Senin, 21 September 2015

(Novel) Gw Bilang Cinta - 7



TUJUH
              Bunda, sosok terkasih Ashila terus melihat jam yang tergantung besar di depan ruang makan, menunggu Ashila yang tengah memperjuangkan haqnya untuk menjaga amanahnya. Bunda sedari uring-uringan, khawatir itu tergambar  pada wajahnya. Begitu deru lembut mobil Zora berhenti di depan rumah, sosok ini menyusul menyambut. Namun begitu melihat wajah sumringah sang buah hati, khawatir itu berlangsung hilang, menguap entah kemana.
              Don’t worry tante…Ashila kita tetap dalam keadaan baik kok, nggak kurang apa pun!” sambut Zora, yang diaminkan Zihan. Bersamaan ketiganya turun, masuk ke dalam pekarangan rumah Ashila.
              “Alhamdulillah Bun, semua berlangsung dingin dan segar. Nggak ada korban kok.” Canda Ashila disambut senyum bunda yang beberapa jam lalu absen dari sana karena desakan khawatir. Khawatir jangan-jangan cidera itu kambuh kembali.
              “Tante, Shila boleh gabung ama club kita ya….” Jurus gombal ini pun keluar dari bibir Zora. Ashila yang menuang minuman segar dibantu Zihan melototkan matanya. Zora kembali terkikik.
              Nggak bun! Shila nggak minta dia ngomong gitu….” Protes Ashila kuat. Dan lagi-lagi tawa riang membahana keluar dari mulut Zora dan Zihan, yang dilengkapi senyum bunda yang merekah.
              Tawa itu lepas tanpa beban….tawa yang menyakitkan untuk seorang manusia yang tengah berdialog sengit demi jatuhnya sebuah nama….
(GBC)
              Ashila melangkah riang masuk ke gerbang sekolah, dengan lantunan nasyid assalamu `alaikum ar-Royyan, tanpa melihat tatapan semua kepadanya. Tatapan yang beda dari sebelumnya. Ashila baru menyadari itu, ketika ia sampai di depan kelas dengan lengkingan suara Zora yang hampir mencapai angka maxsimum.
              “Hei…Lo napa say? Ada yang ngisengin Lo lagi?” sapa Ashila seperti biasa dengan senyum yang selalu on disana, pada tempatnya. Demi mendengar suara ini, Zora berbalik, menatap Ashila yang bengong sulit menangkap apa arti tatapan itu. Ada luka yang begitu dalam pada bening matanya. Ashila melirik Zihan yang diam dengan nafas tak beraturan. Pada sudut matanya ada sisa air mata yang belum mengering.
              What`s wrong honey?” tatap Ashila berganti sepenuhnya pada Zihan.
              “Lo nggak lihat di papan pengumuman Shil?” Tanya Azura teman sebangku Ashila yang matanya sudah membengkak. Ashila menggeleng sigap, tanda ia tak melihatnya.
              “Lo diskors dua pekan…entah ide sintingnya siapa, Gue belum tahu.” Jawab Zora mendengus kesal.
              “Diskors? Emang salah Gue apa?” Tanya Ashila berfikir.
              “Ana juga sudah cari tahu, termasuk ke Rizq, dan Rizq nggak tau apa pun, bahkan dia tersentak dengan kabar itu.” Sambung Zihan menghela nafas.
              “Hm…. Gue akan menuruti apa mau “dia”, so don’t afraid to me…Gue nggak apa-apa kok. Nyantai aja kale. Diskors, berarti ada waktu Gue bareng bunda.”
              “Tapi…”
              “Gue yakin “dia” nggak bakal tahan dengan kecurangannya, so tunggu aja!” senyum Ashila, melangkah mendekati Zora, Zihan dan Azura. Menepuk bahu ketiganya dan kembali menarik tasnya yang baru saja ia letakkan. Santai langkah itu keluar dari kelas.
              Kepergian Ashila membuat Zora bertambah muak, dan dengan segala kekesalannya menuju kelas 2 IPA.
              “Lo cari Gue?” Keisya dengan tangan bersidekap muncul dengan gaya angkuh, menyambut Zora yang menatapnya tak berkedip.
              “Lo manusia kan? Lo punya hati ga?”
              “Ini urusan Gue… bukan Lo!”
              “Oh jadi ini ide konyol Lo? Gile juga nih sekolah mau denger kata manusia seperti Lo. Emang sekolah Lo suap berapa?”
              “Lo….”
              “Apa Keisya Raisya… putri donatur sekolah terkaya? Lo puas dengan kerja gila Lo? Asal Lo tau ya, nggak semua bisa di beli dengan uang apalagi jabatan! Nggak semua! Dan Gue nggak akan tinggal diam melihat ini. Ingat!” tatap Zora berpaling, kembali menuju kelas. Munculnya Zora membuat Zihan dan Azura berdiri serempak.
              “Darimana Ra?’ Kejar Azura, ditatap Zihan yang masih tetap diam, berfikir bagaimana cara memecahkan masalah njelimet yang mengorbankan sahabat sejatinya.
              “Gue bener-bener nggak ikhlas, pengen marah!”
              “Say, setiap sesuatu yang diputuskan karena emosi, nggak bakalan baik akhirnya. Gini aja deh, untuk sementara kita redam dulu emosi kita. Ana juga sama seperti Anti, sedih ngebayangin apa yang menimpa Shila…”
              “Tapi, Keisya benar-benar ngebuat otak Gue panas…. Apa salah Shila? Gue akan temui kepala sekolah hari ini juga.” Putusnya, yang didukung penuh oleh seisi kelas 1 IPA.
              “Hanya karena Ashila lebih unggul dalam basket melawan Rizq? Terus bapak acc permintaannya tanpa mempertimbangkan semua? Ya ampun pak… apa jadinya dunia, terkhusus Negara, kalau semua orang pribadinya seperti bapak…. Mudah disogok dengan segepok uang…ck..ck… wajar Indonesia berperingkat kedua Negara yang KKN. Wong segala yang salah bisa di beli kok!” singgung Zora dihadapan kepala sekolah yang wajahnya memerah bak tomat yang mendekati busuk.
              “Kasihan banget nih sekolah… generasinya malah diajarin KKN! Thank`s infonya pak…” senyum Zora sinis, keluar menemui yang lain. Setelah Zora keluar, Rizq masuk dengan wajah datar tanpa exspresi, yang membuat wajahnya serem persis hitler. Zora yang berpapasan pun heran dibuatnya.
              “Saya sudah dengar semua pak., dan atas nama teman-teman kelas 3 IPA, kami pun nggak akan masuk sekolah, sampai masalah Ashila dicabut!” tegas Rizq kuat. Kepala sekolah meradang.
              “Ujian Nasional memang tinggal dua pekan… dan demi kebenaran saya tak akan diam!” ucap Rizq kembali, lantas meninggalkan ruang itu. Keputusannya final!.
(GBC)
              Ashila melangkah masuk kehalaman rumah dengan dendangan khasnya. Tidak ada kecewa pada wajah juga hatinya. Toh Ashila merasa tingkahnya nggak ada yang membuat pusing tujuh keliling di sekolah. Pikirannya santai, ketika Bunda menanyakan, kenapa ia begitu cepat pulang dari sekolah “Biasalah bun, ada orang iseng yang nggak suka Shila masuk sekolah selama 2 pekan.” Dan mata bunda pun membeliak lebar…. Ashila geli melihatnya.
              “Udah deh Bun… semua akan beres kok… Shila nggak lakuin apa-apa! Nggak lompat pagar sekolah, nggak ngumpet di WC, nggak tawuran, nggak nyabu, Cuma nyapu doang kok.” Canda Ashila, duduk di kursi rotan beranda rumah, tepat disamping bunda yang masih menyisakan kerut pada dahinya.
              “Sebabnya apa sayang?”
              “Diskriminasi siswa aja Bun, biasa! nggak suka liat orang happy aja kali…” senyum Ashila merekah.
              “Yang lain?”
              “Only Ashila Bunda… alnya resenya hanya ama Shila. Tenang aja deh Bun… Shila mah nggak anggap ini suatu hal yang patut disayangkan. Yang disayangkan menurut kamus Ashila, kalau Shila dilarang ketemu bunda. Nah itu baru masalah besar!” ucap Ashila menarik senyumnya kembali. kerut itu pun hilang dari sana. Dari wajah cantik bunda, yang berubah menjadi senyum cantik laksana purnama.
              Hari yang seharusnya dilalui Ashila dengan menatap bu Tika dengan rumus kimianya, Bu susan dengan englishnya, plus Pak Danu dengan rumus matematikanya, kini Ashila lewati dengan bunda. Canda, juga tawa berpendar ceria melingkupi pasangan anak dan bunda ini. Teh Shafa yang menjadi karyawan bunda menarik senyum melihat semua.
              Inilah yang membuat dirinya betah bekerja pada bunda. Ada Shila yang kadang jahil hanya sekedar pengen mendengar tawanya, yang juga terkadang datang dengan segala kehebohannya.
              “Teh! ada titipan salam..”
              “Dari siapa?”
              “Rosa…”
              “Rosa?”
              “Yah, mau tau siapa?” Tanya Shila duduk didepan the Shafa yang tengah asyik membuat nota belanjaan bulanan.
              “Boleh…”
              “Tuh, Rombongan sapi pak Abin!” Tunjuk Shila, tersenyum jahil pada rombongan sapi disudut lapangan nun jauh disana.
              Shila telah menempati hati teh Shafa, seperti Shila yang menempati hati bunda, juga hati Zora, Zihan dan juga mereka, termasuk kamu. (he.. he..)
              “Bun, ada butik baru buka dijalan sahabat, namanya butik “sporty” tau apa maknanya.”
              “Shila lihatnya kapan?”
              “Baru juga tadi…. Desainnya manis bun. Serba pingky. Shila pengen jalan kesana ngajak Zora n Zihan. Sekedar jalan, sapa tau aja ada inspirasi….”
              “Nggak boleh ngejiplak karya orang lain sayang itu Sama aja kita mencuri keorisinalan mereka.” Putus Bunda cepat. Ashila menatap bunda dengan antusias yang tinggi.
              “Bun, Shila bukan salah satu dari rakyat Indonesia yang curang seperti itu, yang ngejiplak karya orang tanpa pernah menyadari. Sudah membohongi orang lain, dosa pula! Bahkan yang ngebuat Shila sering geleng-geleng kepala, masalah buku-buku bajakan yang dijual murah. Padahal kan udah ada aturan untuk wilayah ini. Manusia sekarang aja kali yang kehilangan nurani”
              “Trus yang tadi Shila bilang?” Tanya teh Shafa mengkerutkan dahi.
              “Ya, inspirasinya, bukan untuk kita teh, tapi untuk mereka.”
              “Kirain….”
Senyum Ashila pun mengembang, meneruskan bacaannya. Ashila baru berhenti, ketika deru lembut mobil Zora berhenti didepan rumah. Terlonjak, Ashila menuju beranda, menyambut dua shohibnya yang telah ia tunggu.
              “Gila Girls! Ternyata tuh ide murninya Keisya, karena Lo ngalahin Rizq. Dan yang bikin Gue terharu, Rizq bersuara lantang atas nama Lo dan dia membeberkan kalau Lo bertanding ama dia bukan karena apa-apa, tapi hanya permainan biasa. Dan dia…” sampai disini, mata Zora mengerling nakal.
              “Apa?”
              “Atas nama Lo, dia bersama teman-temannya, kelas 3 IPA nggak akan masuk sampai masalah Lo didelete secepatnya.”
              “Kok?”
              “Atas nama ukhuwah sesama muslim say.” Zihan angkat suara. Memotong ucapan Zora yang mulai memasuki jalur iseng tanpa hentinya. Zora melirik Zihan pasrah. Ashila terkikik geli, merangkul keduanya masuk menemui bunda.
              “Serius neh. Rizq turun mengerahkan teman-temannya untuk menuntut haq Gue atas nama kebenaran? Kalau begini nih potret remaja Indonesia, Gue jamin nih Negara bakal jauh dari yang namanya cap-cap negative. Nggak ada lagi haq perorangan yang tertindas, apalagi haq golongan, karena semua saling bahu membahu dalam membela satu dan yang lainnya.” Hembus nafas Ashila dengan senyum manis yang tersungging disana. Ada lega atas suara kebenaran yang tengah diperjuangkan teman-temannya. Dan Ashila yakin atas nama cinta mereka bergerak untuk itu. ( Setuju guys?)
              “Thank`s Allah, Thank`s fren and thank`s Rizq Fahreza al-Faqih!” batinnya lagi.
              Tak menunggu lama, akhirnya pengumuman skors atas nama Ashila dicabut. Dan Ashila kembali masuk sekolah dengan full senyumnya yang manis, yang menandakan bahwa ia akan selalu seperti ini walau gencatan apapun menimpanya. Semua yang berpapasan dengannya sepanjang koridor sekolah, semua mengucapkan say hei hello untuknya, tak terkecuali adik-adik kelas. Ternyata perihal mengenai itu telah menyebar, dan secara tak langsung, Ashila menjadi “idola” disana-sini.
              “Ternyata masalah ini ada sisi negativenya juga buat Gue… kemana Gue melangkah disekitar sekolah pasti semua pada ngasi say hello, yang ngebuat mulut Gue kaku dengan senyum.” Ucapnya begitu bertemu Zora dan Zihan ditangga yang akan mengantar keduanya menuju lantai bawah, kekelas Bahasa.
              “Ye…itukan do`a say…” senyum Zihan, mengajaknya untuk bergabung.
              “Gue mah tau itu do`a cin, tapi kalau setiap hari gini, Gue bisa di infuse.” Canda Ashila, yang mendapat cibiran dari Zora. Ashila menanggapi dengan leletan lidahnya. Tertawa!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar