Sabtu, 22 Agustus 2015

Tak harus keluarga berstatus “borju”



Sederhana. adalah jawaban yang terkadang sangat mudah untuk dieja saat seseorang bertanya. Pertanyaan ini dulunya pernah menjadi jawaban saya saat sebagian orang bertanya latar belakang keluarga saya. Jujur sampai hari ini saya masih heran jika ada yang mau memulai pergaulan setelah mengetahui kita berasal dari status apa. bukan dilihat berdasarkan sisi kebaikan yang nampak dari kita. Bukan kesederhanaan sebagai patokannya. Kenapa?
Keluarga adalah pondasi yang sangat kuat buat saya. Saya belajar banyak hal dari mereka. Tentang makna memahami, mengasihi, menghargai yang mungkin tak akan saya temui saat saya bergaul dengan mereka yang suka “memilih-milih” pada siapa dirinya layak untuk bergaul. Keluarga tak harus kaya raya, memiliki rumah gedongan, mobil canggih, warisan melimpah baru bahagia bukan? Ada tuh yang semua serba tervasilitasi tapi (maaf) tak sama sekali merasakan kehangatan keluarga. Tak harus dengan gelar keluarga BORJU atau istilah sahabat-sahabat saya dulu kelurga CENDANA baru bisa mendapatkan yang namanya bahagia. Keluarga sederhana pun bisa memulainya. Meninggalkan jejak-jejak bahagia pada anggota keluarga hingga terpatri sebuah kenangan hingga nanti.
Keluarga saya sederhana. sangat SEDERHANA. saudara saya banyak yang menunjukkan bahwa kami lebih dari sekedar “BORJU”. Ayah saya memiliki tanggung jawab, kesetiaan, dan cinta yang luar biasa bagi kami, bahkan untuk bunda. Ayah pria sederhana yang juga lahir dari keluarga sederhana. kesederhanaan beliaulah yang menunjukkan kesehajaan seorang ksatria.
Tak harus BORJU baru bahagia, bukan?
Yang paling penting sejauh ini, yang lebih penting dari staus BORJU adalah PENDIDIKAN AGAMA SEDINI MUNGKIN. Mengapa?
Saya merupan produk dari keluarga yang lebih menomorsatukan pendidikan agama. Tentang bagaimana mengenal satu persatu ejaan alif hingga jim. Tentang pengetahuan dasar agama dst. Hingga hari ini saya merasakan manisnya hidup dengan memegang penuh keyakinan diri. Terkadang saya bertanya pada diri saya. Butuh dan berharap memiliki orang tua luar biasa. Tapi jarang bertemu bahkan kasar atau sederhana namun memiliki kasih dan sayang yang selalu hadir menjadi jubah kebesaran. Maka saya dengan bangga memilih sederhana tanpa STATUS BORJU dan MENGENAL AGAMA-MENGENAL TUHAN.
So, apa masih perlu dengan keluarga kaya? Terpandang? Tapi minus di beberapa tempat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar