Minggu, 31 Maret 2013

CERPEN: Di bawah rintik hujan



Rintik hujan jatuh satu persatu melalui genteng rumah, jatuh menimpa dedaun juga apapun yang dapat ia kenai. Rintiknya seperti sebuah irama yang menarik untuk dinikmati bersama sepoi-sepoi angin yang berhembus bersama rintik air.
May dengan mensidekapkan tangannya didada terus memperhatikan tetesan hujan, mendengarkan  iramanya seksama tanpa bosan sedikitpun. Ada kenangan pada moment ini kenangan manis juga pahit yang melebur menjadi satu. Sesekali desahan nafasnya terdengar berat untuk keluar. Balutan jaket kulit khas tak lagi menghangatkan tubuhnya dikarenakan hawa tubuhnya kini tengan dingin sedingin udara diluar dengan rintiknya yang kian lama kian bertambah deras.
            May tak pernah tahu mengapa semua harus terjadi dalam rentang waktu yang singkat. Tatkala Rafa datang membawa senyum untuknya dengan paket menawan mawar merah ditutupi plastik putih, dan mengapa selalu bunga mawar merah yang terpilih menjadi bagian ngedate dari kaum pria.
            “Hello May, gue Rafa, gue datang karena Gue cinta lo” Ungkapnya to the point tanpa pembukaan kala itu, dibawah rintik hujan disebuah kafe mini Kota Balikpapan diantara taman bekapai, tempat May nongrong ditemani notebook dimana ia menuangkan ide kreatifnya maupun curhatnya yang panjang. Rintik hujan itu seolah menjadi melodi terindah yang berbunyi cepat seperti bunyi denting piano pada sudut hatinya yang mengalun indah. Rafa membawa cinta untuknya dengan dua paket sekaligus!
            “Hujan ini menjadi saksi cinta gue untuk lo” Ungkapnya puitis. Yah mungkin sebangsa Chairil Anwar mampu menjadi rekan duetnya. Inilah kata selanjutnya yang membuat May tak pernah tahu mengapa lisan pria selalu mudah mengumbar kata-kata puitis seolah isi kepalanya adalah kamus romantis tatkala jatuh cinta. Memang semua sulit untuk ditebak, seperti waktu yang tak pernah mau berbagi pengetahuannya tentang detik atau menit selanjutnya yang masih menjadi bagian dalam misteri.
            “Lo mau kan jadi pacar gue..” ucapnya lagi tanpa melepaskan pandangan dari May. Gayanya gentle. Terlalu PD! walau ada perbedaan sedikit, tapi hampir semua gaya pria akan sama jika berkesempatan untuk mengalami waktu  seperti ini.
            “Gue?” May memastikan diri. Rafa mengangguk sigap.
            “Lo tinggal bilang ya atau tidak aja May. Please…” Gaya memohon dengan wajah memelas mungkin gaya kesekian untuk jurus cantik kaum pria, yang membuat hati pasangan seperti terbang bebas seringan kapas karena berada dizona happy melebihi happy tatkala mendapatkan nilai terbaik dalam ulangan sekolah atau bahkan tatkala menang undian berhadiah sekalipun.
            hm..
            huf..
            inikah cinta?
            “Gue coba….”. Jawab May menarik senyum, memamerkan dua lesung pipinya yang bertahta cantik. Rafa menghembuskan nafasnya seketika. Plong! dengan jawaban May, seolah bongkahan berat pada hatinya hilang seketika, berganti dengan tetesan embun yang menyejukan (Cie…)
****
            Episode perjalanan virus merah jambu itupun terbuka mewarnai setiap sudut hati May juga Rafa. Dimana ada May, disanalah juga Rafa selalu ada, persis amplop dan prangko yang selalu menempel erat. Lagi-lagi inilah bahaya virus merah jambu, yang ejaannya abstrak hanya sebatas ungkapan syair atau sejenisnya. May lagi-lagi tak mengerti secara pasti…
Yang May yakini, cinta mampu merubah segalanya…ya. terlepas dari pro juga kontra, sampai….
disaat rintik hujan dihalte bus, disaat May menunggu bus yang akan mengantarnya pulang setelah mengikuti les bahasa Inggris, semua berubah.
