Senin, 14 September 2015

Allah cinta padaku (Part 2)




Menuliskan pengalaman adalah bentuk dedikasi bahwa aku mencintai potensi yang Allah berikan padaku. Kali ini aku menemukan bahwa memang aku membutuhkan Allah lebih dari sekedar dari apa yang aku pikiran. 
Hari ini aku menjadi ojek buat adikku yang sedang hamil 5 bulan. Usia yang riskan untuk segala kemungkinan yang ada. Olehnya kehati-hatianku atasnya sangatlah luar biasa. Aku harus berhati-hati memacu si Hadid untuk sang calon baby/calon generasi.
Selain berhati-hati menjaganya, aku pun harus professional masuk kerja sesuai dengan jam yang sudah ditentukan. Dengan bismillah, selepas shubuhku, akupun berharap Allah Swt memudahkan jalanku pagi ini untuk pekerjaanku, dan juga untuk keamanan dua orang yang ikut denganku.
Awal keluar dari zona aman good-them, aku menemukan pertolongan Allah langsung terbuka untukku. Sepanjang jalan Allah Swt bukakan kelapangan untukku. Bukan hanya kelapangan jalan, aku pun tak terhambat dengan lampu merah untuk berhenti berikut kemacetan yang biasanya terjadi disetiap ruas jalan.
Sepanjang jalan hanya desis syukurku bahwa Allah Swt memberikanku banyak kemudahan, disaat dimana aku selalu memberikan pembelaan atas apa yang aku lakukan atas perintahNya. Lalaiku akhirnya menjadi kisah renunganku saat kupacu Hadid dengan cepat. Allah Swt sudah begitu banyak memberikan aku kemudahan-jalan keluar-hadiah- tapi lihatlah aku. Aku masih menemukan diriku selalu menghitung apa yang aku kerjakan untuk agamaNya, yang seharusnya disaat yang sama aku harus lebih menyampaikan syukurku. Sejenak aku terlempar pada kisah tauladanku. Tentangnya yang tetap mengejar pahala meski jaminan syurga jelas dimatanya, garansi atasnya. Jawaban pada shiroh yang pernah disampaikan padaku adalah jawaban terbaik yang pernah aku dengarkan. Apa yang beliau lakukan adalah bentuk kesyukuran. Salahkah? Tidak!
Mengapa? Karena memang seharusnya itulah yang harus kita miliki. Hamba yang jelas-jelas dijamin syurga aja masih melakukan kewajiban-kewajibannya dengan santai-penuh pengabdian-penuh kesyukuran, lalu kita yang sudah jelas jaminannya tak ada, apa masih merasa cukup dengan shalat kita yang tergesa? Tadarrus kita yang hanya sebulan sekali? Kebaikan yang dihitung?. 
Inilah potret diri kita, diri saya, diri kalian…
Kita yang terlampau sibuk untuk membaca pesan Allah Swt, pesan cintaNya meski sederhana. Maka dari catatan ini aku ingin berbagi bahwa Allah benar-benar cinta pada HambaNya, cinta padaku, pada kalian semua.
Lalu, apa yang dapat kita berikan sebagai bukti cinta padaNya, jika shalat tepat waktupun lalainya luar biasa?
Catatanharianku, sumber belajarku
Kamp-Thim 15sept2015  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar