(Novel) Gw Bilang Cinta - 6
ENAM
Ashila masuk ke dalam kelas dengan
wajah yang sumringah seperti biasa. Sesulit apapun, exspresi dari wajahnya
tidak akan berubah, walau ia telah berusaha menampakkan wajah memelasnya.
Ashila memang beda. Kata bunda, ia persis ayah, yang bisa menetlarkan hatinya
dengan segala bentuk rasa. Ya, benar-benar cerah!
“Anti dari mana aja say?” sapa Zihan, melangkah menuju Ashila.
Ashila menjawab dengan lirikan. “Ya biasalah ngejar deadline RG, dengan Mr Rizq!”
“Dapet?”
“Nggak!” jawab Ashila dengan binar mata beningnya.
“Truz?” Tanya Zora yang mengangkat kepalanya dari meja. Dan bad mood itu pun terlihat memudar dari
wajah cantiknya yang dipenuhi jerawat sebesar kacang hijau.
“Dia akan berikan ke Gue kalau Gue
bisa ngalahkan dia dalam pertandingan
basket satu lawan satu.”
“Yee gile banget! Truz Lo jawab
apa?”
“Gue terima!”
“Lo kan nggak bisa basket Girl….enak banget sih makhluq tuh, ini nggak fear dengan Lo dong!. Dia sih
enak, karena itu “menu”nya….awas ya!” greget Zora mulai berdiri.
“Lo mau kemana?” cegah Ashila
cepat. Semua bisa menjadi fatal, kalau Zora sudah seperti itu. Ia sangat anti
dengan segala hal yang menyinggung sahabatnya. Dan salah satunya adalah ini.
“Gue yang akan gantikan Lo Girl….”
“Kalau Lo yang gantiin Gue, maka
hasilnya akan beda cin…Gue nggak akan
dapet hasil wawancara itu. Lagian,
Gue bisa kok….”
“Lo bisa basket?”
“Club basket putri khatulistiwa,
Lo tau kan? Club Lo juara kedua, setelah Club Gue.”
“Lo?”
“Stt….masa lalu…,”
“Tapi?” lirik Zora pada kaki
Ashila. Ashila tersenyum. “Dah sembuh kok.”
Helaan nafas lega itu pun lahir
bergelombang dari hidung Zora, walau masih ada rasa khawatir pada wajahnya akan
Ashila, akan cidera lama yang ada. Dan pada benaknya, ia tidak akan melepaskan
Rizq jika terjadi sesuatu dengan sahabatnya. Ini tekad Zora yang nggak bisa dibayar kredit!
“Kita latihan bareng yuk!” ajak Ashila pada Zora yang langsung mengiyakan. “Oke!
Anggap aja ini pemanasan untuk Lo….” Senyumnya.
(GBC)
Ashila tengah
befikir bagaimana cara agar bunda memberikan izinnya untuk tantangan Rizq. Ia
tengah berfikir keras, sampai ide itu terlintas pada benaknya. Dengan senyum
cerah, Ashila keluar mencari sosok yang begitu dikaguminya itu. Bunda dengan
sentuhan sayang dan tatapan cintanya.
“Bun…”
“Ya sayang….” Senyum bunda
mengukir menatap Ashila yang melangkah menujunya. Ashila pun duduk dihadapan
bunda dengan tenang. Inilah ashila dengan kecerdasan emosinya yang bergerak
statis.
“Bun, potensi itu amanah Allah
khan?”
“Ya.” Sportif Bunda menatap kerlip
bintang dimata sulungnya yang tercinta.
“Jika Allah memberikan kesempatan
untuk itu, apa pandangan bunda?”
“Hm….menurut bunda, nggak salah kok.” Senyum bunda kembali
merekah. Manis!
Ashila
menimang-nimang ucapan terakhirnya, dengan mata yang tak terlepas dari
memandang bening mata bunda yang menyorot teduh.
“Ini mengenai Shila bun….shila…,”
mengalirlah semua yang telah lewat dari bibirnya pada bunda. Mengalir bebas
tanpa ada yang tersembunyi. Terjun bebas terkendali. Lancar! Mata bunda menatap
Asila kembali, setelah Ashila tuntas menyampaikan semua. Dan detik ini adalah
detik yang membuat Ashila nerveus, yang berbeda dengan segala moment. Nerveus
yang padanya ada kekhawatiran mendung itu hadir pada wajah terkasih bunda.
Satu
detik, dua detik…..hingga lima detik…, bibir tipis itu pun bersuara.
“Bunda faham sayang… faham dengan
gejolak yang tumbuh pada hati Shila. Dan bunda tidak punya haq untuk
menghalangi Shila, selama itu yang terbaik untuk Shila, namun bunda pinta satu
hal sayang…jaga niat Shila untuk tantangan ini. Shila bukan sombong untuk
menerimanya, tapi karena Shila ingin menjaga amanah yang diberi untuk Shila,
disamping Shila ingin mematahkan egonya.” Sampai disini bunda menarik nafas.
Ashila terus menunggu putusan terakhir bunda. Walaupun dari omongan tadi
terlihat alamat perizinan itu telah ada, Ashila tetap menunggu ucapan terakhir
bunda.
“Bunda izinkan sayang….” Putus
bunda bijaksana.
“Bunda!” peluk Ashila reflex.
Bunda mengusap kepala itu lembut. Ada do`a yang ia lafalkan pada ubun-ubun
Shila. Do`a yang selalu bunda dengungkan disetiap sujud panjangnya. “Terima
kasih Bunda!” ucap Ashila kembali.
Semangat itu pun hadir
bergelombang pada hati juga geraknya. Cepat Ashila menuju telepon, menghubungi
dua sahabat sejati yang menunggu kabar darinya dengan hati kebat-kebit. Dan
atas nama ukhuwah….hamdalah itu pun lahir dari bibir Zora dan Zihan.
“Alhamdulillah Gilr!”
“Alhamdulillah Say….!”
Ucap
keduanya haru dari telepon. Memang selalu ada jalan jika dimuarakan pada sang
pemilik hati. Yaa musarifal qulub,
tsabbit qalbi `ala thoatik”
(GBC)
Rabu, sesuai yang dikatakan Rizq,
Ashila di dampingi dua best frennya melangkah menuju lapangan basket, dimana
Rizq menunggu. Mata Ashila terbeliak, melihat suasana lapangan yang ramai.
Bahkan tim cheerleaders sekolah yang amit-amit cabang bayi yang di komandoi
Keisya hadir sebagai tim “sorak-sorak” atas nama Rizq. Ashila pias….tantangan atau apa neh? Pikirnya. Zora
dan Zihan pun tak kalah terbeliaknya.
“Sepertinya dah dipersiapkan matang-matang neh….”
“Gue temui Rizq dulu!” putus
Ashila melangkah menuju ruang ganti cowok. Tepat ketika Ashila masuk, Rizq
muncul dengan wajah mengeras, membuat Ashila heran sejenak melihat reaksi Rizq
yang diluar dari kebiasaannya yang ngebosy. “Ada
apa dengan dia, emang apa urusan Gue?” Bathin Ashila menggidikkan bahu.
“Sorry, Gue pikir, Lo pasti mau
protes dengan jumlah manusia-manusia itu kan?” tebaknya galau dengan kostum
basket putih birunya to the point sebelum bibir Ashila berucap tentang itu.
Ashila mengangguk sigap. Analisis manusia ini pun kembali benar.
“Itu bukan mau Gue. Itu….”
Kebingungan ingin menjelaskan dari mana Nampak jelas dari bahasa tubuhnya.
Ashila menunggu itu dengan mata memincing, namun jawaban itu tak kunjung
keluar.
“Jadi?” kerut didahi Ashila
betambah kentara. “Ide siapa dunk!?
Gila tau dengan jumlah yang membludak, padahal ini hanya pertandingan antara
Gue dan Lo kan? Belum lagi adanya cheerleaders itu….” Ucap Shila akhirnya
dengan tatapan mata memicing, iseng Shila teringat ungkapan illusionist
Indonesia “Tatap mata saya..” (he…he….)
“Jadi?” kerutan itu kini berpindah
pada wajah tampan kearab-araban itu. Rizq juga tersentak dengan apa yang
disampaikan Ashila kepadanya. Cheerleaders?
“Gue yang pinta!” suara yang
begitu Ashila kenal muncul dari arah dimana Ashila masuk tadi. Dia dengan wajah
angkuhnya melangkah menuju Ashila dan Rizq. Ashila mendengus kuat.
“Keisya?” Pastinya dengan tatapan
yang berpindah arah focusnya.
“Gue.”
“ Lo nggak mikir apa? Gue menerima tantangan Rizq karena hasil wawancara
Buletin GB yang harus Gue kejar…Lo
gimana sih, Lo wakil ketua OSIS atau apa? Emangnya apa pentingnya sih untuk Lo?”
“Karena Gue yakin Lo bakal kalah
ama Rizq yang selalu menang.” Ucapnya pede kelas kakap, yang nggak tahu apa
yang terjadi antara Shila juga Rizq. Rizq jengah dengan omongan ini, itu
kentara dari pandangan tak sukanya kearah Keisya.
“Mau jadi tim sukses nih? Sorry ya
Kei, ini bukan ajang untuk unjung kebolehan, hanya sekedar pertandingan
persahabatan, itu saja, nggak lebih. Key?” Tatap Shila dengan panjang lebar.
“Mau Lo apa?” Rizq angkat suara,
suara yang tadinya bingung kini mulai menunjukkan siapa dirinya, diri seorang
Rizq yang ngebosy!
“Ngedukung Lo.” Senyumnya ke arah Rizq yang berulang kali menarik
nafas dan menghembuskannya kembali. Ashila menggigit bibirnya bingung, memilih
mundur dari aura perang mulut, mundur dengan berharap kebaikan, mengalah untuk
menang, melangkah keluar dari ruang ganti itu. “Gini neh kalau dah dibutakan hatinya ama cinta, semua halal….”
Bathinnya terus melangkah. Tidak mau capek mikirin keduanya.
“Gue nggak butuh dukungan!” ucap tegas Rizq melangkah keluar menyusul
Ashila. Langkah tegapnya terus mengejar langkah Ashila yang berbelok menuju
jalan setapak yang memotong arah lapangan basket yang dipenuhi siswa-siswa RG.
Ternyata mobilisasi dari orang berpengaruh yang memiliki jabatan, cepat
terealisasinya di banding dengan orang yang hanya menjadi bawahan. “Huf inilah potret negeri Gue…” Bathinya
terus melangkah, tak menyadari langkah Rizq yang mengikuti.
“Shila…”
“Yah..” Jawab Shila memutar arah
menghadap Rizq.
“Sorry….anggap aja Lo menang.
Nanti hasilnya Gue beri secepatnya pada Lo.” Ucapnya, pada Ashila, lalu pergi
begitu saja, membuat Ashila bertambah bingung. “Ada apa sih dengan nih orang?” batinnya kembali menatap langkah
tegap Rizq.
“Sorry juga! Antara kita kan dah
sepakat, bahkan bawa saksi segala…Gue pikir kita tetap main, main dalam artian
menggugurkan tantangan Lo. Gimana boy?” Seru Ashila. Rizq menahan langkah,
berputar mencari kesungguhan pada kerlip bintang mata Ashila. Tak perlu waktu
lama untuk jawaban Rizq, karena langkah yang tadinya menuju kelas, berbalik
menuju lapangan basket. Ashila mengikuti dengan langkah biasa dan santai.
Keisya mengikuti dengan senyum
samar.
Rizq telah siap mendrible bola di
tengah-tengah lapangan, ketika Ashila masuk dengan tampilan yang baru. Memakai
seragam club basket Zora dengan jilbab hitam yang meliuk cantik diterpa angin
pagi. Ketika peluit pertama di bunyikan, permainan pun dimulai. Dengan lincah
dan gesit, Ashila berkelit dari segala trik Rizq. Waktu yang diberikan pada
pertandingan ini hanya 30 menit. Waktu
yang cukup panjang menurut Ashila.
15 menit Rizq telah berada tiga
angka di atas Ashila. Ashila menarik senyum disela embun yang mulai bermunculan
pada wajahnya, yang bersinar diterpa cahaya matahari. 15 menit harus Ashila
kejar. Ashila benar-benar exstra siap. Energinya kembali bangkit berjalan
seimbang dengan emosinya yang bergerak statis, yang padanya melahirkan
permainan anggun. Rizq sedikit kewalahan menghadapi Ashila, ditengah sorakan
penonton yang kian gila, juga dengan teriakan club Keisya yang menyebut namanya
tanpa henti, nyaris membuat sisa waktunya kehilangan konsentrasi.
Pada detik-detik mendekati akhir,
Ashila telah berhasil mengejar angka yang diperoleh Rizq. Ketika angka telah
sama, penonton kembali riuh, bersorak dengan nyaring. Bola kini berada ditangan
Rizq. Rizq berlari gesit menuju keranjang. Ashila menghadang dengan lompatan
gesit. Memukul bola dengan telapak tangannya. Bola yang tadinya mengarah kearah
ring, kini hanya bisa menyentuh bibir ring.
Desahan nada tak puas itu pun
terdengar seperti lebah disekitar penonton. Penonton bertambah riuh ketika
melihat waktu yang kini tinggal beberapa menit. Siapa pemenangnya belum
terlihat. Ditengah senyum Rizq yang mengembang, begitu pula Ashila dan dua
shohibnya dipinggir lapangan, ada satu wajah yang kehilangan senyuman yang
sedari tadi merekah. Keisya dengan segala keangkuhannya!.
Bola kini berpindah ke tangan
Ashila. Ashila bergerak gesit menghindari Rizq. Sepintas Ashila menebak, gerak
Rizq sedikit terkontrol, sepertinya ada yang ia jaga dalam permainan ini,
Ashila akan mencari jawabnya nanti, setelah ia terlepas dari pertandingan.
Rizq terus menghalangi Ashila
dengan gerak yang tidak kalah gesit. Mendekati menit terakhir, kebolehan Ashila
kembali muncul. Dengan gerakan cantik, ia memutar bola diatas jari telunjuknya,
menatap lurus pada ring bola, disela hadangan Rizq yang semakin waspada. Begitu
celah itu terbaca, dengan lompatan anggun, Ashila menembak bola dari jarak 5
meter. Semua mata kini menuju bola yang melambung menukik lurus kearah ring…dan
detik ini adalah detik yang mencengangkan…bola itu masuk mulus, menandakan
Ashila unggul dari pada Rizq.
“Ya…..” teriak histeris fans Rizq
dengan lengkingan memprihatinkan. Ashila mengucap leganya kuat, melangkah
menuju Zora dan Zihan yang bersiap memeluknya. Namun….
“Tunggu!” Ashila menoleh sigap,
menatap Rizq yang melangkah kearahnya. Tidak ada wajah hilter disana, apalagi
fir`aun….
“Selamat untuk Lo….” Ucapnya
mengatupkan tangannya didada. Ashila bengong! Jawaban atas penasarannya tadi
terjawab. Ternyata Rizq itu….
“Oh…thank`s, tapi Lo ikhlas neh?”
canda Ashila menutupi rasa kagumnya.
“Gue ikhlas kok, nih hasil
wawancara Gue, plus walkmannya…” sodornya pada Ashila. Ashila menyambutnya
hati-hati. Begitu keduanya telah berpindah tangan, Ashila berbalik meninggalkan
Rizq segera, menuju Zora dan Zihan yang tersenyum aneh tapi nyata.
“Yee…Lo katakan cinta ya?” kerling
Zora nakal. Ashila membeliakkan mata…”Gila
banget analisis nih orang!” batinnya, melotot kearah Zora. Zora terkikik.
“Gue bilang cinta? Lo gila apa?
Mangnya Gue cewek apa say?”
“He..he… canda girls, abis
romantic pisan….” Godanya lagi. Ashila menghembuskan nafas menatap Zihan yang
tersenyum manis kearahnya.
“Sip, akhirnya hasilnya keluar,
dan Lo telah memperlihatkan permainan yang cantik.” Ini kata Zihan merangkul
Ashila. Ashila balas merangkul Zihan, dan mulai meninggalkan Zora.
“Hei….tunggu Gue dunk!” Lengkingnya. Ada ukhuwah pada
tawa ketiganya. Erat simpulannya pun bertambah dan terus bertambah.
Komentar
Posting Komentar