(Novel) Gw Bilang Cinta - (9)
SEMBILAN
Gerbang
sekolah telah terbentang lebar dengan mang kumis penjaga sekolah yang setia
berdiri disisi pos satpam, menebar senyum pede, walau giginya sudah ada yang
pensiun dari sana. Senyum yang selalu menyambut beraneka ekspresi anak-anak.
Walaupun beberapa anak ada yang tak suka, bukan itu motifasi mang kumis untuk
tersenyum, dan bukan karena alasan mereka hingga ia tak menebar senyummnya. Ia
punya prinsip sendiri, seperti pagi ini, tatkala langkah ketiga sahabat ini
keluar dari dalam mobil.
“Ass
mang.” Sapa Zora menarik senyum, sembari membawa bungkusan plastik hitam. Shila
dan Zihan mengangguk tersenyum, begitu melihat wajah itu memberikan senyumnya.
‘Mang,
nih sarapan buat mang kumis, thanks ya selalu memberikan kami senyum…” Shila
kembali menarik senyumnya begitu bingkisan yang diamanahkan kedirinya tadi ia
serahkan kepada Mang kumis.
“Napa
Lo nggak ngasi` sendiri?”
“Jangan
bawel, oke?” Senyum Zora. Shila melototkan matanya, Zora hanya menggidikkan
bahu cuek.
“Mang,
boleh Zora nanya, mewakili siswa disini?” Zora langsung angkat bicara. Persis
wartawan yang tengah mewawancarai narasumber penting.
“Boleh,
tapi neng seperti anggota legislative aja, yang terjun kelapangan, memantau
sekeliling..” Geli Mang kumis setengah bercanda.
“Yah,
agar aman dan damai mang..” Celetuk Zihan memperbaiki letak tas selempangnya
yang melorot karena tarikan jilbabnya.
“Iya
neng, kalau tipe pemerintah seperti neng, bakal aman nih, selalu investigasi,
melihat kondisi sekeliling, persis khalifah Umar Bin Khattab..” Ucap mang Kumis
lagi, mulai merambah pada pembicaraan politik Khalifah Umar Bin Khattab. Zora
mangut-mangut mendengarnya, begitu juga Zihan yang langsung mengangkat dua
jempolnya, untuk mang Kumis.
“Kembali
ke topik mang, Zora hanya pengen tahu, kenapa sih mang PEDE banget ngasih
pelayanan senyum walau ledekan banyak?”
“Sedekah
neng..” Mang Kumis menjawab sportif. Zihan mengangguk, mengajukan jempol kearah
Zora yang terlihat mangut-mangut faham untuk kedua kalinya.
“Contohnya
gini nih..” Ucap Shila, menarik pipi Zora yang meringis. Shila tertawa kecil,
mendahului menuju kelas, tentunya setelah pamit kepada mang Kumis yang tertawa
lepas melihat tingkah dan reaksi Zora yang mengusap dua pipinya perih.
“Shila…..”
Kejarnya, Shila terus melangkah diikuti Zihan yang hanya bisa tersenyum segar,
menyaksikan warna ukhuwah yang kian berpendar, dari detik menuju menit, hingga
hari menuju minggu. Ada kebaikan yang terus hadir, bermunculan menjadi sketsa
bermakna, berharap pelajaran yang ditemui dapat menjadi sumbu menuju pribadi
yang lebih baik, dengan menjunjung nilai-nilai moral, terlebih Agama yang hanif
ini. Selalu belajar mengenal ajaran agama secara continue tanpa pernah merasa
cukup, karena begitu banyak hikmah yang ada, dan harus selalu dicari sebagai
sumber energy, memberikan warna yang dapat menghalau futur tatkala hadir,
menjadi benalu pada hati.
“Sorry…”
Bisik Shila duduk dibangkunya, tatkala melewati bangku Zora. Zora mengangguk
kecil, toh ia tak menganggap semua serius, Zora tahu sifat Shila, selalu penuh
rasa bersalah tatkala melakukan aksinya. Peka, itulah namanya.
“Oke,
sampai disini untuk hari ini, setelah ini pengurus acara talkshow jurnalistik
bisa berkumpul di ruang osis, untuk pemfixan randown acara, sekaligus penentuan
MCnya.” Tutup Bu Sarah selaku penanggung jawab bagian jurnalistik.
“Yuk..”
Ajak Shila begitu bu Sarah keluar membawa aneka jenis buku-buku sastra dan
bahasa dengan langkah lebar nan berwibawa miliknya.
“Langsung?
Memangnya Lo nggak laper? Tuh cacing-cacing kremi pada demo…” Geli Zora, menunjuk
perut Shila.
“Oke,
selepas dari kantin, kita langsung hang
out ke ruang Osis. Lagian, Bu Sarah mungkin juga tengah snack..” Putus
Zihan dengan husnuzzonnya yang selalu mengedepankan pikiran positifnya. “Itu cirri orang yang sehat Shila..”
Katanya saat suatu ketika Ashila protes, seperti halnya protes tatkala ada
insiden dirinya di drop out beberapa
bulan lalu.
“Meraka sayang Anti, makanya pake istilah
ngerjain..”
“Tapi, kenapa sih Lo selalu aja
berfikiran baik, ke mereka, padahal jelas-jelas mereka itu..”
“Husnuzzon Honey…Inilah cirri
orang yang sehat..”
“What?”
“Sehat bathin maksud Ane, selalu
mengedepankan pikiran positif dari pada prasangka yang bisa menghadirkan
sifat-sifat aneh..”
Ashila tersenyum mengenang semua, dan semua kini
menjadi memori yang tak terlupakan, belajar dari sebuah peristiwa, yang pada
akhirnya banyak mengajarkan Shila sesuatu yang lebih bermanfaat.
(GBC)
Satu
persatu siswa yang tergabung dalam susunan kepanitian talk show yang akan
diadakan dua hari kedepan, mulai datang memenuhi ruang Osis, termasuk Shila,
Zora dan Zihan yang mengambil duduk disisi barat, dekat jendela yang tatkala
mata memutar kesana akan langsung melihat lapangan basket.
“Disini
taqdir kita dimulai bukan?” Bisik Shila pada Zihan yang baru saja mengeluarkan
TTSnya. Ia hanya mengangguk kecil.
“Taqdir
yang membawa Anti selalu menggangap Rizq adalah…”
“Stop,
itu masa lalu, sekarang Gue nggak berfikir dia patung lagi kok..”
“Jadi
selama ini anti sama Ri…”
BEP! Mulut Zihan ditutup begitu saja oleh Zora.
Zihan megap-megap dibuatnya, Shila terkikik geli, mendapati reaksi Zora yang
berlebihan.
“Jangan
menghakimi hati dunk, ntar keburu kabur deh kelap-kelip VMJnya..” Ledek Zora
cuek, mengeluarkan buku juga bolpoin dari kantungnya.
“Sttt!”
Mata Shila melotot, tanda yang dihafal keduanya tatkala Shila merasa nggak
nyaman dengan pembicaraan tersebut.
“Sorry…”
“Afwan..”
Kedunya mengangkat tangan juga menarik senyum, sebagai tanda perdamaian yang
dihaturkan. Shila mengangguk, beralih menatap pintu yang telah dimasuki Bu
Sarah.
Rapat
pun dimulai…
(GBC)
Keputusan
Rapat talk show jurnalistik yang akan diadakan, ternyata hanya berselang
beberapa hari menuju masa UN, Ashila sendiri mendapatkan amanah menjadi host
acara tersebut. Duo sahabatnya menjadi tim sukses acara bagian regstrasi.
Mengenai anak-anak kelas 3, Acara jurnalistik tidak mengharuskan mereka hadir.
Mereka dipinta untuk serius jelang persiapan UN nanti.
“Yah,
nggak bakal ketemu deh ama Keis..dia kan bakal bertempur abis-abisan..” Ucap
Zora merasa menang tanpa kehadiran tokoh antagonis disekolah Real Generation
yang sempat membuatnya meradang. Shila hanya menarik senyum kecil, mengitari
sekeliling dengan pandangan yang dapat ia jangkau. Zora menyikutnya pelan.
“Lo
napa cin? Nyari siapa sih? Kita kan disini…” Kedip mata Zora, menggoda.
“Azura..”
Ucap Shila, karena memang ia juga tengah mencari Azura selain tokoh penting
yang lain, yang menjadi penyelamatnya beberapa bulan lalu dari drop out yang
mendadak mampir.
“Allah, jika bisa, aku ingin bersua
dengannya sejenak, sejenak mengutarakan maaf atas suudzon juga terimakasih
karena kepeduliannya pada sesama..” Bisik Shila melangkah diapit duo
sahabatnya yang asyik dengan fikiran masing-masing. Shila dengan bathin
mengharap bersua Rizq, Zora yang asyik menyimak nasyid Maherzain ‘Thank you
Allah”. Dan Zihan yang komat-kamit mengulang hafalannya.
“Ayo
naik, ngapain bengong disitu?” Setengah berteriak, Zora mengeluarkan kepalanya
dari mobil, demi melihat Zihan yang tetap diluar dengan mata mengarah pada
gedung SMA arah kelas 3 IPA.
Zora
mengikuti arah wajah Shila, lalu melirik Zihan yang hanya menggidikkan bahu,
seolah enggan memberikan komentarnya, karena lebih tertari pada TTS ilmiah yang
berada didepan matanya.
“Shila,
kalau Lo mau cari Rizq, bukan disini, sana!, selesaikan urusan hati Lo, Gue
tunggu . okey?” Kerling mata Zora menggoda.
“Maksud
Lo?” Tatap mata Shila kini beralih, diikuti langkahnya yang mulai membuka pintu
mobil.
“Jujur
deh, bukan nyari Azura khan?”
“Terserah
Lo deh..” Pendek Shila memberikan jawaban. Zihan memberikan deheman khasnya
disertai wejangan singkat yang membungkam mulut Zora. Taat banget!
“Ehm….
Berfikir positif membuat otak fresh loh..” Ucapnya tanpa mengalihkan matanya
dari TTS. Serius, bukan berarti Zihan melupakan atau tak tahu apa yang tengah
menjadi perbincangan Zora yang mulai masuk kezona nyebelinnya. Yah Zihan masih
bisa menggunakan indera pendengarannya dengan baik, sesuai amanah Allah atas pendengarannya,
yang kelak akan dimintai pertanggung jawabannya pula.
“Yap,
ustadzah Zihan…” Angguk Zora, menatap Zihan dari kaca mobil. Zihan mengangguk
disertai tanda bolpoinnya yang terangkat.
“Aamin…”
Bathinnya pelan, mulai kembali sibuk dengan pekerjaannya. Zora pun mengemudikan
mobilnya segera, keluar dari area parkir.
Satu
yang menjadi fikiran Shila, ia merasa masih berhutang budi dengan Rizq, atas
aksinya dan teman-temannya, aksi yang berbuntut penarikan DOnya dahulu. Sebuah
kisah dimana maindset seorang Shila
berubah pada Rizq yang dulu pernah membuatnya dan kedua shohibnya menjadi orang
yang antipati jika harus berurusan dengan Rizq, apapun bentuknya.
“Shila.
Gue akan bantu Lo, but Lo ngomong dunk, klo diam bengong gitu, gimana mau ngebantunya..”
Zora angkat bicara, berubah menjadi bijak dengan karakternya yang jauh dari
nyebelin bin ngeselinnya. Zihan mengangguk, mulai menutup TTSnya, fokus pada
Shila yang berubah diam sejenak, diam berfikir bagaimana ia harus menyampaikan
rasa terimakasihnya.
“Ayo
dunk Ukh, anti ngomong ama kita…” Angguk Zihan memberikan kesempatan pada
Shila. Shila menghela nafasnya sejenak, lalu melemparkan senyumnya.
“Lo
aneh deh berdua, emang Gue kenapa? Gue sekarang mikirin acara talkshow besok,
bukan apa-apa..”
“Serius?”
“Yakin?”
“Yah…”
“Klo
Lo punya urusan yang harus dituntaskan bareng Rizq, kita bantu gih, lagian kita
juga punya kepentingan sama dia…” Ucap Zora sesekali menoleh ke Shila, juga fokus
pada jalan raya, menuju rumah Shila yang memang ramai, maklum wilayah rumah
Shila termasuk kompleks yang ramai dengan kendaraan juga anak-anak SD yang
berkaliaran.
“InsyaAllah..”
“Yah,
begitu dunk, kapanpun, kita tetap ada untuk Lo..” Ucap Zora menyakinkan,
menepuk bahu Shila, begitu pula Zihan. Simpul ukhuwah itupun kini kembali
menjadi simpul yang semakin kuat, saling memberikan bantuan satu sama lain, membantu
mengeluarkan diri dari permasalahan apapun itu, selagi bisa tertangani dengan
pikiran-pikiran cerdas mereka. uKhuwah,
memang selalu indah kapanpun. (Setuju?)
Komentar
Posting Komentar