan ..
              “Hai Shila, Mba ngajar sastra di sekolah ini…”
              “What?” Delik mata Shila begitu melihat Mba Rein muncul dengan senyumnya yang merekah dibalik jilbab coklat susu yang ia kenakan, Happy dan Happy, itulah rasa Shila sekarang happy menuju jenjang yang lebih menantang. Happy!
              Inilah masa indah SMA, bersama teman-teman melukis kenangan yang akan menjadi pemanis menghadapi hari. Ada ukhuwah disini. (Bagaimana dengan kenanganmu fren?)

























Tidak ada komentar:

Posting Komentar