Minggu, 23 Agustus 2015

Karena Cinta tak Melupakanmu...(3)



TIGA
Aku Bayu Prasetya.
Kini kokoh berdiri menatap bangunan sederhana dimana dahulu aku bertemu pandang dengan wajah sederhana nan bersahaja milik Nirwana Wangi. Bangunan yang kini kusematkan harapan, tepatnya bagian dari harapanku yang lainnya. Alzemeir! Aku tak ingin kalah denganmu! Sebab aku percaya segala penyakit ada obatnya selain dari kematian!.
          “Mas Bayu, ayo..” Salah seorang dari penggiringku menyadarkanku dimana aku kini dan apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Dengan kekuatan Bismillah langkahku pasti memasuki pekarangan Ustad Amru. Disana disalah satu kamarnya telah menunggu belahan jiwaku, cintaku Nirwana Wangi.
          Kamar itu masih sama. Mungkin yang membedakan adalah ornament sekeliling kamar yang sudah berganti begitupula catnya yang masih baru. Sebuah ranjang sederhana terletak di tengah dengan seprai bunga-bungaan yang menambah kesegaran. Belum lagi aroma farfum lavender itu langsung menyapa indera penciumanku. Detik selanjutnya yang menjadi pandanganku adalah wajah Cinta yang dibalut jilbab pink salem yang sederhana. menampilkan kesehajaan seorang wanita yang saat ini berbalut perjuangan karena ia bukanlah wanita yang dapat tersipu malu melihat kehadiranku. Pandangannya tetap datar. Alzemeir yang membuat ingatan, ekspresinya tak sesempurna wanita normal lainnya.
          “Assalamu `alaikum, Ukhty Nirwana Wangi..” Sapaku, saat semua orang memberikan kesempatan bagiku hanya berdua dengannya. Aku tak membawa mahar sempurna seperti para lelaki saat meminang wanitanya. Aku hanya membawa sepaket bunga untuk Cinta sebagai ganti dari mahar. Sebab maharku sudah kuberikan padanya beberapa tahun silam. Tepatnya dua tahun lalu.
          Cintaku memegang sebuah memo berukuran sedang. Disana dituliskan jawaban salamku yang harus ia jawab. Tulisan itu milik suster Rita. Nirwana menatapku lama, memicingkan mata gemintangnya, lalu mengeja balasan salamku. Aku mengangguk tertahan.
          “Untukku?” matanya tertumbuk pada paket bunga yang masih kupegang. Mataku tak lepas dari memandangnya. Aku rindu padanya.
          “Yaah, ini untukmu, Cin-ta..”
          “Aku suka!” kata ini meluncur dengan sempurna dari bibir Cinta. Harapanku atasnya kini semakin diisi kekuatan berlipat. Aku yakin usahaku dilihat oleh Tuhanku.
          “Ka-mu?” Matanya menatapku dalam. Sesekali matanya mengatup, bibirnya digigit, hembusan nafasnya beradu. Cinta sedang mencoba menyampaikan sesuatu padaku.
          “Ka-mu…sia-pa?” Aku menghembuskan nafas perlahan, menahan semua rasaku. Hatiku berkata lain bahwa apa yang kuharapkan belum bisa terjadi. Nirwana masih belum mengigat namaku.
          “Aku Ba-yu Pra-set-ya. A-ku sua-mi-mu..”
          “Sua-mi?” Alis kirinya terangkat. Menatapku asing.
          “Boleh aku duduk?” mata Nirwana mengarah pada sisi kasur. Menepuknya lembut. “Kamu bo-leh du-duk disini..” hati-hati aku duduk di samping Nirwana. Ia masih menatapku. Tepatnya memperhatikanku dengan lekat. Dulu Nirwana suka melakukan hal yang sama saat aku mengatakan cinta padanya.
          “Serius mencintai aku?” Gemintang matanya.
          “Lebih dari serius! Kamu tak ada gantinya. Sempurna bagiku!” Aku menjawab tanpa perlu berlama-lama berfilosofi. Matanya menatap mataku dalam, matanya memicing mencari kepastian, hingga ia menarik senyum, memelukku erat. Gombal! Serunya. Kami pun mengakhiri semua dengan tawa kami yang dibalut suasana romantis.
          “Sua-mi itu pa-sa-ngan?” Pertanyaan Cinta membuat ingatanku pecah. Kini dihadapanku bukan lagi Nirwana yang selalu menghadiahi kejutan-kejutan kecil nan istimewa untukku. Masa itu telah menjadi kenangan yang pahit untuk diingat, melihat bagaimana rupa ingatannya yang kini pecah berantakan.
          “Ya…” Aku membalas pendek.
          “Apa a-ku per-nah ber-te-mu se-be-lum-nya?” Mata gemintangnya seperti memaksakan sebuah ingatan untuk hadir. Aku jadi ingat kata Dokter Ehsan yang merawat Cinta. Terkadang penderita alzhemeir dapat mengingat dengan waktu yang tempory. Bolehkah aku berharap pada apa yang dokter Ehsan sampaikan?
          “Nirwana memasuki alzhemeir stage 3 atau early confusion. Ada penurunan kognisi yang menyebabkan gangguan fungsi sosial dan kerja. Anomia, kesulitan mengingat kata yang tepat dalam percakapan, dan sulit mengingat. umumnya sering  mengalami kebingungan.
          “Ya, kita pernah bertemu…” Ada harap pada getar suaraku. Cinta menggeleng-gelengkan kepalanya, kini bergantian menatap sekelilingnya. Aku mengikuti setiap arah pandangannya yang menyapu seluruh ruangan.
          “Pu-tih?” Ejanya, berdiri menuju pintu. Membukanya lalu melangkah keluar. Disana berdiri suster Rita yang mengambil posisi sigap.
          “Di-a sua-mi-ku?”
          Suster Rita mengangguk.
          “Ba-yu?”
          Aku tersentak. Suster Rita mengangguk patah-patah. Cinta baru saja memastikan kebingungannya, persis seperti yang disampaikan dokter Ehsan.
          Cinta memutar tubuh, tersenyum padaku…
          “Ki-ta pu-la-ng…”
          Allahuakbar! Airmataku turun tanpa kupinta. Biarlah wajah-wajah itu memberikanku label sebagai ikhwan cengeng. Tak masalah dengan label itu, yang penting sekarang adalah…
Cinta mengingatku, meski beberapa jam kedepan aku ragu ia akan kembali mengingatku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar