Aku dan benda 14 inci itu
MIMPIKU
terhalang karena tak memiliki sarana saat ingin memindahkan naksah dari buku
untuk diketik menjadi naskah utuh. Itu terjadi disaat jelang semester akhir
saat dimana gemuruh pada dadaku akan harapan-impian-dan cintaku akan naskahku
tumbuh. Tumbuh greget justru saat-saat jelang penyusunan skripsi.
Aku
menyadari kekurangan orangtuaku untuk dapat memberikan sesuatu “mesin tik, computer
atau laptop” hanya akan berhenti dianganku. Sebab yang pernah kubilang orang
tuaku bukan lah bertitle borju dengan dompet tebal, dengan semua hal yang kami
butuhkan ada saat meminta. Orang tuaku boleh tak borju, tapi insyaAllah mereka “borju”
untuk urusan akhirat.
Allah
swt selalu punya rencana indah. Di tempat kuliah yang kebetulan saat itu aku
menjadi pengurus BEM diberikan ruang dimana disanalah terletak benda 14 inci
itu. Hitam dengan tuts-tutsnya yang berbunyi kencang. But dari sinilah seberkas
harap yang masih tersisa bersinar terang. Aku mendapat restu untuk menggunakan computer
BEM untuk menyambung mimpiku. Jadilah saat teman-teman pulang aku akan bertahan
di kantor hingga jelang maghrib, atau jika libur kuliah aku akan tetap datang
untuk menuntaskan semuanya. Tuts computer yang keras ini akhirnya membuatku
berhasil merangkum sebuah novel mini epic pertamaku yang terbit berkala di
halaman bulletin FIQ.
Ternyata
batasku dengan si computer hanya beberapa pekan. Semua dikarenakan pergantian
kepengurusan BEM. Aku dan teman-teman harus menyudahi masa jabatan karena
memang harus sepenuhnya focus pada pengajuan proposal skripsi
Allah
punya rencana indah lagi. Aku dipertemukan dengan seorang ibu yang kami sebut
UMMI. Beliau punya mimpi yang sama denganku dalam dunia literasi. Beliau penjelajah
mimpi yang penuh konsep. Beliaulah yang pertama kali mengajakku duet
menyelesaikan novelette “Karena Cinta tak Melupakanmu”. Jika beliau sedang
keluar kota atau akan melakukan perjalanan aku dipinta untuk menggunakan laptop
beliau untuk melanjutkan gelegak mimpiku yang terus tumbuh. Bersama beliau kami
pernah launching RUMAHKATA yang memfasilitasi santri yang ingin membaca dengan
konsep ruang yang apik ditata dengan teman yang mencintai dunia teater. Laptop ini
akhirnya menjadi teman suka-dukaku mewujudkan naskahku menjadi lebih cantik dan
manis. Tak lagi berbentuk tulisan tangan yang besar-kecil dan tanpa warna tip
x. (akh…rindu masa itu).
Namun
lagi-lagi jodohku dengan sang laptop hanya sebentar, dikarenakan desakan rasa
tak enak karena harus meminjam terus kepada beliau, meski beliau tidak
mempermasalahkan. Lalu…akupun memutuskan berpisah dengan sang laptop.
Setelah
itu aku dan teman-teman nyaris disibukkan dengan urusan kuliah yang semakin
menuntut keseriusan. Hingga tahap bolak-balik bimbingan dengan dosen
pembimbing. Tapi tetap…meski kuliah dengan kesibukannya berjalan, aku tetap
berharap mimpiku menemukan muaranya kembali, hingga aku dapat tuntas
menyelesaikannya.
Allah
lagi-lagi menyapaku penuh cinta lewat teman kuliah yang juga keluarga jauhku. Ia
mendapatkan laptop untuk kemudahan skripsinya dari suaminya. Jadilah dia
meminjamkan aku laptopnya selama beberapa hari hingga naskahku selesai
kuketik..
Alhamdulillah…
Mimpiku
dengan novelku yang dipenuhi catatan sejarah panjangpun selesai. Kebanggaan itu
hadir, memompa semangatku tumbuh tinggi dengan pondasi yang luar biasa. Setelah
akhirnya naskahku sudah diketik rapi aku berazzam untum focus pada perkualiahan
hingga akhir.
Catatanku
tentang benda-benada ukuran 14 inci itu tetap akan menjadi kenangan terindah
mewujudkan mimpi yang ternyata membutuhkan kerjakeras-kerja nyata-kerja ikhlas.
Terlebih aku adalah orang yang harus bertanggungjawab untuk membuatnya selesai.
Dan Alhamdulillah aku berhasil melewati rintangan itu satu demi satu.
“jika
impian-mimpi itu kau miliki, pegang ia erat-perjuangkan ia penuh cinta. Insyaallah
dengan sendirinya sang impian akan menemukan jalannya, seperti air yang
menemukan arahnya kemana ia harus mengalir”
Semangat!
Wahai pemilik impian!
Kostakhwat29sept2015
Komentar
Posting Komentar