Kamis, 10 September 2015

Bidadari Terakhir (?)




Ada yang lucu hari ini saat pembelajaran bahasa di kelasku yang berlangsung seru, saat membahas tentang sebuah film yang katanya di ambil dari kisah nyata kota Balikpapan.
“Ini kotaku..” Kata seorang siswa….
“Ih kok bisa ya? Film seperti itu menjadi film perdana kota ini?”
Tidak ada yang salah dari komentar siswaku, diruang bahasaku. Mereka sedang belajar mengkritisi sesuatu yang dilihat dari sudut pandang moral/etika. Sebab karena kacamata mereka seorang siswa maka wajar saat mereka menyampaikan kekecewaannya atas film ini. Film yang bukan mengangkat sisi manfaat bagi negeri, tapi malah mengangkat sisi “hitam” dari sebuah permasalahan-sebab-musabab- masalah.
Saat ini negeri kita sudah capek dibully oleh masalah-masalah yang muncul di masa pemerintahan kali ini yang berimbas pada rakyat bahkan pelajar kita, maka kehadiran film ini disaat emosi rakyat belum selesai bukanlah solusi. Kalau film ini memuat sesuatu yang heroic, tentang ajakan menjadi remaja-masyarakat-pemuda yang berguna, penuh manfaat, maka bolehlah sebagai hiburan, penawar dahaga dari tumpukan masalah negeri yang belum juga tutup buku atau menyampaikan kisahnya dengan happy ending.
Tentang film ini sudahku dengar gaungnya beberapa bulan lalu, saat beberapa bagian masyarakat Balikpapan menyampaikan boikotnya untuk film ini. Namun ternyata apalah artinya sebuah kata boikot, saat hanya sebagian orang yang menolaknya, maka jika hanya sejumlah siswa saja yang menyuarakan keberatannya, jika pemerintah tidak mengambil peran, maka biarlah lisan dan fikir mereka yang melakukannya. Sebuah hadits abadi hingga kini menyampaikan…..”…Jika kemungkaran tidak dapat dicegah dengan tangan/perbuatan/tindakan, maka cukuplah kalian/kita semua menolaknya dengan hati kita….”
“Serius itu, judulnya bidadari terakhir?” Siswaku yang cerdas itu, bertanya demikian. Aku menarik senyum. Mencerna pertanyaan sederhana miliknya.
“Bidadari untuk apa dan siapa?”
Apa ada yang salah dengan pertanyaan di atas? Tidak sama sekali!! Sebab latar belakang film ini menyampaikan tema yang sudah salah bagi pikiran mereka “PSK!”
Ini hanya obrolan ringan jeda istirahat di ruang kelas Bahasa milikku. Penting bagi seorang pendidik menyampaikan informasi pada generasi hal-hal baru yang dapat menjadi pembanding mereka.  Tapi, saya menyakini saat mereka terbiasa untuk dijadikan “teman sharing” maka mereka akan belajar bagaimana menyikapi sesuatu dengan kebijaksanaan yang mereka miliki.
Hari ini akhirnya cukup membuatku menyusuri langkah dengan ringan sepanjang jalan bebatuan kreasi siswaku. Pertanyaan yang kupahami maknanya “Bidadari?” bukannya bidadari adalah kata yang bermakna positif dan patut disandingkan bagi wanita-wanita suci yang menjaga harga diri dan martabatnya? Bukan sebaliknya? Inilah yang pada akhirnya dapat kuramu dalam pikirku. Inilah (mungkin) maksud siswa cerdasku di ruangkelasku.
@catatanpagiku_11Sept2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar