Senin, 21 September 2015

(Novel) Gw Bilang Cinta - 6



ENAM
              Ashila masuk ke dalam kelas dengan wajah yang sumringah seperti biasa. Sesulit apapun, exspresi dari wajahnya tidak akan berubah, walau ia telah berusaha menampakkan wajah memelasnya. Ashila memang beda. Kata bunda, ia persis ayah, yang bisa menetlarkan hatinya dengan segala bentuk rasa. Ya, benar-benar cerah!
              Anti dari mana aja say?” sapa Zihan, melangkah menuju Ashila. Ashila menjawab dengan lirikan. “Ya biasalah ngejar deadline RG, dengan Mr Rizq!”
              Dapet?”
              Nggak!” jawab Ashila dengan binar mata beningnya.
              Truz?” Tanya Zora yang mengangkat kepalanya dari meja. Dan bad mood itu pun terlihat memudar dari wajah cantiknya yang dipenuhi jerawat sebesar kacang hijau.
              “Dia akan berikan ke Gue kalau Gue bisa ngalahkan dia dalam pertandingan basket satu lawan satu.”
              “Yee gile banget! Truz Lo jawab apa?”
              “Gue terima!”
              “Lo kan nggak bisa basket Girl….enak banget sih makhluq tuh, ini nggak fear dengan Lo dong!. Dia sih enak, karena itu “menu”nya….awas ya!” greget Zora mulai berdiri.
              “Lo mau kemana?” cegah Ashila cepat. Semua bisa menjadi fatal, kalau Zora sudah seperti itu. Ia sangat anti dengan segala hal yang menyinggung sahabatnya. Dan salah satunya adalah ini.
              “Gue yang akan gantikan Lo Girl….”
              “Kalau Lo yang gantiin Gue, maka hasilnya akan beda cin…Gue nggak akan dapet hasil wawancara itu. Lagian, Gue bisa kok….”
              “Lo bisa basket?”
              “Club basket putri khatulistiwa, Lo tau kan? Club Lo juara kedua, setelah Club Gue.”
              “Lo?”
              “Stt….masa lalu…,”
              “Tapi?” lirik Zora pada kaki Ashila. Ashila tersenyum. “Dah sembuh kok.”
              Helaan nafas lega itu pun lahir bergelombang dari hidung Zora, walau masih ada rasa khawatir pada wajahnya akan Ashila, akan cidera lama yang ada. Dan pada benaknya, ia tidak akan melepaskan Rizq jika terjadi sesuatu dengan sahabatnya. Ini tekad Zora yang nggak bisa dibayar kredit!
              “Kita latihan bareng yuk!” ajak Ashila pada Zora yang langsung mengiyakan. “Oke! Anggap aja ini pemanasan untuk Lo….” Senyumnya.
(GBC)
              Ashila tengah befikir bagaimana cara agar bunda memberikan izinnya untuk tantangan Rizq. Ia tengah berfikir keras, sampai ide itu terlintas pada benaknya. Dengan senyum cerah, Ashila keluar mencari sosok yang begitu dikaguminya itu. Bunda dengan sentuhan sayang  dan tatapan cintanya.
              “Bun…”
              “Ya sayang….” Senyum bunda mengukir menatap Ashila yang melangkah menujunya. Ashila pun duduk dihadapan bunda dengan tenang. Inilah ashila dengan kecerdasan emosinya yang bergerak statis.
              “Bun, potensi itu amanah Allah khan?”
              “Ya.” Sportif Bunda menatap kerlip bintang dimata sulungnya yang tercinta.
              “Jika Allah memberikan kesempatan untuk itu, apa pandangan bunda?”
              “Hm….menurut bunda, nggak salah kok.” Senyum bunda kembali merekah. Manis!
Ashila menimang-nimang ucapan terakhirnya, dengan mata yang tak terlepas dari memandang bening mata bunda yang menyorot teduh.
              “Ini mengenai Shila bun….shila…,” mengalirlah semua yang telah lewat dari bibirnya pada bunda. Mengalir bebas tanpa ada yang tersembunyi. Terjun bebas terkendali. Lancar! Mata bunda menatap Asila kembali, setelah Ashila tuntas menyampaikan semua. Dan detik ini adalah detik yang membuat Ashila nerveus, yang berbeda dengan segala moment. Nerveus yang padanya ada kekhawatiran mendung itu hadir pada wajah terkasih bunda.
Satu detik, dua detik…..hingga lima detik…, bibir tipis  itu pun bersuara.
              “Bunda faham sayang… faham dengan gejolak yang tumbuh pada hati Shila. Dan bunda tidak punya haq untuk menghalangi Shila, selama itu yang terbaik untuk Shila, namun bunda pinta satu hal sayang…jaga niat Shila untuk tantangan ini. Shila bukan sombong untuk menerimanya, tapi karena Shila ingin menjaga amanah yang diberi untuk Shila, disamping Shila ingin mematahkan egonya.” Sampai disini bunda menarik nafas. Ashila terus menunggu putusan terakhir bunda. Walaupun dari omongan tadi terlihat alamat perizinan itu telah ada, Ashila tetap menunggu ucapan terakhir bunda.
              “Bunda izinkan sayang….” Putus bunda bijaksana.
              “Bunda!” peluk Ashila reflex. Bunda mengusap kepala itu lembut. Ada do`a yang ia lafalkan pada ubun-ubun Shila. Do`a yang selalu bunda dengungkan disetiap sujud panjangnya. “Terima kasih Bunda!” ucap Ashila kembali.
              Semangat itu pun hadir bergelombang pada hati juga geraknya. Cepat Ashila menuju telepon, menghubungi dua sahabat sejati yang menunggu kabar darinya dengan hati kebat-kebit. Dan atas nama ukhuwah….hamdalah itu pun lahir dari bibir Zora dan Zihan.
              “Alhamdulillah Gilr!”
              “Alhamdulillah Say….!”
Ucap keduanya haru dari telepon. Memang selalu ada jalan jika dimuarakan pada sang pemilik hati. Yaa musarifal qulub, tsabbit qalbi `ala thoatik”   
(GBC)
              Rabu, sesuai yang dikatakan Rizq, Ashila di dampingi dua best frennya melangkah menuju lapangan basket, dimana Rizq menunggu. Mata Ashila terbeliak, melihat suasana lapangan yang ramai. Bahkan tim cheerleaders sekolah yang amit-amit cabang bayi yang di komandoi Keisya hadir sebagai tim “sorak-sorak” atas nama Rizq. Ashila pias….tantangan atau apa neh? Pikirnya. Zora dan Zihan pun tak kalah terbeliaknya.
              “Sepertinya dah dipersiapkan matang-matang neh….”
              “Gue temui Rizq dulu!” putus Ashila melangkah menuju ruang ganti cowok. Tepat ketika Ashila masuk, Rizq muncul dengan wajah mengeras, membuat Ashila heran sejenak melihat reaksi Rizq yang diluar dari kebiasaannya yang ngebosy. “Ada apa dengan dia, emang apa urusan Gue?” Bathin Ashila menggidikkan bahu.
              “Sorry, Gue pikir, Lo pasti mau protes dengan jumlah manusia-manusia itu kan?” tebaknya galau dengan kostum basket putih birunya to the point sebelum bibir Ashila berucap tentang itu. Ashila mengangguk sigap. Analisis manusia ini pun kembali benar.
              “Itu bukan mau Gue. Itu….” Kebingungan ingin menjelaskan dari mana Nampak jelas dari bahasa tubuhnya. Ashila menunggu itu dengan mata memincing, namun jawaban itu tak kunjung keluar.
              “Jadi?” kerut didahi Ashila betambah kentara. “Ide siapa dunk!? Gila tau dengan jumlah yang membludak, padahal ini hanya pertandingan antara Gue dan Lo kan? Belum lagi adanya cheerleaders itu….” Ucap Shila akhirnya dengan tatapan mata memicing, iseng Shila teringat ungkapan illusionist Indonesia “Tatap mata saya..” (he…he….)
              “Jadi?” kerutan itu kini berpindah pada wajah tampan kearab-araban itu. Rizq juga tersentak dengan apa yang disampaikan Ashila kepadanya. Cheerleaders?
              “Gue yang pinta!” suara yang begitu Ashila kenal muncul dari arah dimana Ashila masuk tadi. Dia dengan wajah angkuhnya melangkah menuju Ashila dan Rizq. Ashila mendengus kuat.
              “Keisya?” Pastinya dengan tatapan yang berpindah arah focusnya.
              “Gue.”
              “ Lo nggak mikir apa? Gue menerima tantangan Rizq karena hasil wawancara Buletin GB yang harus Gue  kejar…Lo gimana sih, Lo wakil ketua OSIS atau apa? Emangnya apa pentingnya sih untuk Lo?”
              “Karena Gue yakin Lo bakal kalah ama Rizq yang selalu menang.” Ucapnya pede kelas kakap, yang nggak tahu apa yang terjadi antara Shila juga Rizq. Rizq jengah dengan omongan ini, itu kentara dari pandangan tak sukanya kearah Keisya.
              “Mau jadi tim sukses nih? Sorry ya Kei, ini bukan ajang untuk unjung kebolehan, hanya sekedar pertandingan persahabatan, itu saja, nggak lebih. Key?” Tatap Shila dengan panjang lebar.
              “Mau Lo apa?” Rizq angkat suara, suara yang tadinya bingung kini mulai menunjukkan siapa dirinya, diri seorang Rizq yang ngebosy!
              Ngedukung Lo.” Senyumnya ke arah Rizq yang berulang kali menarik nafas dan menghembuskannya kembali. Ashila menggigit bibirnya bingung, memilih mundur dari aura perang mulut, mundur dengan berharap kebaikan, mengalah untuk menang, melangkah keluar dari ruang ganti itu. “Gini neh kalau dah dibutakan hatinya ama cinta, semua halal….” Bathinnya terus melangkah. Tidak mau capek mikirin keduanya.
              “Gue nggak butuh dukungan!” ucap tegas Rizq melangkah keluar menyusul Ashila. Langkah tegapnya terus mengejar langkah Ashila yang berbelok menuju jalan setapak yang memotong arah lapangan basket yang dipenuhi siswa-siswa RG. Ternyata mobilisasi dari orang berpengaruh yang memiliki jabatan, cepat terealisasinya di banding dengan orang yang hanya menjadi bawahan. “Huf inilah potret negeri Gue…” Bathinya terus melangkah, tak menyadari langkah Rizq yang mengikuti.
              “Shila…”
              “Yah..” Jawab Shila memutar arah menghadap Rizq.
              “Sorry….anggap aja Lo menang. Nanti hasilnya Gue beri secepatnya pada Lo.” Ucapnya, pada Ashila, lalu pergi begitu saja, membuat Ashila bertambah bingung. “Ada apa sih dengan nih orang?” batinnya kembali menatap langkah tegap Rizq.
              “Sorry juga! Antara kita kan dah sepakat, bahkan bawa saksi segala…Gue pikir kita tetap main, main dalam artian menggugurkan tantangan Lo. Gimana boy?” Seru Ashila. Rizq menahan langkah, berputar mencari kesungguhan pada kerlip bintang mata Ashila. Tak perlu waktu lama untuk jawaban Rizq, karena langkah yang tadinya menuju kelas, berbalik menuju lapangan basket. Ashila mengikuti dengan langkah biasa dan santai.
              Keisya mengikuti dengan senyum samar.
              Rizq telah siap mendrible bola di tengah-tengah lapangan, ketika Ashila masuk dengan tampilan yang baru. Memakai seragam club basket Zora dengan jilbab hitam yang meliuk cantik diterpa angin pagi. Ketika peluit pertama di bunyikan, permainan pun dimulai. Dengan lincah dan gesit, Ashila berkelit dari segala trik Rizq. Waktu yang diberikan pada pertandingan ini hanya  30 menit. Waktu yang cukup panjang menurut Ashila.
