Selasa, 28 Juli 2015

Plus - minus "syurga yang Tak dirindukan" _catatan cinta _

Mungkin ada sedikit rasa atau tanggapan Seperti ini saat menyaksikan film yang Hari ini Alhamdulillah telah berhasil menarik perhatian setengah Juta penontonnyA.  "yeah.... Kok Gini?  beda banget ama isi bukunya.. "
Ada kekecewaan yg pada Akhirnya menggumpal dihati.

(catatan ini pada akhirnya dibuat untuk mewakili hati saya pribadi...) *tak Mengapa, bukan?

antrian yang menyemut...

Karena antriannya yang lumayan meluber hari itu,  niat awal yg ingin menonton disiang hari sepertinya harus berubah... Sebab saya Tak mampu menyempil diantara kerumunan orang dengan pedenya sikut kanan-kiri *sebab saya sdng mempertahankan prinsip dan keyakinan saya
Lama menunggu akhirnya ada satu line yang longgar Dan notabene yg antri Cewek *bukan akhwat Tapi Cewek.. 😊 maka masuklah saya yang bersamaan masih celingak - celingak mencari teman yang *kesasar di mall sebelah... Pelan - Pelan saya bergeser maju dan maju... 

Alhamdulillah tiket ditangan

Saat tiket ditangan, ternyata waktunya begitu mepet dengan waktu shalat ashar. Begitu mempertimbangkan segala hal, akhirnya urusan Rabb tetaplah yg nomor 1...*harus shalat dulu.... Kagak boleh tertunda!

Telat 15 menit menyaksikan pras, arini, dan meyrose!

Studio 2 yang menjadi ayunan langkah gelap... Dentuman musik pembuka terdengar mendenging, langkah meraba... Sambil mata menyaksikan layar dimana pras sedang berdialog dengan arini...

Maka kursi berhasil ditemukan... Duduk tenang sambil menghayati isi film... *harus begitu... Apalagi nih film masuk dlm catatan penting.. 😄

Meski begitu... Film ini memiliki alur yang pas Dimata saya..beserta minusnya...
- Adegan komedi yg hampir percakapannya berisi pesan yang dituturkan Kemal membuat saya mengangguk2kan kepala. Yg merupakan hiburan ditengah masyarakat kita yang Kebanyakan menangkap pesan/kata poligami merupakan hal sensitif.
- Di buku arini Dan pras Di sandingkan sebagai sepasang suami istri dengan 3 anak, nyatanya berbeda di dalam film... Arini dalam film adalah tokoh Utuh yang sedang berselancar/berkelana memahami Islam, begitu juga tokoh Pras...mereka bersentuhan, bergandengan, dst.. *sekali lagi saat berada di buku tak masalah...
Layaknya sepasang suami istri benaran. Kenapa saya ngeyel? Saya Punya pandangan sendiri... Seorang penulis adalah orang yg menyampaikan pesan. Ditiru ataupun tidak semua membawa efek... Maka saat pembaca menemukan hidayah dr kisah yg penulis tulis maka pahala jariyah pasti akan didapatkan oleh penulis... Lalu Bagaimana jika kasusnya karya sang penulis diadaptasi ke layar lebar, Lalu hukum syar'i banyak dilanggar disana? Maka  penulis pun bertanggung jawab atasnya.. *inilah pemahaman saya Dan pandangan saya... Mungkin solusi yg baik adalah benar-benar memasangkan pasangan suami - istri benaran saat buku kita mendapatkan tawaran untuk Di filmkan 😀
- Masalah premis kata / tagline yang disuarakan sang penulis sdh banyak menjadi perbincangan teman2 yang jauh memahami tentang tema poligami. Maka karena saya Bukan ahli dalam membahas hukum poligami lebih rinci maka saya Tak memberikan ruang diri saya untuk membahasnya.
- meski di pemberitahuan film ini ditonton dengan batas usia, ternyata banyak yg hadir justru dibawah usia yg di cantumkan... Di film ini Ada beberapa Adegan yg Tak layak di saksikan anak2 (Adegan bunuh diri,  Adegan pras di pukuli, pisau... Dst..) tidak di blur.. *saya percaya usia kanak2/ anak2 adalah meniru.. Bahkan daya ingatnyA bisa lebih hebat dr orang dewasa.
-pemahaman! Inilah yg lebih penting... Kadang orang mengklaim sebuah film islami karena beberapa pandangan. 1. Karena penulisnya muslim/ah, 2. tokohnya berhijab dan, 3. Label islami pada cover / film...
Menurut saya... Yang islami itu adalah saat hukum agama yg diangkat, mau buku atau layar lebar sekalipun benar2 teraplikasi. Pemainnya Tak melanggar hukum syar'i dst....
Penulis islami hakekatnyA adalah Duta bagi agamanya, menyampaikan pesan meski 1 ayat, 1 kebaikan...

Terakhir....
Ini pendapat saya... Opini saya..
Semoga manfaat... 💗💕💜

Tidak ada komentar:

Posting Komentar