CERPEN: Diary Fay tentang bunda
Hua..ha..ha….
Tawa
juga lengkingan itu terdengar riuh keluar dari kelas 2 tempat dimana bu Hanum
diamanahi sebagai wali kelas dengan 21 jumlah siswa yang ia tangani bersama 2
orang guru lainnya. Anak-anak sentak riuh mengelurkan suaranya ketika Bu Hanum
mengajarkan IPA dengan menentukan kelompok berdasarkan bunyi suara hewan yang
anak-anak tirukan untuk mencari kelompoknya. Riuh suara yang mampu menciptakan
aura bahagia pada wajah seluruh siswa.
Namun ada satu wajah yang membuat
bu Hanum diam-diam terus memperhatikannya. wajah cantik itu milik Fay yang
tetap diam dengan wajah sedihnya memeluk boneka panda yang selalu ia bawa jika
berangkat ke sekolah.
“Fay, boleh ibu duduk disini?”
Tanya bu Hanum menarik kursi setelah anak-anak yang lain sibuk mengerjakan tugas.
Fay hanya menatap wajah bu Hanum disertai gelengan kecil. Bu Hanum mengusap
kepala mungil Fay yang dibalut jilbab putih dengan anak rambut yang muncul
disana sini.
“Oke ibu faham, tapi nanti kalau
Fay mau cerita ibu tunggu ya….” bujuk Bu Hanum dengan senyum yang terus
mengukir tanpa melupakan anak-anak yang lain. Fay masih diam dengan mata yang
terus mengawasi teman-temannya yang tengah belajar juga bermain lego. Bu Hanum
tersenyum mengikuti kearah mana pandangan Fay.
“Mau main lego? yuk sama ibu…”
Pegang bu Hanum pada pergelangan tangan Fay, namun Fay enggan untuk berdiri. Bu
Hanum menarik nafas kecil lalu memilih membiarkan Fay sendiri dengan harapan
semoga setelah ini Fay dapat bergabung bersama teman-temannya.
Satu persatu anak-anak mengumpulkan hasil
kerjanya dengan meletakkannya pada keranjang yang tersedia, lalu bermain di halaman
sekolah juga berhamburan menuju kantin. Fay tetap duduk didalam kelas dengan
kepala menunduk sembari mengelus-ngelus kepala bonekanya. Ada sedih yang
tertampung pada hati juga air matanya.
****
Bu Hanum membimbing tangan Fay
mengantarnya turun menuju gerbang sekolah. Bu Hanum berharap dapat bertemu
dengan pengantar Fay dan ingin tahu apa yang menyebabkan Fay selau murung dan
sedih sendiri.
“Fay, biasanya yang jemput Fay
bunda ya?” Tanya Bu Hanum terus memancing Fay untuk berbicara, namun tak ada
suara yang keluar dari pita suaranya kecuali gelengan khasnya.
“Ayah?” Kembali gelengan itu
terlihat dengan mata bulatnya yang terus memandang arah masuk mobil antar
jemput. Bu Hanum terdiam sejenak, sampai akhirnya sebuah mobil silver Honda berhenti
didepan gerbang sekolah berikut wajah Fay yang berubah cerah.
“Bu Hanum?” Sapaan ini menyapa Bu
Hanum yang lantas menarik seulas senyum, menatap wajah penjemput Fay, orang
yang mampu membuat wajah Fay berubah tak seperti biasanya.
“Maaf ibu, saya Naila pengasuh
Fay. Hari ini bunda juga ayahnya tidak dapat menjemput”. Naila memberikan
penjelasan yang sedikitnya mampu memberikan jawaban pada bu Hanum.
“Bisa ngobrol sebentar?” Tanya Bu
Hanum meminta kesediaan. Naila mengangguk lantas mengikuti bu Hanum menuju
kantor setelah meminta Fay menunggu didalam mobil.
“Saya Faham ibu…” Anguk Naila
begitu Bu Hanum mengutarakan pertanyaan seputar keheranannya atas prilaku Fay
ketika dikelas.
“Bunda terlalu sibuk begitupula
ayahnya. Bunda dan ayah selalu berada diluar kota terkadang mereka pulang
ketika Fay sudah tertidur dan pergi lagi sebelum Fay terbangun. Fay hanya
bertemu bunda dan ayahnya sepekan tiga kali, itupun jika mereka tidak punya
halangan”. Panjang lebar Naila menyampaikan itu. Bu Hanum menarik nafas berat.
“Oh ya bu, Ibu bisa baca diary Fay
yang saya temukan dijok mobil. Mungkin terjatuh pagi tadi”. Bu Hanum mengambil
diary biru dengan gambar sailormoon itu hati-hati, lalu membuka halaman demi
halamannya yang tertulis kata-kata pendek dengan tulisan naik turun tak
menentu.
Fay rindu bunda
Fay rindu ayah
Bunda, kapan berbicara sama Fay?
Bunda tidak sayang Fay ya?
Bunda pergi lagi
Fay ingin bersama bunda
Fay sayang bunda
Fay sayang ayah
Bunda dan ayah
Fay rindu, Fay mau Bunda selalu bersama Fay, mengantar Fay
kesekolah, memakaikan baju sekolah Fay, menyiapkan botol minum Fay dan tugas
sekolah Fay
Tulisan ini membuat air mata bu Hanum jatuh,
membayangkan sosok kecil Fay yang ternyata ingin merasakan hal yang sama
seperti teman-temannya. Diantar Bunda juga ayah ke sekolah dan selalu
mengerjakan semua bersama-sama.
Fay iri sama teman-teman Fay
Fay sedih…
Sampai disini yang merupakan
penutup diary mungil itu, bu Hanum masih terus menyeka air matanya yang jatuhnya
beriringan dengan tarikan nafas beratnya. Mungkinkan masih banyak Fay lain yang
harus dikorbankan untuk sebuah kesibukan orang tua?
***
Bu Hanum menatap wajah cantik
didepannya bergantian dengan wajah tampan yang juga duduk didepannya. Diary
mungil itu kini telah berpindah tangan pada keduanya yang membacanya dengan
raut wajah berbeda dari sebelumnya. Wajah yang sama seperti bu Hanum
sebelumnya.
“Saya mohon bunda dan ayah
memahami Fay, karena memang Fay telah kehilangan sosok bunda dan ayahnya. Fay tidak
membenci bunda dan ayah. Fay hanya ingin bunda juga Ayah ada untuk Fay,
menemani hari-hari Fay seperti kata-katanya pada diary yang kebanyakan berisi
tentang bunda”. Senyum bu Hanum menatap wajah bunda yang basah. Bu Hanum
terpaksa memanggil keduanya karena semua menyangkut prilaku Fay, kepribadian
Fay juga perkembangan Fay. Ada nafas lega setelah semua selesai.
“Dadah bunda, dadah ayah…” tangan
itu melambai mengantar sang bunda dan Ayah yang balik membalas dengan kecupan
pada kening Fay. Bu Hanum yang kebetulan ada di depan gerbang sekolah
melemparkan senyum hangat pada bunda juga ayah, lalu memeluk tubuh mungil Fay
yang kini mulai terbuka dan tertawa riuh bersama teman-temannya tanpa bayang
kesedihan yang beberapa minggu lalu hadir disana pada wajah manisnya yang
cerdas.
“Fay sayang bunda bu..” Ungkapnya
kali pertama pada Bu Hanum dengan senyum. Bu Hanum memeluknya hangat. Inilah
harapan terbesar bu Hanum untuk Fay juga Fay-Fay lainnya.
Terinspirasi dari
kisah Hanin yang merindu sentuhan bunda juga ayah
Komentar
Posting Komentar