              15 menit Rizq telah berada tiga angka di atas Ashila. Ashila menarik senyum disela embun yang mulai bermunculan pada wajahnya, yang bersinar diterpa cahaya matahari. 15 menit harus Ashila kejar. Ashila benar-benar exstra siap. Energinya kembali bangkit berjalan seimbang dengan emosinya yang bergerak statis, yang padanya melahirkan permainan anggun. Rizq sedikit kewalahan menghadapi Ashila, ditengah sorakan penonton yang kian gila, juga dengan teriakan club Keisya yang menyebut namanya tanpa henti, nyaris membuat sisa waktunya kehilangan konsentrasi.
              Pada detik-detik mendekati akhir, Ashila telah berhasil mengejar angka yang diperoleh Rizq. Ketika angka telah sama, penonton kembali riuh, bersorak dengan nyaring. Bola kini berada ditangan Rizq. Rizq berlari gesit menuju keranjang. Ashila menghadang dengan lompatan gesit. Memukul bola dengan telapak tangannya. Bola yang tadinya mengarah kearah ring, kini hanya bisa menyentuh bibir ring.
              Desahan nada tak puas itu pun terdengar seperti lebah disekitar penonton. Penonton bertambah riuh ketika melihat waktu yang kini tinggal beberapa menit. Siapa pemenangnya belum terlihat. Ditengah senyum Rizq yang mengembang, begitu pula Ashila dan dua shohibnya dipinggir lapangan, ada satu wajah yang kehilangan senyuman yang sedari tadi merekah. Keisya dengan segala keangkuhannya!.
              Bola kini berpindah ke tangan Ashila. Ashila bergerak gesit menghindari Rizq. Sepintas Ashila menebak, gerak Rizq sedikit terkontrol, sepertinya ada yang ia jaga dalam permainan ini, Ashila akan mencari jawabnya nanti, setelah ia terlepas dari pertandingan.
              Rizq terus menghalangi Ashila dengan gerak yang tidak kalah gesit. Mendekati menit terakhir, kebolehan Ashila kembali muncul. Dengan gerakan cantik, ia memutar bola diatas jari telunjuknya, menatap lurus pada ring bola, disela hadangan Rizq yang semakin waspada. Begitu celah itu terbaca, dengan lompatan anggun, Ashila menembak bola dari jarak 5 meter. Semua mata kini menuju bola yang melambung menukik lurus kearah ring…dan detik ini adalah detik yang mencengangkan…bola itu masuk mulus, menandakan Ashila unggul dari pada Rizq.
              “Ya…..” teriak histeris fans Rizq dengan lengkingan memprihatinkan. Ashila mengucap leganya kuat, melangkah menuju Zora dan Zihan yang bersiap memeluknya. Namun….
              “Tunggu!” Ashila menoleh sigap, menatap Rizq yang melangkah kearahnya. Tidak ada wajah hilter disana, apalagi fir`aun….
              “Selamat untuk Lo….” Ucapnya mengatupkan tangannya didada. Ashila bengong! Jawaban atas penasarannya tadi terjawab. Ternyata Rizq itu….
              “Oh…thank`s, tapi Lo ikhlas neh?” canda Ashila menutupi rasa kagumnya.
              “Gue ikhlas kok, nih hasil wawancara Gue, plus walkmannya…” sodornya pada Ashila. Ashila menyambutnya hati-hati. Begitu keduanya telah berpindah tangan, Ashila berbalik meninggalkan Rizq segera, menuju Zora dan Zihan yang tersenyum aneh tapi nyata.
              “Yee…Lo katakan cinta ya?” kerling Zora nakal. Ashila membeliakkan mata…”Gila banget analisis nih orang!” batinnya, melotot kearah Zora. Zora terkikik.
              “Gue bilang cinta? Lo gila apa? Mangnya Gue cewek apa say?”
              “He..he… canda girls, abis romantic pisan….” Godanya lagi. Ashila menghembuskan nafas menatap Zihan yang tersenyum manis kearahnya.
              “Sip, akhirnya hasilnya keluar, dan Lo telah memperlihatkan permainan yang cantik.” Ini kata Zihan merangkul Ashila. Ashila balas merangkul Zihan, dan mulai meninggalkan Zora.
              “Hei….tunggu Gue dunk!” Lengkingnya. Ada ukhuwah pada tawa ketiganya. Erat simpulannya pun bertambah dan terus bertambah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar