Berapa sih harga airmata?
Mungkin airmata tidak berharga sama sekali, sebab ia tak memberikan nominal/jumlah
Mungkin dia tak berharga sama sekali meski ditimbang dengan emas sekalipun,
tapi, bagiku airmatamu berharga...
Berharga untuk ditumpahkan hanya karena rasa sakit, kecewa dan patah hati.
Sangat berharga kalau ditumpahkan untuk masalah sepele putus cinta..
Harga airmata, tidak bernilai disisi manusia.
tapi, bagi Allah...airmatamu berharga!
Dengan airmata kamu mampu mendapatkan syurga!
Kenapa? kok bisa?
Karena saat airmata jatuh karena takut kepadaNya, maka nerakapun enggan menyentuh.
Airmatamu mampu memadamkan amarah Allah Swt dan memadamkan api yang bergolak,
saat ia tumpah karena rasa takut PadaNyA.
Berharga bukan?
"STOP menumpahkan airmata untuk mereka yang tak menghargaimu!"
"Allah Swt menghargaimu lebih dari mereka, so, palingkan cinta untukNya"
Muhasabahcintadipagiku
Aku belajar aksara dan berteman kata untuk membuat sepiku pergi. Aku merangkai kata, bersahabat dengannya untuk mengusir jenuhku. Aku ingin tetap menulis, meski sepiku dan jenuhku hadir
Selasa, 06 Oktober 2015
Rindu itu...
Rindu itu tak melulu bicara airmata
Rindu itu paket harapan yang bersatu dengan cinta
Rindu itu tak melulu bicara "I miss You"
Rindu itu tak melulu harus disuarakan,
Rindu itu meski tak kau suarakan,
ia akan tetap ada di sini, pada hatimu,
pada bait doamu.
lalu, Rindu itu adalah anugerah dimana engkau dapat mendoakkannya dalam dekapan hangat,
lalu biarlah rindu itu tetap ada, pada setiap lembaran doa.
Rindu itu paket harapan yang bersatu dengan cinta
Rindu itu tak melulu bicara "I miss You"
Rindu itu tak melulu harus disuarakan,
Rindu itu meski tak kau suarakan,
ia akan tetap ada di sini, pada hatimu,
pada bait doamu.
lalu, Rindu itu adalah anugerah dimana engkau dapat mendoakkannya dalam dekapan hangat,
lalu biarlah rindu itu tetap ada, pada setiap lembaran doa.
cinta itu...
Cinta itu tentang percaya
Cinta itu tentang rasa nyaman
dan cinta itu tentang bahagia
Catcil rinduku...
Cinta itu tentang rasa nyaman
dan cinta itu tentang bahagia
Catcil rinduku...
Rabu, 30 September 2015
Pst…besok kiamat!
Jika
aku mengatakan “besok kiamat…” Apa aku layak dipercaya? Atau apakah
pernyataanku membuat dunia heboh, atau penduduknya was-was setiap detik, menit,
dan jamnya? Aku tak tahu pasti. Tapi yang kutahu media begitu hebat bahkan
lebih hebat dibandingkan Tuhan. Media mampu menciptakan “sensasi” maha dasyat
hingga urusan perkara penting sepenting kiamat mampu diprediksi.
Masih
ingat banget dengan ramalan suku maya beberapa tahun silam akan kiamat yang
akan terjadi. Wesh!...seperti anak panah yang di lepaskan, bermula dari ramalan
yang muncul di media maka dunia heboh. Bahkan beberapa negera mempersiapkan
bekalnya, khawatir kiamat akan mengambil kesenangannya ^6^ atau semua semakin
diperparah dengan munculnya film yang berisi tentang kiamat.
Aku
ikut menyaksikan pertunjukan media yang super heboh, dengan film yang kokon
katanya memberikan rasa takut pada golongan manusia. Justru bulan September yang
menurut pendapat dan lagi-lagi di”telurkan” oleh media akan kiamat, sudah
kuhitung mundur..tapi, kata siapa kiamat? Itu kata media. Lalu apa kata Allah?
Artinya: (Yaitu) pada
hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran- lembaran kertas.
Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan
mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.
Al
anbiya 104
“Sesungguhnya
Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat.” (Luqman 34)
“Mereka menanyakan
kepadamu tentang kiamat: ‘Bilakah terjadinya?’ Katakanlah: ‘Sesungguhnya
pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang
dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat
(huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan
datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba.’ Mereka bertanya kepadamu
seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: ‘Sesungguhnya
pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui’.” (Al-A’raaf: 187).
Kiamat
itu rahasia Allah Swt. Bukan milik manusia juga makhluk lain. Kalau cirri-cirinya
memang sudah terjadi yang akan semakin mendekatkan kita pada hari itu, KIAMAT. Tapi
bukan September atau bulan lainnya yang seenaknya saja di buat. Kiamat itu
pasti, sangat pasti….tapi kepastiannya bukan dan tak harus ditanyakan pada
ramalan apapun, atau omongan siapapun selagi dia bertitle manusia dan hamba
Allah.
Jadi
kalau aku berbisik “besok kiamat” percaya kagak?
Kalau
tidak berarti kita semua percaya bahwa kiamat rahasia Allah! jadi jangan pernah
ketelan ama gossip yang muncul tentang perkara KIAMAT lagi, ya!.
Selasa, 29 September 2015
Aku dan benda 14 inci itu
MIMPIKU
terhalang karena tak memiliki sarana saat ingin memindahkan naksah dari buku
untuk diketik menjadi naskah utuh. Itu terjadi disaat jelang semester akhir
saat dimana gemuruh pada dadaku akan harapan-impian-dan cintaku akan naskahku
tumbuh. Tumbuh greget justru saat-saat jelang penyusunan skripsi.
Aku
menyadari kekurangan orangtuaku untuk dapat memberikan sesuatu “mesin tik, computer
atau laptop” hanya akan berhenti dianganku. Sebab yang pernah kubilang orang
tuaku bukan lah bertitle borju dengan dompet tebal, dengan semua hal yang kami
butuhkan ada saat meminta. Orang tuaku boleh tak borju, tapi insyaAllah mereka “borju”
untuk urusan akhirat.
Allah
swt selalu punya rencana indah. Di tempat kuliah yang kebetulan saat itu aku
menjadi pengurus BEM diberikan ruang dimana disanalah terletak benda 14 inci
itu. Hitam dengan tuts-tutsnya yang berbunyi kencang. But dari sinilah seberkas
harap yang masih tersisa bersinar terang. Aku mendapat restu untuk menggunakan computer
BEM untuk menyambung mimpiku. Jadilah saat teman-teman pulang aku akan bertahan
di kantor hingga jelang maghrib, atau jika libur kuliah aku akan tetap datang
untuk menuntaskan semuanya. Tuts computer yang keras ini akhirnya membuatku
berhasil merangkum sebuah novel mini epic pertamaku yang terbit berkala di
halaman bulletin FIQ.
Ternyata
batasku dengan si computer hanya beberapa pekan. Semua dikarenakan pergantian
kepengurusan BEM. Aku dan teman-teman harus menyudahi masa jabatan karena
memang harus sepenuhnya focus pada pengajuan proposal skripsi
Allah
punya rencana indah lagi. Aku dipertemukan dengan seorang ibu yang kami sebut
UMMI. Beliau punya mimpi yang sama denganku dalam dunia literasi. Beliau penjelajah
mimpi yang penuh konsep. Beliaulah yang pertama kali mengajakku duet
menyelesaikan novelette “Karena Cinta tak Melupakanmu”. Jika beliau sedang
keluar kota atau akan melakukan perjalanan aku dipinta untuk menggunakan laptop
beliau untuk melanjutkan gelegak mimpiku yang terus tumbuh. Bersama beliau kami
pernah launching RUMAHKATA yang memfasilitasi santri yang ingin membaca dengan
konsep ruang yang apik ditata dengan teman yang mencintai dunia teater. Laptop ini
akhirnya menjadi teman suka-dukaku mewujudkan naskahku menjadi lebih cantik dan
manis. Tak lagi berbentuk tulisan tangan yang besar-kecil dan tanpa warna tip
x. (akh…rindu masa itu).
Namun
lagi-lagi jodohku dengan sang laptop hanya sebentar, dikarenakan desakan rasa
tak enak karena harus meminjam terus kepada beliau, meski beliau tidak
mempermasalahkan. Lalu…akupun memutuskan berpisah dengan sang laptop.
Setelah
itu aku dan teman-teman nyaris disibukkan dengan urusan kuliah yang semakin
menuntut keseriusan. Hingga tahap bolak-balik bimbingan dengan dosen
pembimbing. Tapi tetap…meski kuliah dengan kesibukannya berjalan, aku tetap
berharap mimpiku menemukan muaranya kembali, hingga aku dapat tuntas
menyelesaikannya.
Allah
lagi-lagi menyapaku penuh cinta lewat teman kuliah yang juga keluarga jauhku. Ia
mendapatkan laptop untuk kemudahan skripsinya dari suaminya. Jadilah dia
meminjamkan aku laptopnya selama beberapa hari hingga naskahku selesai
kuketik..
Alhamdulillah…
Mimpiku
dengan novelku yang dipenuhi catatan sejarah panjangpun selesai. Kebanggaan itu
hadir, memompa semangatku tumbuh tinggi dengan pondasi yang luar biasa. Setelah
akhirnya naskahku sudah diketik rapi aku berazzam untum focus pada perkualiahan
hingga akhir.
Catatanku
tentang benda-benada ukuran 14 inci itu tetap akan menjadi kenangan terindah
mewujudkan mimpi yang ternyata membutuhkan kerjakeras-kerja nyata-kerja ikhlas.
Terlebih aku adalah orang yang harus bertanggungjawab untuk membuatnya selesai.
Dan Alhamdulillah aku berhasil melewati rintangan itu satu demi satu.
“jika
impian-mimpi itu kau miliki, pegang ia erat-perjuangkan ia penuh cinta. Insyaallah
dengan sendirinya sang impian akan menemukan jalannya, seperti air yang
menemukan arahnya kemana ia harus mengalir”
Semangat!
Wahai pemilik impian!
Kostakhwat29sept2015
Senin, 28 September 2015
Belajar dispilin dari shalat
DISIPLIN
itu sederhana, sangking sederhananya hanya orang tertentu yang dapat hidup
diatur dengan kedisiplinan. Banyak artikel yang menuliskan tentang manfaat
disiplin dalam segala hal dapat memberikan efek yang sangat baik dalam
pekerjaan apapun. Bahkan beberapa Negara menerapkan kedispilinan adalah hal
yang sangat penting dalam tatanan negaranya. Sebutlah Negara itu Jepang, dengan
luas wilayah yang tak sebesar Indonesia, tak strategis Indonesia, juga sangat
berpotensi akan bencana dibandingkan Indonesia. Tapi, lihatlah, diantara dua Negara
ini malah justru Jepanglah negera Asia yang pertama kali masuk dalam jajaran Negara
maju, bukan Indonesia. Padahal Indonesia punya banyak plus yang seharusnya bisa
menempatkanyya sebagai Negara Maju.
Jepang
luar biasa disipilin bahkan Negara ini menerapkan disiplin dimulai dari budaya
antre. Antre adalah kebiasaan yang luar biasa melatih kesabaran. Bayangkan sosok
kita yang antre dikasir pembayaran saat belanja bulanan. Setiap beberepa detik,
mata kita akan mengamati orang yang berada di depan kita, melihat daftar
belanjanya yang memenuhi troli, saat tak sabar maka kita pasti akan bergeser,
pindah mencari antrean yang lebih sedikit. Benar? Yup! Saya pelaku dari orang
yang tak sabar saat antre. Nah, ternyata bedanya kita dengan Jepang adalah,
Jepang lebih dini diusia dini sudah mengajarkan kedisiplinan pada generasinya. Sedangkan
kita belajar disiplin sambil lalu saja, bukan menjadi hal penting.
Terlepas
dari itu, Jepang dan Indonesia memiliki plus-minusnya masing-masing. Sudah pasti
punya cara bagaimana membawa penduduknya menjadi Negara yang memiliki harga
diri dimata dunia. Benar? ^_*
Kita
tinggalkan Jepang dengan budayanya, kita tinggalkan Indonesia dengan
kebiasaannya.
Dalam
Islam ada sesuatu yang menjadi rutinitas wajib bagi seorang Muslim/muslimah
yang harus didirikan beberapa kali dalam sehari. Rutinitas yang merupakan wujud
cinta hamba pada penciptanya. Rutinitas yang kelak merupakan amalan pertama
yang akan ditanyakan dalam “List” pertanggungjawaban.
Apa
itu? Shalat!
Shalat
wajib dilakukan dalam 5 waktu berbeda. Bahkan diantara waktu-waktu ini ada
waktu dimana lelah seseorang, malas
seseorang hadir hingga membuat enggan/lalai dari kewajiban ini. Lalu apa
hubungan antara disiplin dan shalat?
Esensi
shalat selain merupakan wujud cinta-penghambaan kepada Allah Swt-wujud
kesyukuran, sesungguhnya ia memberikan pelajaran bagi yang (mau) belajar akan
banyak hal. Shalat melatih dispilin seseorang. Bayangkan! Shalatlah yang
membuat seseorang harus bangun lebih awal dishubuh hari, bahkan sebelumnya
dijam dini hari saat sebagian masih terlelap. Dan ini bukan perkara mudah,
meski menurut sebagian orang dipilin itu mudah. Bangun tepat waktu di jam 04.45
untuk shubuh, tak semua mampu melakukannya. Jika pun melakukannya bisa jadi
molor beberapa menit. Mereka yang tepat dalam pola waktu di sepanjang 5 waktu
shalat sesuangguhnya mereka adalah orang yang dispilin-komitmen-sabar.
Saya
saja berusaha untuk tepatwaktu-dispilin dengan latihan shalat ditepat waktu
sangat tertatih-tatih mengikuti ritmenya, terkadang masih molor beberepa menit.
Perkara waktu shalat bukan manusia yang menetapkan, tapi langsung Allah swt
yang memberikan titahNya. Bukan buatan manusia yang dituding oleh beberapa
orang diluar sana. Shalat merupakan perkara penting antara hamba dan
penciptanya. Shalat memberikan didikan yang luar biasa, saat ingin serius
mempelajarinya.
Jika
kita sudah mampu mendisiplinkan shalat kita dengan ketepatan waktu, insyaAllah
kita akan menemukan diri kita memiliki komitmen-kesabaran untuk disiplin dalam
segala hal. Sebagai tahap Awal, yuk kita latihan tepat waktu dalam shalat kita
selama seminggu kedepan. Jika berhasil tingkatkan menjadi 2 pekan,
selenjutkanya 3 pekan, empat pecan dan seterusnya hingga ia menjadi kebiasaan
yang bukan lagi dianggap sesuatu/rutinitas yang membosankan bahkan menciptakan
kemalasan.
Kost
pelangi #atasnamacinta29sept2015
Minggu, 27 September 2015
Passion such as favorite fruit
Beda redaksi kalimat maka beda pula apa yang akan menjadi pandangan orang lain.
Selalu menarik saat menyampaikan tentang passion. Beda rasa tentunya saat kita menyampaikan sesuatu yang bukan bidangnya kita, dan tidak dikuasai baik oleh kita. Saat kita menyampaikan sesuatu yang menjadi passion kita maka gemuruh cinta pada dada, detak jantung gegap-gempita, bahkan rona pada wajah pun luar biasa.
Bagiku, passionku luar biasa, aku menikmatinya seperti aku menikmati lumernya cokelat, rintik hujan dan aroma tanah kering, bahkan seperti aku sedang mengigit perlahan-lahan buah kesukaanku. that simple! sebab ada cinta saat aku menbicarakannya-menceritakannya. Tak pernah lelah rasanya untuk terus menjadikannya topik paling keren saat bersama siapapun, termasuk siswaku di ruang kelas bahasa.
Suatu ketika aku melakukan percobaan sederhana tentang deteksi rasaku tentang passionku dengan pekerjaan yang kugeluti saat ini sebagai pendidik di sebuah sekolah swasta yang full day.
ternyata berbeda saat aku bercerita tentang dunia pendidikan-mengajar-berteman spidol, papan tulis dengan saat aku berteman laptop dan buku-buku, bahkan berselancar dalam dunia digital yang luas untuk sekedar menulis satu judul tulisan sederhana atau menyelesaikan deadline halaman novel yang selalu tertunda.
Detaknya berbeda,
gemuruhnya berbeda,
semangatnya berbeda..
semua berbeda...
Dan ini jelas kutemukan pada detak rasaku.
Ini tentang passion, yang kupercaya menjadi pemicu semangatku menjalani hari.
ini murni tentang kesyukuranku atas amanah "talenta' yang Allah berikan
ini murni bahwa aku lebih bahagia berada disini,
Terkadang aku mengkungkapnya sederhana...
sesederhana judul tulisanku hari ini.
so,
apa passion yang menggerakkanmu?
yang kau cintai, bahkan selalu ingin kau lakukan?
Kamp-Thim 28sept2015
Apa kabar generasi?
Bukan pemandangan biasa kukira,
saat aku menyaksikan wajah polos dengan seragam sekolah menghampiri setiap
pejalan kaki, pengguna jalan kendaraan roda dua atau empat saat lampu merah
dengan membawa botol minuman meminta uang/sumbangan, menjaja Koran, atau malah
duduk di jembatan penyeberangan duduk memelas dengan tangan menengadah. Bukan hal
biasa.
Sore ini aku menemukan
generasi-generasi ini berkeliling meminta uang pada orang-orang yang terjebak
lampu merah. Tiga anak kecil usia SD yang seharusnya tidak berfikir keras
mencari biaya hidup, atau mereka bukan usia yang layak untuk dipekerjakan. Mereka
seharusnya duduk belajar-membekali diri untuk masa depan. Tapi, bagaimana kalau
hidup mengharuskan mereka ada disepanjang jalan?. Aku percaya segala sesuatu pasti
ada solusinya, termasuk tentang generasi kita ini.
Olehnya aku sangat mengapresiasi
usaha seorang teman dan mereka yang peduli akan nasib generasi dengan
mempersiapkan rumah singgah, membekali mereka dengan nilai
agama-akademik-bahkan berwirausaha. Salah satunya dengan berjualan Koran atau
makanan ringan. Mereka diajarkan untuk berusaha bukan malah justru mengandalkan
kemampuan-kesehatannya hanya untuk meminta belas kasih orang-orang yang lewat
disana. Rumah singgah ini memberikan mereka banyak hal, termasuk bagaimana
mengajarkan mereka untuk hidup sehat dan teratur dalam hidup. Dan ini adalah
bagian solusi, diantara solusi-solusi lainnya yang harus dipersiapkan. Bukan hanya
dari mereka yang terpanggil, tapi juga pemerintah kita, agar kelak angka
pengangguran dapat diselesaikan dengan bijak.
Suatu
ketika aku iseng bertanya pada dua saudara kecil di jembatan penyeberangan di
dekat Mall, Bertanya saat sang adik kecil menyodorkan tangan meminta sesuatu
dariku.
“Adiknya
sekolah?”
“Iya…”
Ia mengangguk malu, melirik abangnya di tangga sebelah. Aku mengikuti arah
matanya.
“Jadi
setelah sekolah, langsung kesini?”
“Iya….”
Jawabnya lagi. Jujur!
“Disuruh?”
“Iya…”
Mengangguk cepat
Awalnya aku tak ingin
berprasangka dengan orangtuanya, tapi next dari obrolan itu berlanjut, yang
membuatku mengurut dada. Dua bersaudara itu ternyata ada karena disuruh harus
berada disana oleh orang tuanya.
Salahkah?
Salah…menurut saya, sebab
tanggungjawab orang tua bukan untuk menjadikan anak/generasinya sebagai barang
komoditinya dalam mencari nafkah. Emang rezeki setiap anak sudah digariskan,
tapi bukan ini caranya dengan menanamkan belaskasih orang lain sejak dini. Salah!
Pernah dilain kesempatan, saat
melewati jembatan penyebrangan kembali, aku menemukan anak usia tanggung dengan
wajah cemong, kaki seperti (maaf) cacat duduk meminta uang. Satu persatu orang
yang lewat memberikan dalam bentuk kertas atau koin. Aku ikut memberikan karena
kondisi sang anak yang memang harus dibantu kukira(saat itu).
Ajaibnya sorenya saat aku berada
diterminal, aku bertemu dengan wajahnya yang sumringah membawa kantung plastic hitam,
lalu berlari lincah naik ke atas angkot yang kutumpangi. (saat itu aku belum
memiliki kendaraan)
Otakku cepat mengingat.
“Anak ini? Oh ya! Jembatan!”
Angkot melaju meninggalkan
terminal, lalu saat berhenti di penyebrangan jembatan penyebrangan ia melompat
turun, siap beraksi!
Tinggallah aku yang
menggeleng-gelengkan kepala.
Jika begini, bolehkah aku
bertanya? Pertanyaan sederhana buat diriku “Apa kabar generasi?”
Kedepan,
bukan generasi ini yang kita
harapkan tumbuh bukan? Yang kita harapkan adalah generasi yang mau berkerja
keras, tanpa harus meminta belaskasih orang lain.
Bukan generasi yang hidup dari
hasil meminta, tapi dari hasil kerjanya
Bukan generasi yang bisanya
memberikan kesan negative, tapi positif
Bukan generasi yang kehadirannya
menjadi sampah masyarakat tapi mereka yang berguna dimasyarakat.
Terlepas darimana latar belakangnya,
bisa karena hiduplah yang mengharuskan mereka untuk bertahan dengan cara
seperti itu, atau karena alasan lainnya. Terlepas dari semua alasan itu, aku
hanya berharap next generasi yang tumbuh dinegeri ini adalah generasi emas yang
mampu membawa Indonesia lebih berwibawa dimata dunia.
Kostbirulangit27sept2015
Langganan:
Postingan (Atom)