Saling mengingatkan, itu indah
KEEGOISAN
kadang menjadi rajanya diri. Terkadang kita memiliknya, saya maupun teman-teman
semua. Saya belajar banyak dari bagaimana bersikap dan menyikapi sesuatu dari
sebuah permasalahan yang ada. Saya dengan karakter saya yang begini adanya,
akhirnya mencoba melepaskan maaf, dan legowo akan sesuatu. Memang pada
akhirnya ada perasaan yang berbeda, merasa kalah atau apalah itu. Dari sebuah
kasus sederhana yang bermula dari incident sudut pandang/persepsi dari sebuah
kata. Pada akhirnya saya mengingat sebuah pesan yang pernah disampaikan kesaya,
titipan pesan lisan dari seorang ummi “Mengalah tidak lantas membuatmu disebut
kalah, dek…”.
Yaah…
Ngalah
bukan berarti kalah. Saya sepakat. Tapi, untuk skala berat yang membuat jiwa
terguncang atau membawa petaka bagi jiwa, maka perkatan ini, rumus ini saya
rasa tidak tepat disematkan pada semua masalah. Masalah untuk kata ini memilki
tempatnya sendiri. Tapi, kasus sederhana ini membuat saya belajar tentang
bagaimana bersikap pada sesuatu, dan bagaimana mengambil sikap dari sesuatu
yang berimbas tersebut. Olehnya apresiasi atas legowonya diri saya untuk
memberikan ucapan terimakasih ternyata luar biasa,
Bukan
hanya untuk diri saya, sayapun berterimakasih pada saudara seiman-seaqidah yang
mau saling menguatkan-mengingatkan dalam kebaikan-mengupgrade diri
menjadi lebih baik-lebih berhati-hati-lebih beretika. Saya mengucapkan
terimakasih karena saya dapat belajar makna baru tentang kata meski saya
seorang guru bahasa, ternyata saya harus belajar lebih giat lagi dalam semua
disiplin ilmu. Meski saya tak lantas bertemu wajah-berjabat tangan, maka lewat
catatan kecil ini saya berharap esok atau nanti saya dapat bertemu, bertatap
muka, bercerita, bertukar pengalaman. Saya mencintai mereka karena Allah Swt.
Menyadari
proses belajar ini, saya merasakan sangat luar biasa efek dari legowo memberikan
maaf-meminta maaf-merelakan-melepaskan. Memang ternyata kita harus belajar
bagaimana bisa lebih baik dari setiap harinya ‘hari ini harus lebih baik dari
kemarin” “sikap hari ini harus lebih dari kemarin” dan berbagai intisari pesan
lainnya dari Rasulullah Saw lainnya semua adalah kebaikan yang harus diselami,
bukan sekedar dibaca tanpa dipikirkan sama sekali. Ternyata saling mengingatkan
itu, indah…kawan…
Indah
mengikuti sunnah, indah mengikuti semua cara bersikap seperti yang diajarkan
agama ini. Semua indah! Saat lisan mudah menyampaikan maaf, maka ada sesuatu
dari diri yang lepas, terbang…sebab kita belajar untuk bijak, belajar untuk
mengakui bahwa kita manusia-banyak khilafnya-dan harus banyak belajar. Kita bukan
manusia hebat hanya karena tahu beberapa kaidah Islam-hafal beberapa surah
dalam Al-Qur`an. Kita tidak hebat hanya karena itu, justru saya merasa hebat,
saat keegoisan saya mampu lepas, terbang, hilang jauh dari diri saya, agar
paket hawa nafsu saya tak lagi mencengram saya erat. Maka salah satu jalannya
adalah mampu menyampaikan maaf saat salah, dan mampu memberikan maaf meski
terasa menyakitkan. Itulah yang hebat-sangat hebat. Dan kehebatan itu akan
semakin komplit saat beberapa hafalan surah, dan kaidah Islam mampu menjadi
penopangnya-bukan sekedar hiasan pada diri, saat berkenalan akan terucap “kenalkan,
saya hafidzoh/hafidz” atau “saya guru adab-hafal ushul fiqh..” dan lainnya. Mereka
tak perlu tahu siapa kita, yang mereka harus tahu adalah kita adalah manusia
pembelajar yang tak perlu berbangga dengan ilmu kita yang sedikit-berbangga
dengan kesombongan kita.
Saat
kita dapat saling mengingatkan sesungguhnya kita sedang mengikat simpul
menguatkan sesama Muslim. Bukankah dikatakan muslim yang baik adalah muslim
yang bisa memberikan manfaat bagi sesama? Bukankah seorang muslim dengan muslim
lainnya diibaratkan sebagai bangunan? Maka tanpa sadar saat kita mengingatkan
saudara kita, kita tengah menguatkan agama ini, sahabat?
Catatan akhir pecan di
desaku good-them
Komentar
Posting Komentar