CERPEN: Di bawah rintik hujan
Rintik
hujan jatuh satu persatu melalui genteng rumah, jatuh menimpa dedaun juga
apapun yang dapat ia kenai. Rintiknya seperti sebuah irama yang menarik untuk
dinikmati bersama sepoi-sepoi angin yang berhembus bersama rintik air.
May
dengan mensidekapkan tangannya didada terus memperhatikan tetesan hujan,
mendengarkan iramanya seksama tanpa
bosan sedikitpun. Ada kenangan pada moment ini kenangan manis juga pahit yang
melebur menjadi satu. Sesekali desahan nafasnya terdengar berat untuk keluar. Balutan
jaket kulit khas tak lagi menghangatkan tubuhnya dikarenakan hawa tubuhnya kini
tengan dingin sedingin udara diluar dengan rintiknya yang kian lama kian
bertambah deras.
May tak pernah tahu mengapa semua
harus terjadi dalam rentang waktu yang singkat. Tatkala Rafa datang membawa
senyum untuknya dengan paket menawan mawar merah ditutupi plastik putih, dan
mengapa selalu bunga mawar merah yang terpilih menjadi bagian ngedate dari kaum pria.
“Hello May, gue Rafa, gue datang
karena Gue cinta lo” Ungkapnya to the
point tanpa pembukaan kala itu, dibawah rintik hujan disebuah kafe mini Kota
Balikpapan diantara taman bekapai, tempat May nongrong ditemani notebook dimana
ia menuangkan ide kreatifnya maupun curhatnya yang panjang. Rintik hujan itu
seolah menjadi melodi terindah yang berbunyi cepat seperti bunyi denting piano
pada sudut hatinya yang mengalun indah. Rafa membawa cinta untuknya dengan dua
paket sekaligus!
“Hujan ini menjadi saksi cinta gue
untuk lo” Ungkapnya puitis. Yah mungkin sebangsa Chairil Anwar mampu menjadi
rekan duetnya. Inilah kata selanjutnya yang membuat May tak pernah tahu mengapa
lisan pria selalu mudah mengumbar kata-kata puitis seolah isi kepalanya adalah
kamus romantis tatkala jatuh cinta. Memang semua sulit untuk ditebak, seperti
waktu yang tak pernah mau berbagi pengetahuannya tentang detik atau menit
selanjutnya yang masih menjadi bagian dalam misteri.
“Lo mau kan jadi pacar gue..”
ucapnya lagi tanpa melepaskan pandangan dari May. Gayanya gentle. Terlalu PD! walau ada perbedaan sedikit, tapi hampir semua
gaya pria akan sama jika berkesempatan untuk mengalami waktu seperti ini.
“Gue?” May memastikan diri. Rafa
mengangguk sigap.
“Lo tinggal bilang ya atau tidak aja
May. Please…” Gaya memohon dengan wajah memelas mungkin gaya kesekian untuk
jurus cantik kaum pria, yang membuat hati pasangan seperti terbang bebas
seringan kapas karena berada dizona happy melebihi happy tatkala mendapatkan
nilai terbaik dalam ulangan sekolah atau bahkan tatkala menang undian berhadiah
sekalipun.
hm..
huf..
inikah cinta?
“Gue coba….”. Jawab May menarik
senyum, memamerkan dua lesung pipinya yang bertahta cantik. Rafa menghembuskan
nafasnya seketika. Plong! dengan jawaban May, seolah bongkahan berat pada
hatinya hilang seketika, berganti dengan tetesan embun yang menyejukan (Cie…)
****
Episode perjalanan virus merah jambu
itupun terbuka mewarnai setiap sudut hati May juga Rafa. Dimana ada May,
disanalah juga Rafa selalu ada, persis amplop dan prangko yang selalu menempel
erat. Lagi-lagi inilah bahaya virus merah jambu, yang ejaannya abstrak hanya
sebatas ungkapan syair atau sejenisnya. May lagi-lagi tak mengerti secara
pasti…
Yang
May yakini, cinta mampu merubah segalanya…ya. terlepas dari pro juga kontra,
sampai….
disaat
rintik hujan dihalte bus, disaat May menunggu bus yang akan mengantarnya pulang
setelah mengikuti les bahasa Inggris, semua berubah.
“Gue cinta lo Fay..” suara ini
terdengar mengungkapkan cintanya pada seseorang yang May tahu pasti ungkapan
pasangan kekasih yang terkena VMJ itu. May tersenyum ditengah rintik hujan
dengan mata focus memandang jalan, berharap bus segera muncul, menepi hingga ia
tak berlama-lama diluar, ditengah rintik hujan. Tepat beberapa menit kemudian,
mata May menangkap sebuah bus menuju halte dan berhenti tepat didepannnya.
Dengan bantuan tangan kanannya, May menghalau hujan agar tak mengenai mata yang
dapat mengaburkan pandangannya.
“Lo, mau kan jadi pacar gue?
please..” Ungkapnya lagi-lagi dengan penekanan penuh harap yang terdengar jelas
pada pendengaran May disela rintik hujan yang mulai semakin besar. May kembali
menarik senyum, sembari melangkah menuju kursi bus yang masih kosong, duduk
disana sambil menepis air yang masih nampak pada jaketnya. Ditengah May
membersihkan jaketnya, mata May sekilas menoleh pada adegan katakana cinta yang
terjadi di halte bus dengan diiringi alunan rintik hujan dengan melodinya yang
alami. Romantis! dan May pun kembali megingat masa-masa itu kembali. Rafa
dengan paket cintanya beberapa bulan lalu yang sama persis dengan apa yang ia
dengar dan saksikan sore ini. May terus memperhatikannya mumpung bus belum
meninggalkan halte. Tatkala bus sudah mulai berbunyi tanda akan jalan kembali,
disaat itulah May tersentak sendiri…
“Rafa….?” Kerut didahinya kini
muncul, mengganti senyum yang sedari tadi bertahta cantik pada wajahnya. Ada
luka dihati juga mata May…
Kafe mini. meja 04
“Hai cinta…” Wajah Rafa muncul dari
balik pintu kafe membawa paket mawar, sama seperti hari-hari ngedate yang telah
lewat. Senyumnya merekah sempurna, menarik tepat kursi didepan May yang duduk
ditemani jus lemon hangat. May tak melepas pandangannya pada Rafa. Pada pundak
juga rambutnya sisa-sisa air hujan masih nampak terlihat karena memang diluar
sana cuaca tengah dihujani rintik hujan yang semakin nampak deras dari menit
kemenit.
“Gue pesankan makan?” Tanyanya
meletakkan paket bunganya tepat disamping May yang tetap asyik menyeruput isi
jusnya.
“Lo kenapa cinta?” Tatapnya
khawatir.
“May nggak apa-apa Raf, May hanya
ngin mengembalikan semua dengan saksi rintik hujan diluar..” to the point May menghembuskan nafas
berat. Yah, ini memang berat, tapi May harus berani memutuskan demi kebaikan
dirinya sendiri.
“Apa?” Kernyit dahi Rafa penasaran.
“Cinta lo..”
“Maksudnya?”
“Halte bus, kemarin sore dibawah
rintik hujan dengan Fay…”
“Itu….”
“Urusan kita selesai Rafa…mungkin
mencintaimu adalah kesalahan untukku..” Putus May tegas dengan tatapan tajam.
Rafa terlihat kikuk dan memilih diam. May berdiri menuju pintu kafe, menembus
rintik hujan menuju mobilnya yang sengaja ia parkir didepan kafe. Malam ini
bukan hanya langit yang menangis dengan rintikannya yang kecil dan terus
membesar. May juga menangis dengan rintik-rintik kecil pada pipinya. Inilah
pilihan May, karena memang hidup hanya
dihadapkan pada pilihan dan May telah memilih.
Takdir
memang tak pernah mau memberitahukan tugasnya tapi… inilah takdir yang harus
dipercayai May…cinta terkadang salah namun May tahu ada cinta yang lebih hakiki
dari cintanya pada Rafa…
Komentar
Posting Komentar