            “Gue cinta lo Fay..” suara ini terdengar mengungkapkan cintanya pada seseorang yang May tahu pasti ungkapan pasangan kekasih yang terkena VMJ itu. May tersenyum ditengah rintik hujan dengan mata focus memandang jalan, berharap bus segera muncul, menepi hingga ia tak berlama-lama diluar, ditengah rintik hujan. Tepat beberapa menit kemudian, mata May menangkap sebuah bus menuju halte dan berhenti tepat didepannnya. Dengan bantuan tangan kanannya, May menghalau hujan agar tak mengenai mata yang dapat mengaburkan pandangannya.
            “Lo, mau kan jadi pacar gue? please..” Ungkapnya lagi-lagi dengan penekanan penuh harap yang terdengar jelas pada pendengaran May disela rintik hujan yang mulai semakin besar. May kembali menarik senyum, sembari melangkah menuju kursi bus yang masih kosong, duduk disana sambil menepis air yang masih nampak pada jaketnya. Ditengah May membersihkan jaketnya, mata May sekilas menoleh pada adegan katakana cinta yang terjadi di halte bus dengan diiringi alunan rintik hujan dengan melodinya yang alami. Romantis! dan May pun kembali megingat masa-masa itu kembali. Rafa dengan paket cintanya beberapa bulan lalu yang sama persis dengan apa yang ia dengar dan saksikan sore ini. May terus memperhatikannya mumpung bus belum meninggalkan halte. Tatkala bus sudah mulai berbunyi tanda akan jalan kembali, disaat itulah May tersentak sendiri…
            “Rafa….?” Kerut didahinya kini muncul, mengganti senyum yang sedari tadi bertahta cantik pada wajahnya. Ada luka dihati juga mata May…
Kafe mini. meja 04
            “Hai cinta…” Wajah Rafa muncul dari balik pintu kafe membawa paket mawar, sama seperti hari-hari ngedate yang telah lewat. Senyumnya merekah sempurna, menarik tepat kursi didepan May yang duduk ditemani jus lemon hangat. May tak melepas pandangannya pada Rafa. Pada pundak juga rambutnya sisa-sisa air hujan masih nampak terlihat karena memang diluar sana cuaca tengah dihujani rintik hujan yang semakin nampak deras dari menit kemenit.
            “Gue pesankan makan?” Tanyanya meletakkan paket bunganya tepat disamping May yang tetap asyik menyeruput isi jusnya.
            “Lo kenapa cinta?” Tatapnya khawatir.
            “May nggak apa-apa Raf, May hanya ngin mengembalikan semua dengan saksi rintik hujan diluar..” to the point May menghembuskan nafas berat. Yah, ini memang berat, tapi May harus berani memutuskan demi kebaikan dirinya sendiri.
            “Apa?” Kernyit dahi Rafa penasaran.
            “Cinta lo..”
            “Maksudnya?”
            “Halte bus, kemarin sore dibawah rintik hujan dengan Fay…”
            “Itu….”
            “Urusan kita selesai Rafa…mungkin mencintaimu adalah kesalahan untukku..” Putus May tegas dengan tatapan tajam. Rafa terlihat kikuk dan memilih diam. May berdiri menuju pintu kafe, menembus rintik hujan menuju mobilnya yang sengaja ia parkir didepan kafe. Malam ini bukan hanya langit yang menangis dengan rintikannya yang kecil dan terus membesar. May juga menangis dengan rintik-rintik kecil pada pipinya. Inilah pilihan May, karena  memang hidup hanya dihadapkan pada pilihan dan May telah memilih.
Takdir memang tak pernah mau memberitahukan tugasnya tapi… inilah takdir yang harus dipercayai May…cinta terkadang salah namun May tahu ada cinta yang lebih hakiki dari cintanya pada Rafa…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar