(Novel) Gw Bilang Cinta - selesai
Selesai
09:00
pagi, tatkala masuk areal parkir Real Generation, semua akan langsung tahu, apa
perhelatan yang akan diadakan didalam sana, diaula yang sekelilingnya dipenuhi
pohon pinus juga pepohonan rindang serba hijau. Alami. Pada dinding bangunan
lantai dua, sebuah spanduk besar terpampang jelas. Spanduk yang menggambarkan
akan perhelatan akbar itu.
“Silahkan
bubuhkan signaturenya disini ibu,
bapak…” Ucap Zihan lembut dengan senyum yang terus menerus di setorkan. Zora
yang berdiri disampingnya sampai bete berat karena bibir juga wajahnya kaku
dituntut untuk senyum dan senyum.
“Han,
Gue capek senyum mulu…” Bisiknya membuat Zihan mencubit paha Zora dari bawah.
“Apaan
sih….”
“Ini
nih personality plus, membahagiakan siapapun, jangan milih dunk! Emang Lo mau pake
senyum hanya untuk cowok doang, atau orang-orang yang respek ama Lo?” Balas
Zihan ketika beberapa tamu terakhir sudah melangkah mendekati aula.
“Nggak
gitu juga kale….” Protes Zora memainkan bibirnya. Jika seperti itu ia teringat
Shila yang selalu mengatakan buncis tatkala wajahnya tertekuk bête dan nyaris
tanpa senyum. “Buncis! Emang lo napa betah banget sih betenya…?” Tanyanya
dengan senyum, dengan tangan yang refleks mencubit kedua pipi Zora tanpa ampun
hingga merah itupun menjadi Nampak pada wajahnya.
“Melamun
lagi? Kemarin yang eror Shila, sekarang kok jadi anti sih?’” Introgasi Zihan,
memutar kursinya, menghadap Zora yang hanya memewekkan bibirnya.
“Kangen
Shila,masuk yuk…” Tariknya tiba-tiba. Zihan menggeleng, menunjuk buku tamu,
juga pintu masuk menuju aula yang kini tengah kembali didatangi dua tamu yang
tak lagi asing.
“Eh
tuh kan tante yang yesterday-yesterday
ketemu dibutik, bareng om itu juga..” Bisik Zihan dengan bahasa inggris yang
nyeleneh, menunjuk arah pintu gerbang dimana keduanya muncul. Zora memutar arah
kepalanya, mengangguk cepat.
“Assalamu`alaikum
tante, om…”Senyumnya lebar. Sampai Zihan terkikik geli melihatnya.
“Acaranya
kapan?”
“Dah
mau dimulai sepertinya, tapi arasumbernya lom datang tante, om…”
“Oh,
thanks ya atas infonya..” Senyum sang Tante dengan wajah manisnya, ada yang
beda pada tampilannya dengan yang kemarin. Hari ini ia berjilbab anggun,
sekilas ada kemiripan dengan Ashila, yah 11, 12 lah…
“Syukron..”
“You
are welcome…” Balas Zora mengiringi langah keduanya. Selepas keduanya masuk,
zihan juga Zora menyusul masuk kedalam.
“Liat
nggak tante Rein itu, mirip Shila kita?” Bisik Zora pada telinga Zihan,
memperhatikan tante Rein yang duduk dengan Om Alif.
“Anti,
seperti kenal banget sih?”
“Ini
juga Gue liat dibuku tamu honey, makanya tau namanya..” Protesnya dengan mata
terus memandang kearah tante Rein juga Om Alif.
“Ya
iyalah, memang setiap manusia yang diciptakan Allah punya qarin kan?” Ucap Zihan meluruskan, tapi tetap juga matanya
selingkuh kearah tante Rein, seperti Zora, melupakan sejenak wajah sang MC
manis dengan balutan jilbab coklat yummynya, lengkap dengan mayones pad
senyumnya yang merekah sempurna yang siap membuka acara dengan gayanya yang
keren.
Acara
pun dibuka dengan baik oleh Shila dengan gaya bak aristocrat dengan nada bicara
layaknya host terkenal dunia dengan senyum yang tak sedikitpun hilang dari
sana. Ia nyaris terlihat seperti seorang putri dengan ratusan mata yang kini
hanya tertuju padanya, tak terkecuali sepasang mata elang milik Rizq yang
ternyata hadir karena ketertarikannya akan acara ini.
“Antum
kenapa Akh?” Tanya Zaldy menyikut lengan Rizq yang duduk dengan mensidekapkan
tangannya pada dadanya, yang disana juga terselip bulletin terbaru RG yang
ternyata waktu terbitnya dimajukan untuk menyemarakkan acara talkshow.
“Oh,
nggak, Gue hanya liat MC yang sudah menulis hasil wawancara Gue dengan
sempurna, seperti dirinya yang berusaha sempurna diatas panggung.”
“Yah,
orang yang menyadarkan Ana akan sebuah keputusan berharga tanpa plin-plan. “Antum pemimpin ROHIS, ngapain pake ragu
memutuskan sesuatu? Pertimbangkan dengan matang tanpa menyakitkan kedua
belah pihak, terlebih Allah karena Antum
menjalankan amanah dengan cara abu-abu, nggak pede dengan keputusan sendiri.
Antum berhak makanya dapat kepercayaan seperti itu” Sengit Shila ketika
bertemu di koridor antara kelas III Ipa dengan ruang OSIS, sehabis Rapat
tentang acara Talkshow.
“Hebat…”
Angguk Rizq, membuka profil bulletin RG yang menampilkan dirinya, dengan
seragam basket bersama timnya.
“Real Generation , memang bukan sekolah
unggulan, namun ia mampu menunjukkan sinarnya, mencoba menjadi yang terbaik
dari hari kehari. Semua dibuktikan
dengan kerja keras yang ada, sebagai penguat tiem, seperti kemenangan olimpiade
basket yang akan menambah prasasti sejarah RG, oleh mereka generasi nyata dari
RG yang mampu menunjukkan bahwa mereka mampu menjadi pesaing.
Rizq sebagai kapten mampu membawa
RG dengan baik dalam masa kepemimpinannya, tentunya senua berjalan seimbang
antara usaha, doa juga tawakkalnya.
Untuk kalian, semangat ya! Be
strong!
Tulis
Shila pada paragraph pertama, membuat Rizq menarik senyum tipisnya, teringat
masa-masa peloncoan MOS dulu yang benar-benar menguras energinya, emosinya atas
sikap Shila yang open mount tanpa
henti tatkala ada yang nggak beres dengan keputusannya yang kala itu terjadi
karena dorongan emosi yang sangat.
“RG
bangga punya dia…” Bisik Zaldy, menatap panggung yang kini telah memasuki
puncak acara, bedah buku.
“Oke,
inilah saat yang ditunggu, narasumber kita mba reinsyaron akan mengajak kita
semua masuk pada dunia katanya. Mari kita sambut Mba Reinsyaron!..” Ucap Shila,
mengitari ruangan dengan pandangan mata bulatnya, mencari narasumber yang ia
sebutkan, begitu Reinsyaron naik panggung, Shila bengong sesaat.
“Sekilas
kok mirip Gue ya?” Bathinya sejenak, tapi setelah itu ia menggidikkan bahunya,
nggak ambil pusing. Kan setiap orang punya tujuh kembaran. Fikirnya menuju
belakang panggung.
“Buku
ini hadir sebenarnya murni untuk menghibur diri saya juga kakak sulung saya
yang lama tak menemui anaknya yang seusia kalian semua, hari ini. “Nyayian
rindu” dipersembahkan untuk dia, yang kami rindukan..” Ucap mba Rein, menatap
wajah Shila yang muncul kembali membawa satu botol air mineral, lalu beralih
pada penonton siswa-siswa RG, juga om Alif yang ia maksudkan yang terlihat
mengangguk dengan mata berkaca dibalik kacamata berframe coklat miliknya.
Om
Alif terus mengikuti acara itu, sampai ia tersentak begitu memperhatikan wajah
Shila yang tersenyum di sisi panggung, memang wajah itu nyata mirip Rein,
seperti analisis Zora. Pelan Om Alif berdiri, melangkah menuju keluar dari
tempat Acara, mendekati kepala Yayasan Real Generation yang menyambut jabat
tangannya hangat.
“Boleh
saya Tanya tentang latar belakang MC hari ini?” To the point Om Alif
melemparkan pertanyaan, yang membuat wajah kepala Yayasan heran.
“Memangnya
ada apa dengan Ashila?” Tanyanya menatap wajah Om Alif yang terlihat menarik
napas dalam, sebelum memberikan keterangan.
“Dia
mengingatkan saya pada putri saya…”
“Nama
lengkapnya Ashila Ainnazwa, putri dari pemilik butik Ainnazwa, Bunda Fathiyah
Chairis Ainnazwa.” Lengkap kepala Yayasan memberikan keterangan.
“Anak
berbakat yang menjadi ikon RG sebenarnya, suka debat juga orasi..”
“Chairis?”
“Yah…”
Angguk kepala ketua yayasan, yang sentak mengingatkan Om Alif dengan wajah
Bunda yang cantik penuh wibawa.
“Terimakasih
Informasinya Pak…”
“Sama-sama
Pak…”
Om
Alif kembali ketempat duduknya, memperhatikan Shila yang asyik dengan obrolan
pentingnya bersama panitia lain.
“Rein, dia putri Airis..” SMS singkat
ini Om Alif kirimkan pada mba Rein yang tengah mempresentasikan bukunya. Mba
Rein yang membaca isi singkat SMS itu tersentak sejenak, lalu kembali normal mengingat
ia tengah berada didalam sebuah acara resmi sekolah.
Subhanallah….
Alhamdulillah….
AllahuAkbar….
Bisik
hati Mba Rein, begitu Shila muncul kembali dihadapannya, memeluknya hangat,
dengan senyum optimisnya yang membuat Mba Rein terharu.
“Syukron
Shila…” Peluknya hangat, lama sekali. Shila adalah anak yang menginspirasinya
untuk berhijab, sejak bertemu sekilas di Bandara soekarno saat Shila menjalani
studi banding ke luar Jakarta, di area parkir bandara beberapa tahun yang lalu.
Sebuah pertemuan awal yang merupakan takdir, bukan kebetulan. Dan kini, Shila
didepannya berdiri tegak dengan menebar senyum, tak mengerti makna air mata
yang keluar dari dua mata cantik mba Rein yang menatapnya haru. Ada apa ini? Bathin Shila kembali
melempar senyum, memeluk Mba rein sebelum turun kembali dari panggung, berbaur
dengan teman-teman sesama panitia yang lain.
“Semangat
Tante!...” Bisik Shila melepas pelukan Mba Rein, melanjutkan kembali tugasnya
hingga tuntas. Berusaha memberikan yang terbaik semampu dirinya. Maka bagaimana
hasil akhirnya, Shila serahkan semua pada penilaian Allah saja, karena Allahlah
yang akan mengirimkan jawaban itu dari lisan mereka, teman-teman sesama panitia
juga civitas akademika Sekolah Real Generation.
(GBC)
Acara talk show jurnalistik
berjalan lancar dengan apa yang telah Ashila dan yang lain agendakan. Mulus dan
mengasikkan. Sepekan setelahnya, ujian nasional diadakan untuk kelas 3 IPA dan
BAHASA. Otomatis kegiatan belajar sekolah diliburkan, dan sejak itulah, Ashila
tidak pernah bersua kembali dengan Rizq dan teman-temannya yang lain, namun
Shila mendapatkan kejutan, perhatian penuh dari Mba Rein juga Om Alif yang
selalu muncul disekolah disaat-saat Shila rehat dari kesibukan sekolah yang
bejibun untuknya. Persiapan perpisahan anak-anak kelas 3, persiapan ujian
sekolah, kenaikan kelas dan banyak lagi.
“Shila…” Mba Rein muncul dengan Om
Alif ketika kepala Shila benar-benar full peningnya.
“Wah Mba, Om.. kebetulan neh,
Shila lagi error berat…” Celetuk Shila, membuat bibir Zora maju beberapa senti,
begitupula Zihan yang hanya melirik sebentar, melanjutkan mengotak-atik rumus
buatannya yang belum kelar sedari tadi.
“Benar nih mba, ngerjain math dah
banyak, apalagi IPA, tapi aneh ya, otaknya tetap mumet and loading dengan
rumus-rumus ini. Sedari tadi Gue ajak maem juga masih bête mulu, sampai ngantuk
neh liat moodnya yang hancur berantakan..”
“Lagi futur Om, Mba, biasa banyak
jobnya..” Pungkas Zihan, menutup bukunya, memperbaiki letak duduknya. Zihan
tiba-tiba pengen tahu sedikit tentang Mba Rein juga Om Alif.
“Mba, lama-lama Mba Rein
benar-benar seperti duplicate nih sama Shila, memangnya Mba nggak liat ya? Tuh,
alisnya aja mirip Om Alif, menyatu dengan alis sebelahnya..” Tunjuk Zihan pada
wajah Shila yang memasang wajah betenya yang nyebelin.
“Ya iyalah mirip, yang
mendesainkan sama, sang maestro tak ada duanya, Allah Swt the best!” Ucap
Shila, yang sejujurnya juga heran, kenapa dirinya begitu mirip dengan wajah Mba
Rein juga gaya bicara Om Alif. “Jangan-jangan
Gue? Ah, mimpi apa Gue, ngebayangin mereka family dari ayah yang nggak pernah
muncul buat Gue? Huf… Bathin Shila, menatap wajah Om Alif yang sudah
berumur, ditaksir umur Om Alif sekitar 47 atau diatas dari itu, hm…cocok dipanggil ayah..Bathin shila
lagi, Shila terus memikirkan itu dengan otak kirinya yang difungsikan penuh.
Sampai, nama Bunda tertera dilayar SE miliknya.
“Ass Bunda sayang…”
“Woah,
gini nih kerjanya Bunda, belum fit benar dah mau sidak ke Bandung, memangnya
kenapa sih Bun?”
“Khan
bisa nanti Bun, sama-sama Shila setelah ujian, libur bareng Zora juga Zihan..”
“Serius
nih Bun?”
“Oke,
Shila setuju, abis ujian. Key bunda sayang?”
“Sip!
Waalaikum salam bunda…”
Shila menutup handphonenya pelan,
diiringi senyum yang muncul sempurna, membuat Zora manyun begitupula Zihan.
Keduanya tahu, seperti apapun bad moodnya bila mendengar suara bunda, seketika
semua bebannya pergi, say good by untuknya, liat aja tuh, wajahnya dah normal
kembali.
“Cie yang baru denger suara bunda,
semangat neh…”
“Yaiah Gue semangat, Gue hanya
punya Bunda dan Lo berdua”. Ungkap Shila menarik senyum. Om Alif juga mba Rein
hanya bisa saling pandang.
(GBC)
“Ya… sekolah jadi beda, nggak ada
makhluq-makhluq tuh.” Ucap Zora begitu memasuki gerbang sekolah setelah
liburan. Ashila menghela nafas. Ada satu yang belum pernah ia sampaikan pada
Rizq. Satu ucapan yang mewakili semua. Ucapan terimakasih atas pertolongannya
perihal skors beberapa bulan lalu. Dan helaan itu memancing dua kepala yang
sedari tadi melongok bak kucing menatapnya.
“Anti kenapa say?”
“Gue baik-baik aja! Key? Hanya
lega karena sekolah dah masuk kembali, dan kita bertiga dah nggak duduk dikelas 2 lagi…” alihnya dengan kerlip bintang
cemerlang pada matanya. Ketika matanya beralih kedepan, didepan kelas barunya,
Azura dan kawan-kawan telah siap dengan spanduknya.
“WELCOME
TO CLASS 2 IPA FREN!” sambut sorak Azura dan yang lain, membawa spanduk kreasi
dadakan. Beserta kertas warna-warni yang disemburkan kepada ketiganya. Sungguh
indah fren! Dan ..
“Hai Shila, Mba ngajar sastra di
sekolah ini…”
“What?” Delik mata Shila begitu
melihat Mba Rein muncul dengan senyumnya yang merekah dibalik jilbab coklat
susu yang ia kenakan, Happy dan Happy, itulah rasa Shila sekarang happy menuju
jenjang yang lebih menantang. Happy!
Inilah masa indah SMA, bersama
teman-teman melukis kenangan yang akan menjadi pemanis menghadapi hari. Ada
ukhuwah disini. (Bagaimana dengan kenanganmu fren?)
Komentar
Posting Komentar