Minggu, 31 Maret 2013

CERPEN: Diary Fay tentang bunda



Hua..ha..ha….
Tawa juga lengkingan itu terdengar riuh keluar dari kelas 2 tempat dimana bu Hanum diamanahi sebagai wali kelas dengan 21 jumlah siswa yang ia tangani bersama 2 orang guru lainnya. Anak-anak sentak riuh mengelurkan suaranya ketika Bu Hanum mengajarkan IPA dengan menentukan kelompok berdasarkan bunyi suara hewan yang anak-anak tirukan untuk mencari kelompoknya. Riuh suara yang mampu menciptakan aura bahagia pada wajah seluruh siswa.
              Namun ada satu wajah yang membuat bu Hanum diam-diam terus memperhatikannya. wajah cantik itu milik Fay yang tetap diam dengan wajah sedihnya memeluk boneka panda yang selalu ia bawa jika berangkat ke sekolah.
              “Fay, boleh ibu duduk disini?” Tanya bu Hanum menarik kursi setelah anak-anak yang lain sibuk mengerjakan tugas. Fay hanya menatap wajah bu Hanum disertai gelengan kecil. Bu Hanum mengusap kepala mungil Fay yang dibalut jilbab putih dengan anak rambut yang muncul disana sini.
              “Oke ibu faham, tapi nanti kalau Fay mau cerita ibu tunggu ya….” bujuk Bu Hanum dengan senyum yang terus mengukir tanpa melupakan anak-anak yang lain. Fay masih diam dengan mata yang terus mengawasi teman-temannya yang tengah belajar juga bermain lego. Bu Hanum tersenyum mengikuti kearah mana pandangan Fay.
              “Mau main lego? yuk sama ibu…” Pegang bu Hanum pada pergelangan tangan Fay, namun Fay enggan untuk berdiri. Bu Hanum menarik nafas kecil lalu memilih membiarkan Fay sendiri dengan harapan semoga setelah ini Fay dapat bergabung bersama teman-temannya.
               Satu persatu anak-anak mengumpulkan hasil kerjanya dengan meletakkannya pada keranjang yang tersedia, lalu bermain di halaman sekolah juga berhamburan menuju kantin. Fay tetap duduk didalam kelas dengan kepala menunduk sembari mengelus-ngelus kepala bonekanya. Ada sedih yang tertampung pada hati juga air matanya.
****
              Bu Hanum membimbing tangan Fay mengantarnya turun menuju gerbang sekolah. Bu Hanum berharap dapat bertemu dengan pengantar Fay dan ingin tahu apa yang menyebabkan Fay selau murung dan sedih sendiri.
              “Fay, biasanya yang jemput Fay bunda ya?” Tanya Bu Hanum terus memancing Fay untuk berbicara, namun tak ada suara yang keluar dari pita suaranya kecuali gelengan khasnya.
              “Ayah?” Kembali gelengan itu terlihat dengan mata bulatnya yang terus memandang arah masuk mobil antar jemput. Bu Hanum terdiam sejenak, sampai akhirnya sebuah mobil silver Honda berhenti didepan gerbang sekolah berikut wajah Fay yang berubah cerah.
              “Bu Hanum?” Sapaan ini menyapa Bu Hanum yang lantas menarik seulas senyum, menatap wajah penjemput Fay, orang yang mampu membuat wajah Fay berubah tak seperti biasanya.
              “Maaf ibu, saya Naila pengasuh Fay. Hari ini bunda juga ayahnya tidak dapat menjemput”. Naila memberikan penjelasan yang sedikitnya mampu memberikan jawaban pada bu Hanum.
              “Bisa ngobrol sebentar?” Tanya Bu Hanum meminta kesediaan. Naila mengangguk lantas mengikuti bu Hanum menuju kantor setelah meminta Fay menunggu didalam mobil.
              “Saya Faham ibu…” Anguk Naila begitu Bu Hanum mengutarakan pertanyaan seputar keheranannya atas prilaku Fay ketika dikelas.
              “Bunda terlalu sibuk begitupula ayahnya. Bunda dan ayah selalu berada diluar kota terkadang mereka pulang ketika Fay sudah tertidur dan pergi lagi sebelum Fay terbangun. Fay hanya bertemu bunda dan ayahnya sepekan tiga kali, itupun jika mereka tidak punya halangan”. Panjang lebar Naila menyampaikan itu. Bu Hanum menarik nafas berat.
              “Oh ya bu, Ibu bisa baca diary Fay yang saya temukan dijok mobil. Mungkin terjatuh pagi tadi”. Bu Hanum mengambil diary biru dengan gambar sailormoon itu hati-hati, lalu membuka halaman demi halamannya yang tertulis kata-kata pendek dengan tulisan naik turun tak menentu.
Fay rindu bunda
Fay rindu ayah

Bunda, kapan berbicara sama Fay?
Bunda tidak sayang Fay ya?

Bunda pergi lagi
Fay ingin bersama bunda
Fay sayang bunda
Fay sayang ayah
Bunda dan ayah
Fay rindu, Fay mau Bunda selalu bersama Fay, mengantar Fay kesekolah, memakaikan baju sekolah Fay, menyiapkan botol minum Fay dan tugas sekolah Fay
Tulisan ini membuat air mata bu Hanum jatuh, membayangkan sosok kecil Fay yang ternyata ingin merasakan hal yang sama seperti teman-temannya. Diantar Bunda juga ayah ke sekolah dan selalu mengerjakan semua bersama-sama.
Fay iri sama teman-teman Fay
Fay sedih…
              Sampai disini yang merupakan penutup diary mungil itu, bu Hanum masih terus menyeka air matanya yang jatuhnya beriringan dengan tarikan nafas beratnya. Mungkinkan masih banyak Fay lain yang harus dikorbankan untuk sebuah kesibukan orang tua?
***
              Bu Hanum menatap wajah cantik didepannya bergantian dengan wajah tampan yang juga duduk didepannya. Diary mungil itu kini telah berpindah tangan pada keduanya yang membacanya dengan raut wajah berbeda dari sebelumnya. Wajah yang sama seperti bu Hanum sebelumnya.
              “Saya mohon bunda dan ayah memahami Fay, karena memang Fay telah kehilangan sosok bunda dan ayahnya. Fay tidak membenci bunda dan ayah. Fay hanya ingin bunda juga Ayah ada untuk Fay, menemani hari-hari Fay seperti kata-katanya pada diary yang kebanyakan berisi tentang bunda”. Senyum bu Hanum menatap wajah bunda yang basah. Bu Hanum terpaksa memanggil keduanya karena semua menyangkut prilaku Fay, kepribadian Fay juga perkembangan Fay. Ada nafas lega setelah semua selesai.
              “Dadah bunda, dadah ayah…” tangan itu melambai mengantar sang bunda dan Ayah yang balik membalas dengan kecupan pada kening Fay. Bu Hanum yang kebetulan ada di depan gerbang sekolah melemparkan senyum hangat pada bunda juga ayah, lalu memeluk tubuh mungil Fay yang kini mulai terbuka dan tertawa riuh bersama teman-temannya tanpa bayang kesedihan yang beberapa minggu lalu hadir disana pada wajah manisnya yang cerdas.
              “Fay sayang bunda bu..” Ungkapnya kali pertama pada Bu Hanum dengan senyum. Bu Hanum memeluknya hangat. Inilah harapan terbesar bu Hanum untuk Fay juga Fay-Fay lainnya.
Terinspirasi dari kisah Hanin yang merindu sentuhan bunda juga ayah







Tidak ada komentar:

Posting Komentar